Flattening The Curve

"What if the cure for Corona Virus was trapped inside the mind of someone who can't afford an education?"



Disclaimer : Before you get butthurt, this whole story is fiction. So buckle your seatbelts, motherfucker! Because in the next paragraphs, i'm going to tell you something that i only learned a few days ago from the internet. So sit down, shut up and enjoy the experience of my 10 pm caffeine induced self hatred fueled writing extravaganza.



     Gak ada satupun orang yang menduga bahwa dunia akan berubah jadi kaya gini. Dalam 3 bulan terakhir dunia perlahan berubah jadi distopia seperti dalam film-film blockbuster. Langit di penjuru dunia berubah semakin cerah seiring dengan berkurangnya polusi. Ikan-ikan mulai bermunculan semenjak kanal di Venice-Italia bersih dari pengunjung. Pegunungan Himalaya mulai bisa diliat jelas dari India untuk pertama kalinya. Disneyland perlahan kehilangan nuansa magisnya. Menara eiffel bukanlah tempat yang romantis lagi. Tembok China juga udah bukan dinding pertahanan yang aman. Ka'bah di kota suci Mekah pun kosong. Kalo kalian di Jakarta, kalian bisa liat dengan jelas gunung-gunung besar di selatan Ibu Kota. Virus corona emang ngebuat bumi jadi lebih cerah, tapi disaat yang sama merubah dunia jadi lebih gelap.


     Mungkin bumi lagi nyembuhin dirinya, tapi di sisi lain, eksistensi umat manusia sedang terancam. Angka pengangguran diprediksi tertinggi semenjak The Great Depression, pertumbuhan ekonomi global menukik drastis dari tahun lalu, jalanan di kota-kota besar menjadi sepi seperti hatimu yang pernah menemaninya dikala rapuh dan dicampakkannya ketika sembuh. Resesi global, itulah yang diramalkan oleh kebanyakan Ekonom Dunia tentang apa yang akan terjadi di tahun 2020 ketika terjadi perang dagang antara US-China di tahun 2019 silam. Ramalan itu bener-bener kejadian, hanya saja penyebabnya bukanlah perang dagang maupun isu perang dunia ketiga setelah terbunuhnya petinggi militer Iran yang sempet hebot di awal tahun. Ironisnya, resesi global terjadi karena di China ada manusia sial entah gimana caranya dia bisa ketularan kelelawar atau trenggiling sakit yang terinfeksi Virus Corona dan menyebabkan pandemi global.

The beginning of 2020 has been a shitshow.
     Kalo ditarik ke titik awal, semua kekacauan ini berawal dari tertangkapnya Sekretaris Jenderal De Hereen Seventeen Sunda Empire di awal taun 2020. Perlu kalian sadari, semenjak Rangga Sasana ditangkap, tatanan dunia jadi semakin chaos. Hampir semua negara di dunia sekarang terpapar virus mematikan, munculnya ancaman resesi global, terbakarnya jutaan hektar hutan Amazon, dan sederet efek domino dari pemanasan global. Mungkin ini terdengar konyol seperti pembodohan, tapi ini lebih masuk akal ketimbang menangkal corona dengan makan nasi kucing.


Oke kita balik lagi...

      Di Wuhan, China, sebuah pasar hewan liar ditutup karena diduga jadi sumber penyebaran wabah seiring munculnya kasus-kasus kematian akibat pneumonia yang berasal dari sana. Lalu ada seorang dokter whistleblower ngasih peringatan tentang kemungkinan adanya wabah dari virus baru ini. Bukannya didengerin, dokter ini malah ditangkep dan gak lama kemudian mati karena virus itu sendiri. Kota-kota besar di China kemudian dilockdown, tapi itu semua terlambat. Sebagian penduduk udah keburu jalan-jalan keliling dunia karena perayaan Tahun Baru China (Lunar New Year). Dan dari situlah malapetaka berskala global bermula.


      Di awal pandemi, pemerintah-pemerintah dunia bertindak dengan cara berbeda, ada yang preventif dan cepet, seperti Korea Selatan, Taiwan, dan Jerman, tapi ada juga yang ndableg dan denial, seperti Amerika, Italia, dan Kekaisaran Oligarki Sunda Empire. Inggris sendiri sempet kepikiran buat nerapin Herd Immunity, tapi dibatalin gara-gara ngeliat proyeksi jumlah kematiannya sangat besar, malah sekarang PM Boris Johnson dibawa ke ICU gara-gara virus ini. Sedangkan Amerika, mirip-mirip dengan Negara +62 yang nganggep remeh virus ini, nyebarin disinformasi, bertindak rasis, dan menuduh WHO sebagai antek China. Akibatnya, orang-orang malah bingung dan jadi panik.



      Di sebuah Negara Oligarki Sunda Empire, semenjak penetapan status pandemi oleh WHO, kita bisa liat banyak pernyataan dari para pejabat yang cocok banget buat dijadiin meme. Mulai dari pernyataan kalo masyarakat kita kebal corona karena sering minum susu kuda liar, sampe pernyataan yang menantang penelitian Hardvard tentang keberadaan corona di sini. Padahal, seharusnya di masa awal pandemi pihak Kekaisaran segera bikin tindakan preventif yang kongkrit untuk menangkal penyebaran virus corona. Sialnya, salah satu tindakan preventif yang dipilih adalah dengan ngebayar BuzzeRp buat menjustifikasi kebijakan absurd mereka. Seperti kebijakan nyiapin dana 72 miliar buat ngegandeng influencer untuk promosiin pariwisata di masa pandemi. Bahkan, di pulau bagian barat ada pejabat tinggi yang gegap gempita nyambut turis-turis China masuk ke daerahnya. Sialnya, paket kebijakan yang muncul malah lebih condong ke arah penyelamatan ekonomi, padahal yang sekarat manusianya. Mereka lupa bahwa untuk nyelametin ekonomi, yang seharusnya diselametin adalah orangnya dulu. Karena ekonomi masih bisa bangkit, tapi orang yang udah mati engga bisa hidup lagi. Kecuali negara ini dipimpin Tuan Orochimaru yang bisa Edo Tensei.



      Alih-alih bikin langkah antisipasi kongkrit, seorang pejabat malah nyuruh kita berdoa untuk ngelawan virus corona ini. Aneh gak sih? Wabah yang seharusnya jadi urusan negara, malah minta rakyat mencegahnya dengan doa. Sementara jodoh yg seharusnya di tangan Tuhan, malah diurus negara. Seperti kebijakan absurd yang ngewajibin tes keperawanan dan kelas pranikah misalnya. Berdoa itu emang gak pernah salah, tapi kalo rakyat cuma disuruh doa dan mereka gak ngelakuin antisipasi nyata buat menahan pandemi ini, itu sama aja kaya peribahasa "Ringan sama dijinjing, berat sama dipikul. Ini pejabat kaya anying, mari kita pukul".

 

      Saat ini kalian bisa bayangin gak perasaannya jadi Bu Sri Mulyono waktu rapat kabinet? Sebagai Bendahara Negara terbaique di dunia, dia harus merelakan duit 72 Miliar buat ngedatengin turis di tengah pandemi ketimbang ngasih dana itu buat memitigasi risiko, seperti pembelian APD atau pengadaan Reagents PCR buat tes masal.
Like, why am i still doing this job? How did i end up here? Why these people are so dumb?

      Ketika pemerintah negara lain merilis warga negaranya yang positif corona setelah pulang dari +62, pejabat di sini malah belaga gila, dan banyak juga yang gak ada kontribusinya, persis kaya temen kerja kelompok yang gak mau bantu bikin paper dan tugasnya cuma jadi operator powerpoint. Gak jelas. Tiap diliput media, omongan mereka malah makin ngawur. Di titik ini, ucapan Sekretaris Jenderal De Hereen Seventeen, Rangga Sasono malah terdengar lebih masuk akal ketimbang mereka. Rakyat akhirnya bingung dan muncul distrust terhadap kredibilitas Kekaisaran saat ini. Di benak mereka, muncul keraguan-keraguan tentang wabah ini.
"Ini penyakitnya beneran gak sih? Masih boleh kerja gak nih? Naik Ojol masih bisa gak nih? Ah, anyink bodo amat gue berangkat dulu...".
 

      Di saat krisis gini, kelakuan pejabat kita malah makin letoy kaya sendok plastik nasi padang, yang satu bilang A, satunya lagi ngebantah bilang B, terus dikoreksi sama Jubir C, kemudian dibantah lagi sama D. Dari semua ketidakpastian, kita tau sabda siapakah yang paling benar dan bersifat final. Dia adalah yang namanya selalu disebut di berbagai media, bergerak di belakang layar, seorang Menteri Koordinasi Segala Urusan (Menkosaurus), Yang Dipertuan Agung Lord Lutut Binsar Tailor, First of his name, King of the Cabinet, Lord of the 34 Provinces, and Protector of the Nusanteros. Dialah orang paling kuat di kabinet, karena dari namanya aja udah menggambarkan gabungan 2 lembaga adidaya, BIN dan SAR. Seperti BIN, kalian gak akan tau belio ada di mana. Juga seperti SAR, belio bisa tau persis kamu ada di mana.


     Tidak adanya kasus positif di bulan Februari bukan berarti virus impor ini belum nyampe sini karena masih ketahan di Bea Cukai, terlebih karena kurangnya contact tracing dan akses swab test. Kamu pasti inget kalo kasus positif pertama yang tercatat adalah 2 orang di klub dansa yang melaporkan dirinya sendiri, bukan hasil dari contact tracing manapun. Setelah itu kasus-kasus baru bermunculan seperti jerawat.

And this is just the tip of the iceberg.

     Kita tau kalo jumlah kasus di +62 sebenernya jauh lebih banyak daripada yang dirilis secara resmi, termasuk misteri pasien-0 (pertama). Beberapa media meragukan keabsahan 2 orang yang ikut di klub dansa Kemank sebagai pasien pertama, karena negara lain (Singapura, Australia, Jepang) udah merilis data-data warga negaranya yang positif corona dan pernah ke +62.


     Data kematian di Ibu Kota juga meningkat drastis sejak bulan Maret 2020, berapa dari mereka dikubur dengan protap corona. Banyak PDP dan ODP yang belum sempet dites, atau hasil tesnya belum keluar tapi orangnya keburu mati, sementara data resmi yang dirilis baru sedikit sekali karena keterbatasan kapasitas tes. Akhirnya, Sunda Empire masuk ke dalam top global negara dengan jumlaht tes terburuk.



     Katanya data jumlah kasus emang sengaja dibikin terkesan disembunyiin, biar orang-orang gak panik. Padahal efek dari kesan nutup-nutupin jumlah kasus malah bikin sebagian warga jadi gak aware sama penyakit ini. Meski PSBB di beberapa daerah udah mulai, nyatanya masih banyak orang yang berkeliaran gak jelas, perkantoran masih buka, jalanan masih macet, bahkan tempat maksiat juga masih ada yang buka. Di titik ini, mau data ditutup-tutupi ataupun dibuka blak-blakan, orang-orang udah gak peduli, karena mereka udah males duluan. Kalo ditambah dengan sikap ngeyel masyarakat kita yang gak bakalan takut dengan penyakit kalo belum liat sendiri korbannya di lingkungan terdekat, pandemi ini hanya akan jadi bom waktu.


     Sialnya, rangkaian kemahatololan ini membuat banyak tenaga medis jadi korban. Banyak dari mereka yang gugur karena kekurangan APD, dan yang lebih menjengkelkan adalah karena banyak pasien yang gak jujur sama riwayat gejalanya. Bilangnya gak kenapa-kenapa dan gak pernah kemana-mana, tapi pas diswab hasilnya positif. Kelakuannya persis kaya cowo yang bilang gak kenapa-kenapa dan diem-diem aja, tapi ninggalin kamu pas lagi sayang-sayangnya. Akhirnya sebagian Rumah Sakit di karantina karena ketularan. Beberapa keledai bebal malah sengaja berkeliaran meski udah tau dirinya positif corona dan berpotensi nularin penyakit ke khalayak umum.
Like, fuck this shit. I'll go outside and die if my time has come. But before that, i'll spread the virus all over the place.
 

     Babak baru kemahatololan penanganan pandemi sedang dimulai, kali ini terjadi cekcok terkait wewenang antara pusat dan daerah. Beberapa warga mulai geram dengan keadaan saat itu dan gak mau ambil risiko dengan membuat lockdown tingkat RT/RW secara mandiri. Segala jalan ditutup, malah ada yang make pocong buat jaga portal.


     Banyak pihak mulai dari SJW, dokter, sampe relawan memberanikan diri untuk bersuara supaya pemerintah ngebuka data pasien PDP dan ODP, memperbanyak test kit, melengkapi tenaga medis dengan APD, dan memperketat PSBB. Lambatnya proses pengujian karena harus lewat birokrasi berbelit dengan genome sequencing jadi faktor utama kenapa jumlah kasus masih sedikit, padahal dengan PCR test aja udah cukup. WHO sendiri udah nyuratin Kaisar Zukowi untuk naikin kapasitas tes dan netapin darurat nasional. Bahkan untuk nunjukkin seberapa seriusnya wabah ini, ada tim gabungan peneliti yang bikin 3 skenario prediksi angka kematian corona di +62. Tapi sayangnya, suara mereka terdisrupsi dengan suara BuzzeRp. Selain menghadapi kebodohan pejabat, kita juga masih harus beradu mulut dengan para BuzzeRp dan sejejeran hashtag give awaynya. BuzzeRp sial itu bakalan terus bikin propaganda ga jelas, sampe suatu saat mereka ngerasa sesek napas dan dilempar sana-sini dari RS rujukan karena penuh semua.



The saddest part? Some of the BuzzeRp are medics too.
      Mereka mengglorifikasi dan meromantisasi kematian tenaga medis karena kekurangan APD. Ironis, padahal yang meninggal adalah teman sejawat seprofesinya, tapi mereka malah berusaha menutupi kegagalan Kekaisaran dalam melindungi warganya lewat narasi bahwa tenaga medis adalah pahlawan, dan mereka yang meninggal adalah bentuk pengabdian mereka sebagai garda terdepan melawan corona.

 

      Bener banget, tenaga medis adalah pahlawan, tapi mereka bukan garda terdepan dalam penanganan wabah ini, melainkan yang terakhir. Karena kalo mereka udah gak ada, kita udah gak punya pertahanan lagi, semuanya bisa kena. Pertahanan terdepan dalam menangani pandemi adalah kebijakan pemerintah dan tindakan preventif secara kolektif yang bisa memutus mata rantai atau bahkan menghentikan penyebaran wabah. Salah satunya adalah dengan menutup pintu masuk dari warga negara asing yang terdampak langsung oleh wabah, pengecekan dan karantina di setiap pintu masuk bagi warga negara yang baru pulang dari luar negeri, serta edukasi dan penerapan PSBB yang bener. Kalo itu semua udah jalan, kita gak perlu lagi repot-repot bikin Rumah Sakit darurat dan memaksa tenaga medis buat kerja rodi.


     Sesuai arahan Katak Pembina, kali ininarasi yang dibangun BuzzeRp berubah lagi. Mereka tiba-tiba jadi Mario Teguh yang menyuruh masyarakat saling bantu-membantu dan tidak menyalahkan Kekaisaran. Entah pura-pura bego apa gimana, tanpa disuruh juga orang-orang udah pada bikin donasi dimana-mana. Jumlah donasi di kisabita oncom aja udah nyampe 25 Miliar, belum termasuk influencer, artis, ataupun pengusaha kaya yang bingung ngabisin duitnya gimana. Pendaftaran relawan dimana-mana sampe penuh. Para penjait juga udah bergerak bikin #satujutamaskerchallenge dan APD buat disalurin ke RS Rujukan. Setiap lapisan masyarakat bergerak membantu sesamanya dengan cara masing-masing, kecuali politisi bejat yang memanfaatkan pandemi untuk keuntungannya sendiri. Kalo inget musim pemilu, setiap caleg dan partai sanggup bagi-bagi kaos meskipun rakyat gak ada yang minta, sekarang waktu pandemi, rakyat butuh masker aja ga ada yang mau ngasih. Kan ngentiaw namanya.


     Di Jerman, seorang komedian bernama Henning Wehn pernah bilang kenapa di sana (Jerman) orang-orang gak bikin donasi. Karena menurutnya, mereka uda bayar pajak, dan donasi-donasi yang digalang oleh masyarakat adalah bukti kegagalan dari tanggung jawab pemerintah.
Ada benernya juga sih...

     BuzzeRp bikin narasi supaya kita jangan mengutuk kegelapan dan jadi orang yang nyalain lilin. Entah mereka pikir kita ini babi ngepet atau gimana yang harus terus nyalain lilin. Seharusnya, sebelum kita disuruh nyalain lilin bareng-bareng, mereka harusnya mendorong pemerintah supaya bisa bikin genset supaya ruangan ini gak gelap terus, karena terangnya lilin juga ada batasnya.


     Bukan cuma akhlaknya aja yang butek kaya plastik STNK, ternyata pikiran mereka juga sama. Di tengah pandemi gini, pejabat kita malah bikin rencana kebijakan tolol buat ngeremisi koruptor dan narapidana karena alasan corona. What the fuck? Padahal di Negara lain, para napi dipekerjakan buat bikin APD, sementara di sini malah dikasih kebebasan. Di awal April, sekitar 36 ribu napi udah dilepas ke alam bebas, dan gak perlu cenayang buat ngeramal apa yang bakal terjadi, sekarang bandit-bandit itu udah mulai beraksi lagi. Mungkin buat pemerintah kemunculan virus corona itu masih kurang greget. Ketika di dunia maya Netizen julid masih harus adu bacot dengan BuzzeRp, di dunia nyata masyarakat juga tetep dikasih kejutan yang gak kalah menantang, bertarung dengan bandit.


     Kali ini Kekaisaran seharusnya sadar, mereka punya masalah yang ngga bisa diselesaikan pake lobi-lobi politik, gas air mata, ataupun BuzzeRp. Virus ini gak bisa ilang gitu aja setelah dikasih berjuta-juta hashtag. Menyelesaikan masalah segede ini gak bisa dengan cara kaya anak kecil yang nendangin es batu ke dalem kolong lemari es, dan berharap esnya mencair lalu menguap dengan sendirinya.
The problem won't dissapear. In this case, your people will.
 

     Kalo dipikir-pikir, jadi Kaisar Zukowi di masa awal pandemi itu gak gampang. Belio gak punya latar belakang kedokteran, dan butuh pendapat dari orang yang dianggap tau tentang virus ini dari jajaran kabinetnya. Sialnya, orang itu ternyata hampir dipecat oleh Ikatan Dokter karena pelanggaran kode etik. Kalian tentu masih inget waktu press conference awal, Mr. Cloudest ini malah nyuruh warganya untuk "enjoy aja" ketimbang mengedukasi tentang bahaya dan pencegahannya. Hasilnya, gak nyampe 2 bulan, udah ada 10 ribu lebih kasus positif dan sekitar 800 orang meninggal akibat corona.

  

     Kebijakan mulai berubah drastis sejak ada salah satu menteri yang-bilang-kalo-masyarakat-kita-kebal-corona-karena-doyan-makan-nasi-kucing dinyatakan positif Corona. Saat ini Kekaisaran Zukowi ngeluarin stimulus senilai 400 triliun buat penanganan wabah. Mulai dari sektor kesehatan, jaring pengamanan sosial, sampe perpajakan. Ini adalah salah satu berita bagus buat warga negara di tengah pandemi ini, meski sedikit tercoreng dengan ulah Stafsus Milenium yang nyuratin Kemendes buat make jasa perusahaannya. Selain rawan konflik kepentingan karena make perusahaan milik Stafsus Milenium, potensi salah sasaran dari program Kartu Prakerja senilai 20 triliun juga ada. Sampe sekarang, gak ada kriteria yang jelas siapa-siapa aja yang bisa dapet kartu prakerja ini. Di fesbuk, ada seorang bocah yang pamer abis ternak akun kartu prakerja, sementara banyak orang yang kena imbas corona tapi ga bisa daftar. Malah seorang jurnalis senior ada yang nyoba nyelesein kursus online tanpa nonton videonya, cuma diskip-skip aja dan bisa dapet sertifikat. Seharusnya, kriteria utama untuk ngedapetin kartu prakerja adalah mereka-mereka yang internetan masih pake kartu Tri, Facebook lite, Youtube Go, dan Twitter Lite.

 

     Di antara program itu, ada program Les Online senilai 1 juta yang dikerjain sama startup seperti Ruangtunggu, tokoijo, tutuplapak, dan lainnya. Kalo diliat-liat, konten-konten kaya gini sebenernya banyak di Youtube, dan itu gratis. Kalo salah satu imbas terbesar dari wabah ini adalah hilangnya pekerjaan, terus buat apa dikasih program prakerja dengan Les Online? Kerjaannya juga gak ada, mendingan duitnya langsung dikasihin ke orangnya aja.


     Emang sih ada materi survival yang tersedia dari platform tersebut, seperti tutorial mancing dari pemateri milenial yang menghabiskan masa kerjanya di depan kubikel yang bisa kamu dapet senilai 800 ribuan di tokohijau. Padahal seinget gue, kalo mau mancing ya tinggal nyari cacing di kebon, cari potongan bambu, beli benang pancing dan kail, lalu lempar ke laut atau sungai. Insya Allah, selama yang dipancing bukanlah keributan, ikan yang kamu dapet udah bisa dibawa pulang untuk dimasak.



     Ada juga tutorial kewirausahaan, seperti materi bikin kroket ayam senilai 400 ribu, yang kalo kroketnya udah jadi dan dijual kira-kira harganya 40 ribuan. Kalo kamu mantengin IGnya Ayu Tingting, kamu bisa dapetin ilmu yang serupa tanpa negara harus ngebayarin 400 ribu ke beberapa startup. Ketimbang duitnya lari ke pemilik bisnis unicorn, mending duitnya dipake buat pengadaan APD aja.

Bikin makaroni aja 300 ribu? Mereka gak tau apa kalo cookpad sekarang gratis?

     Virus ini menunjukkan sisi tergelap dari umat manusia, keegoisan dan keserakahan. Orang-orang kaya mulai menimbun makanan, vitamin, hand satanizer, dan masker, seolah-olah bulan depan mau kiamat. Bahkan di negara adidaya macam Amerika pun orang-orang rebutan tisu toilet. Akhirnya stok di pasar perlahan menghilang, harga-harga jadi naik, dan orang lain yang terlambat beli jadi gak kebagian.
Mereka lupa, supaya gak terjadi penyebaran, orang lain juga harus sehat.

     Pengusaha di sektor ini juga gak mau kalah jahat, mereka menjelma jadi firaun-firaun mini dengan menimbun hand satanizer, masker, dan APD (Alat Perlindungan Diri) lalu menjualnya dengan harga yang hampir menyundul langit. Harga masker medis yang biasanya 25 ribu se-boks (isi 50 pcs), sekarang bisa tembus 500 ribu di pasaran. Naik 20 kali lipatnya. Gue rasa orang Yahudi juga gak sejahat ini. Emang sih, manusia itu dibuat dari tanah, tapi orang-orang seperti mereka tanahnya kecampur sama tai kucing. Dan orang-orang kaya gini nantinya bisa dapet tiket masuk neraka lewat jalur undangan. 
Padahal, kalo besok-besok beneran kiamat, emang duit segitu banyak buat apa?

Orang-orang yang gak mampu malah bertindak sebaliknya, mereka cenderung santuy. Kurang peduli dengan virus, hand sanitizer, masker atau apalah itu. Karena buat mereka, ada atau enggaknya virus corona, mereka tetep harus bergelut dengan kehidupan. Buat mereka, kehidupan dan kematian itu sangat tipis jaraknya.


Informasi tentang virus ini juga masih samar dan gelap kaya masa depan kamu. Kita cuma tau kalo virus ini seperti kegoblokan manusia, sangat mudah menular dan bisa menyebabkan kematian. Setiap hari, penelitian-penelitian baru bermunculan dan mengungkap tabir fakta setajam silet. Hewan seperti mantan kamu anjing, kucing, bahkan macan pun bisa kena corona. Munculnya kasus-kasus reinfeksi atau reaktivasi pasien yang udah sembuh juga bikin dunia medis bingung, sekaligus mempersempit jalan keluar paling pahit dari wabah ini melalui Herd Immunity. Karena syarat dari Herd Immunity adalah 70% populasi terinfeksi dan mereka yang sembuh bakalan kebal dengan virus ini.


Seperti Harun Masiku, Virus ini bergerak sangat cepat, yang tadinya zoonotic (menular dari hewan ke manusia), sekarang jadi human-to-human transmission (menulari dari manusia ke manusia). Tapi denger-denger ada juga yang brain-to-brain transmission, tapi yang menular bukan penyakitnya, melainkan ketololan umat yang menyebar secara terstruktur, sitematis, dan masif. Mulai dari hoax kalo virus ini bisa nyebar dari hape Xiomi, hoax kalung penangkal virus, sampe penolakan jenazah PDP/ODP dan pengusiran tenaga medis dari tempat tinggalnya.
"Emangnya antum kalo sakit yang mau rawat siapa kalo bukan mereka? Domba Hago? Kalo antum co.id siapa yg mau nguburin? Tukang kubur dari Ghana?"
*Now Playing Vicetone & Tony Igy - Astronomia*

Jalan keluar lain dari pandemi ini adalah dengan vaksin, tapi itu perlu 12-18 bulan. Apalagi dengan adanya kasus reinfeksi, ini bisa memperkecil kemungkinan salah satu cara pembuatan vaksin, yaitu dengan cara memasukkan versi virus yang udah dilemahin. Jadi bukan cuma KPK aja yang sengaja dilemahkan, virus juga ternyata dilemahkan supaya tubuh bisa membentuk antibodi. Seperti vaksin polio misalnya.


Seperti saldo rekening mahasiswa, mutasi yang sangat cepet emang sering terjadi pada makhluk yang memiliki umur pendek, sekarang aja udah ada 2 jenis strain corona virus. Hal ini jadi cukup tricky buat perusahan farmasi besar untuk bikin vaksin anti virusnya. Kalo ga salah denger, perusahan besar macam Kaspersky, Norton, dan perusahaan lokal Smadav aja gak bisa bikin antivirusnya.


Duh, tapi vaksin kan bisa bikin awtis...?
Buat kalian yang penganut sekte antivaksin, kalian sebaiknya berhenti dengan propaganda tolol kalian, dan berhenti nyebarin isu kalo vaksin bisa bikin autis berdasarkan jurnal yang belum dipeer-review. Kalo kalian masih punya utopia dunia tanpa vaksin, keadaan sekarang adalah kondisi nyata dunia cuma gara-gara gak ada satu vaksin.
It's a clusterfuck.

Penyebaran virus ini bersifat eksponensial. Tanpa adanya vaksin, penyebaran virus ini mampu berlipat ganda dalam waktu yang singkat, seperti kagebunshin no jutsu tapi versi jahat. Dalam grafik, penyebarannya membentuk kurva curam ke atas tanpa tau kapan akan menjadi landai. Seharusnya, cukup saldo ATM aja yang bentuknya kaya gini, bukan penyakit. Kalo kamu masih gak paham seberapa bahaya virus ini, coba liat grafik ini.

Kurva yang terus menjulang tingg, seperti tensi darahmu ketika tau UN dibatalin tapi udah bayar bimbel secara penuh.

Setelah dinyatakan sebagai pandemi oleh WHO, dalam sebulan virus ini mampu membunuh berkali-kali lipat. Peneliti-peneliti dunia udah banyak yang bikin model dengan berbagai skenario untuk memproyeksi berapa jumlah kasus dan kematian akibat virus ini. Hasilnya? Gak ada satupun yang membuat proyeksi dengan happy ending. Asumsi mereka akan ada 50% populasi yang terinfeksi, 20% kondisinya kritis, dan 1-3% bertemu malaikat Izrail.

Ta-tapi kan HIV dan TBC jauh lebih mematikan? Malah jumlah orang mati kelelep di aer aja jauh lebih banyak?
Betul, tingkat kematian dari HIV dan TBC lebih besar, tapi penularannya gak secepat corona dan cara-cara penanganannya udah ada. Kalo kamu pikir orang mati kelelep lebih banyak daripada orang mati gara-gara corona, coba pikir lagi, kalo mati kelelep itu kamu cuma bisa mati kalo lagi di AIR, kalo corona, kamu ga akan tau kalo kamu udah kena, bisa aja kamu lagi asik maen mobelejen di taman trus dibersinin orang lewat, dan dari situ, ada kemungkinan kamu demam dan besoknya dijemput Ghana Pallbearer.


Yaelah, ini kan cuma batuk pilek biasa. Abis kerokan juga ilang. Lagian kalo gue kena, nanti juga sembuh sendiri, gue kan masih muda. Kebanyakan yang mati kan yang udah tua dan penyakitan? Emang udah waktunya itu, yang patah tumbuh, yang hilang berganti!
Denger ya, nyet. YANG PATAH TUMBUH, YANG HILANG OTAK KAU!!!
Makanya kalo punya tulang sumsum jangan diganti pipa Rucika, nanti gobloknya mengalir sampe jauh.



Pertama, anak muda juga bisa tertular dan mati. Per 14 April 2020, di Korea Selatan ada 27,32% kasus positif yang umurnya 20-29 tahun. Di Amerika, sekitar sepertiganya berumur 20-44 taun. Di Inggris, ABG umur 21 taun meninggal tanpa gejala. Kalo kamu pikir dengan kerokan penyakitnya bisa ilang, dan kamu ga bisa mati, terus ngotot berkeliaran kaya ayam kampung, mending kamu segera ke RS buat CT scan, siapa tau otakmu udah gak ada.


Kedua, meskipun kemungkinan besar kamu sembuh setelah terinfeksi, kamu masih bisa ngalamin kerusakan paru dan ginjal. Beberapa dari mereka yang sembuh malah menurun antibodinya atau bahkan gak terdeteksi.


Ketiga, kamu mungkin kebal kaya Balmond, tapi orang-orang di sekitar kamu bisa jadi selembek adonan Dalgona Coffee. Coba pikirin mereka, anak kecil di lingkungan keluargamu, temen deketmu, atau bahkan kucing kamu yang juga bisa ketularan. Kalo mereka ketularan dan kamu tau bahwa kamulah sumber penyebarannya. Rasa bersalah itu gak akan ilang sampe kamu mati.


Kalo cuma kamu doang yang kena, it's ok, tapi kalo orang tuamu yang kena, sebagai tulang punggung keluarga, mereka jadi ga bisa cari duit, dan ga ada duit itu bisa lebih bahaya daripada kena corona.


Jadi tolong... Kalo kamu bego, disimpen sendiri aja, jangan mentang-mentang kamu hidup di negara berkembang, begonya juga ikut berkembang menuju tak terbatas dan melampaui Sidratul Muntaha. Kasian orang orang lain yang terdampak dengan ketololanmu. Mungkin keberadaan orang-orang kaya gini yang jadi alesan iblis kenapa ga pernah mau sujud sama manusia.


Tau gak, berdasarkan studi, hampir 80% kasus gak punya gejala. Artinya, manusia bisa aja berkeliaran tanpa demam, batuk, atau sesek napas dan nularin penyakit mematikan ke orang lain sepanjang jalan. Kamu bisa aja keliatan sehat, tanpa tau sebenernya kamu adalah pembunuh masal.
You can now become a Hitler without his cliche moustache.

So, what now? What we have to do?
Well, i'm no epidemiologist. Tapi gue udah ngerangkum apa aja yang penting dan perlu dilakukan saat pandemi kaya gini, dan itu gue kerjain dalam semalem. Awokawkaowk...

Kalo kalian bener-bener gabut selama WFH, silahkan baca petunjuk dari WHO disni.


1. Melandaikan kurva.
Jangan kamu pikir kamu bakal selamat dari virus ini karena tingkat kematiannya kurang dari 10%. Karena itu tolol, bahkan lebih tolol dari pejabat yang maksa mengesahkan RUU KUHP di tengah pandemi ini. Kalo kamu liat worldometer, setiap negara bentuk kurvanya hampir sama. Dari nol, mendatar, lalu tiba-tiba meroket setelah beberapa hari. Yang ngebedain adalah kapan kurva itu mulai mendatar lagi, bahkan menurun, karena setiap negara punya kapasitas kesehatan yang berbeda-beda. Bayangin kalo semua orang masuk rumah sakit bareng-bareng karena corona, Rumah Sakit jadi kelebihan beban, dan orang-orang ini bisa bikin jaringan Rumah Sakit ambruk. Orang-orang yang seharusnya dirawat karena penyakit lain jadi gak tertolong lagi, seperti pasien cuci darah, serangan jantung, atau stroke. Dan mereka bisa jadi collateral damage karena penuhnya kapasitas kesehatan kita. Disitulah tugas kita sebenernya, untuk melandaikan kurva.


2. Cuci tangan setiap abis megang apapun.
Hal paling penting untuk ngindarin penularan menurut WHO adalah dengan cuci tangan pake sabun dan air mengalir selama minimal 20 detik secara menyeluruh. Kalo kalian gak sempet cuci tangan, masih bisa pake hand sanitizer yang mengandung alkohol 70%. Inget ya alkohol 70%, jadi Intisari sama OT gak termasuk.



3. Jangan pegang muka, ngupil, ngucek-ngucek mata, apalagi jilat-jilat tangan.
Hal ini keliatan sepele, tapi ngejalaninnya bisa lebih susah daripada perjuangan menggagalkan RUU Omnibus Law. Mata, idung, dan mulut adalah pintu masuk utama virus, jadi stop pegang-pegang, apalagi kalo yang dipegang punya orang. Kalo megang aja gak boleh, apalagi peluk. Terutama kalo yang mau dipeluk udah punya orang lain. Cukup agama aja yang dipeluk, mantan dan pacar orang lain gak usah.


4. Pake masker kemanapun kamu pergi.
Karena banyak kasus asymptomatic yang gak kedeteksi, masker saat ini udah direkomendasiin sama WHO. Kalo gak punya masker medis, kalian bisa pake masker kain, jangan pake masker almond atau masker bengkoang, selain gak ngefek kamu juga keliatan tolol. Pake aja masker kain 2 lapis dengan bahan katun 100%, karena menurut penelitian bahan ini bisa nahan droplet sampe 70%.


5. Jangan pegang benda-benda di tempat umum.
Jangan suka iseng megang-megang barang di tempat umum yang sering disentuh orang. Kalo kamu lagi sial, bisa jadi barang itu abis dipegang orang yang positif corona. Kalo kamu kepaksa megang, pegang aja pake perantara lain, jangan make bagian telapak tangan. Seperti tombol lift, jangan dipencet pake telunjuk, pencet aja pake ujung mata kaki, atau pake kunci kamer kosan kalo kamu bawa.


6. Physical Distancing (Pembatasan Fisik).
Gue gak setuju dengan istilah Social Distancing (Pembatasan Sosial) karena kesannya interaksi sosial kita juga harus dibatasi, padahal yang perlu dibatasi cuma pertemuan fisik kita aja, itu pun hanya sejauh 1-2 meter. Lagipula di saat pandemi kaya gini, bukan cuma raga aja, jiwa-jiwa kita juga perlu makan. Dikasih makan ghibah misalnya, lewat media sosial.

Pembatasan fisik ini bener-bener wajib dilakuin dimanapun ketika kamu ke luar rumah dan ketemu siapapun orang yang bukan serumah dengan kamu. Jangan takut untuk dikira lebay dan parno, takutlah ketika kamu demam dan RS Rujukan udah ga bisa nampung lagi. Kalo kamu masih bingung, kamu bisa pake ini buat bantu jaga jarak.


7. #DiRumahAja
Kalo kamu termasuk kaum privilege yang bisa diem di rumah dengan kebutuhan utama masih terpenuhi, silahkan diem di rumah aja, gak usah sok-sokan jadi makhluk sosialis kalo kamu ke tempat umum cuma buat upload di Instastory. Jadilah orang-orang yang memutus rantai penyakit ini, sesuai kata Kaisar Zukowi. Silahkan nonton film atau serial seharian sampe kuota jebol dan perut makin buncit karena seharian gak ngapa-ngapain di kamer. Itu gak apa-apa, karena dengan gini, kamu udah ngebantu tenaga medis dengan ngurang jumlah pasien mereka di bangsal isolasi. Ini adalah saatnya kaum rebahan berjaya. Karena di saat pandemi kaya gini, diem di rumah aja udah bisa jadi pahlawan.


8. Keluar rumah hanya untuk hal-hal darurat aja.
Silahkan keluar rumah, tapi hanya untuk hal-hal penting aja, seperti ngambil duit, beli makan, atau ngambil duit di tempat makan. Pokoknya cuma untuk hal-hal yang bener-bener gak bisa ditinggalin, seperti dia yang selalu kamu jahatin meski udah ngasih segalanya buat kamu. Dan jangan lupa untuk selalu maskeran dan bawa hand sanitizer spray (cair) kemanapun. Hand sanitizer juga bisa dipake buat physical distancing.C aranya gimana? Kalo ada yang maksa deket-deket semprotin aja ke mukanya. Jangan lupa selalu mandi dan cuci baju sehabis keluar rumah, karena virus ini masih bisa bertahan di benda mati selama beberapa jam. Dan ingatlah, setiap kali kamu keluar rumah untuk hal-hal gak penting, mereka siap nungguin kamu depan rumah.


9. Kamu cuma bisa ngandalin diri kamu sendiri.
Wabah ini bukan kaya di film Contagion (2011), dimana orang-orang bisa berharap sama ilmuwan-ilmuwan ganteng dan cantik dari Amerika dan WHO buat merangin wabah dan secara ajaib bisa nemuin vaksin dalam seminggu. Ini semua tergantung sama kita, apakah kita bisa hidup bersih dan sehat, serta jaga jarak dengan orang lain sampe pandemi ini berakhir.


10. Berdoa.
Seriusan ini penting. Kalo kamu pikir doa itu ga penting karena selama ini kamu nyembah kaleng kerupuk dengan segala mahakaratnya, jarang beribadah, dan hidup kamu masih baik-baik aja, itu bukan karena kamu hebat. Melainkan kemungkinan besar karena ada orang-orang disekitar kamu yang ngedoain kamu setiap hari. Kalo kamu muslim, silahkan sholat 5 waktu dan berdoa. Kalo agama lain, silahkan menyeseuaikan dengan ajarannya masing-masing.


     Bersikap paranoid dan skeptis di tengah pandemi itu jauh lebih bagus ketimbang disuguhi optimisme semu. Negara-negara yang dibilang "parno" sama BuzzeRp terbukti melandaikan kurvanya dengan lebih cepet. Taiwan, Hongkong, Korsel, Jerman, dan terutama Selandia baru adalah bukti bahwa parno itu lebih baik daripada nyuruh rakyatnya enjoy aja seolah-olah ini pilek biasa. Semakin cepet penanganannya, semakin cepet juga selesainya.


Udah banyak penelitian dan kritik baik dari dalem dan luar negeri tentang proyeksi kasus corona di Indonesia, dan hasilnya gak ada yang bagus. Kalo udah terpojok BuzzeRp bakal ngeluarin jurus andalannya untuk mempertahankan bahwa ekonomi itu lebih penting dengan nyuruh kita ngeliat kondisi Venezuela yang ekonominya terpuruk saat ini. Gak usah jauh-jauh ke Venezuela, liat aja Indonesia di taun 98, ada resesi, ekonomi ancur, GDP nyungseb, tapi di 2004 ekonomi udah bisa pulih lagi. Kenapa bisa? Karena orang-orangnya masih hidup.

  

Sampe saat ini, belum ada obat dan vaksin yang terbukti ampuh untuk menangani virus ini. Yang sembuh juga belum tentu kebal dan gak ada jaminan gak sakit lagi. Beberapa artikel malah nyebut virus ini bisa jadi penyakit musiman kaya flu. Kalo udah kaya gini, sampe 2021 pun belum tentu pandemi ini berakhir selama vaksinnya belum ada. Saat ini tempat ibadah sama tempat maksiat aja udah mulai tutup, kalo pintu surga dan pintu neraka aja udah sepakat tentang hal ini, berarti ini emang masalah serius. Bahkan organisasi dunia sekelas WHO aja cuma bisa nyaranin kamu untuk CUCI TANGAN dan DIEM DI RUMAH buat ngehindarin virus ini. We're fucked.
So please, stay at home.
 

Tahan hasrat kamu buat keluyuran, traveling, atau sekedar nonton di bioskop. Plan kamu di 2020 silahkan direvisi secara berkala, jadi bukan skripsi aja yang kamu revisi. Kalo kamu mau keluar rumah tolong pikirin lagi, "perlu banget gak?". Kalo masih mau keluar? Inget mereka selalu ada di depan rumah kamu.

 

Gue akui harga yang dibayar dari Social Distancing itu cukup besar. Apalagi kalo kamu jomblo, perasaan hampa akibat Social Distancing selama berhari-hari bisa bikin pikiran jadi ngawur. Magabut secara terus-terusan juga berkontribusi menurunkan IQ sampe 30%. Kalo kaya gini terus, lama-lama IQ dengan ukuran sepatu bisa sama. Gak heran, kalo semakin magabut tingkah orang jadi semakin aneh. Pikiran jadi makin halu, berandai-andai dengan ratusan skenario tentang berbagai hal. Termasuk kalo seandainya gebetan yang kamu suka ternyata juga suka dengan kamu apa adanya, dan bisa menikah sampai tua. Atau berskenario kalo dulu lebih milih memperjuangkan dia karena menurutmu dialah sosok Siti Khadijah di Zaman Kardashian ini, dan mengingat-ngingat kembali masa kelam dimana setiap kali mau ketemuan pacarmu selalu minta dijemput di ujung gang kaya orang mau transaksi narkoba. Ada juga yang gak sengaja atau bahkan direncanakan ngescroll DM mantan atau gebetannya, dan dengan tololnya ngetik,

"Hai... Gimana sekarang? Masih suka main keong ga?"
"Kok diem? Sengaja ya biar matengnya merata?"
"Ada ranting, ada kayu. I'm nothing without you..."


Setelah berjam-jam bolak-balik buka notif, ternyata masih 2 centang biru, chat kamu cuma dibaca doang, tapi gak dibales. Padahal di awal tadi kamu sempet ngira kalo sinyalnya lagi jelek, eh setelah dipikir-pikir ternyata kamunya yang jelek.

Lagian, gimana bisa perasaanmu masuk di hatinya, kalo mukamu aja gak masuk di akalnya?
 

Terus kamu mulai kepikiran, stres, dan mulai gak betah di kamar. Sesekali keluar rumah buat cari udara segar, eh gak taunya malah dibersinin orang lewat. Malemnya kamu demam, dan dibawa ke RS Rujukan buat dirontgen thoraxnya untuk screening corona. Pas hasilnya keluar ternyata bukan foto rontgen, tapi yang keluar malah foto tuker cincin dia yang kamu sayangi tapi gak bisa kamu miliki. Emang enak?

  

Lagian kamu juga salah, di masa Social Distancing kaya gini, cewe itu lebih suka dengan tindakan nyata. Karena kalo cuma sok-sokan perhatian, pasti di DM dia udah banyak yang kasih. Sekali-kali kasih dia kejutan. Makanya nanti kalo pandemi ini udah selesai, kamu ajak dia dinner di restoran, bawain dia sebouquet bunga, terus setrum dia pake raket nyamuk.


Social Distancing juga jangan disalahgunakan buat ghosting gebetan atau ninggalin dia pas lagi sayang-sayangnya. Make alesan klasik buat ngejauhin pacar karena mau fokus UN juga udah gak bisa, karena taun ini UN dibatalin.

 

Kalian jangan takut dibilang gak produktif, karena stafsus milenium juga sama. Kalo kamu merasa gak guna karena gak ngapa-ngapain seharian, coba bayangin perasaan orang tuamu? Bayangin gimana rasanya punya anak yang gak berguna.

 

Lagian, Ini kan pandemi, bukan ajang atau kontes produktivitas. Bisa jadi gak produktifnya kamu itu malah nyelametin ratusan nyawa lainnya. Lagipula, kalian itu disebut gak produktif karena mereka masih make standar dunia 3 bulan yang lalu, dan sekarang dunia itu udah gak ada.



Ini adalah keadaan normal yang baru, dan kamu harus mulai beradaptasi dari sekarang. Kamu masih bisa make waktu Work From Home (WFH) ini nyari ilmu-ilmu baru di medsos, karena kalo kamu nyari ilmu di lereng gunung, percuma aja, jin di sana juga lagi pada WFH. Ada banyak online course dan tutorial di Youtube, dari mulai cara masak air sampe cara jadi miliarder kaya di usia dini seperti Rafathar. Yaitu dengan memenangkan lotere kelahiran, tapi sayangnya, kamu ga bisa milih lahir dari rahim orang kaya.

 

Gak usah pesimis kalo tinggal di rumah aja bakal terasa berat. Kalo kamu pikir lebih dalam lagi, kehidupan selama self quarantine sebenernya mirip dengan kehidupan waktu jaman kuliah dulu. Seharian di kamer cuma browsing meme atau nonton film, sesekali keluar kamer cuma buat beli makan atau nyari cemilan. Kondisi keuangan juga sekarat kaya taun 98, bahkan kalo ke ATM, kita lebih takut keliatan saldonya dibandingnya kode PINnya.



"Terus kita kaya gini sampe kapan?"
Mungkin pertanyaan itu cuma bisa dijawab anak Indihome yang punya kemampuan buat liat masa depan. Kita, sebagai makhluk mortal pada umumnya gak ada yang tau kapan wabah ini berakhir, negara sebelah aja gak yakin kalo di akhir taun wabah ini bakalan selesai. Mereka udah bersiap dengan skenario-skenario terburuk dan perlahan merealisasikannya. Sekarang kita cuma bisa halu, seandainya pejabat-pejabat kita bergerak lebih cepet menangani wabah ini seperti mereka bikin RUU KUHP, KPK, dan Omnibus Law, mungkin keadaan sekarang gak akan kaya gini. Pejabat-pejabat kita cuma gercep kalo kondisi tersebut menyangkut kepentingan investor, terutama investor tambang dan sawit.


  

Kadang gue sendiri bingung, kalo dipikir-pikir kita ini udah hampir 2 bulan Work From Home. Instansi-instansi kekaisaran pada tutup, dan hampir semua PNZ kerja dari rumah. Kalopun ada yang buka, jumlah pelayanannya dibatasin dan cuma yang penting-penting aja. Dengan ditutupnya banyak instansi, dan sampe sekarang kita belum collapse, berarti ada 2 kemungkinan. Yang pertama, karena sistem pemerintahan kita saat ini udah bagus banget (semuanya serba digital, inovasi 4.0, *insert all geeky stuff*, dll), atau karena kebanyakan PNZ ga jelas dan instansi ga jelas, yang kerja atau gak kerja, juga gak ada pengaruhnya. Dan jawabannya pasti karena yang pertama dong, kan pejabat-pejabat boomer kita ngerti semua hal teknis pekerjaan dan gak gaptek. Masa iya gara-gara negara kebanyakan bayarin PNZ magabut? Gak mungkin dong, ya?


"Terus apa solusinya kalo gitu? Lu jangan cuma bisa ngoceh aja, PKI !1!1!1"
Kondisi sekarang ini ibarat mesen kentang Mcd buat take away, tapi pas nyampe rumah kita malah rebahan dulu, maenan HP, membangun peradaban, sampe akhirnya lupa dan kentangnya keburu dingin. Kentang Mcd yang udah dingin itu gak enak, mau diangetin juga ga bisa, karena rasanya malah jadi aneh. Akhirnya kita cuma bisa nikmatin seadanya aja, kentang dingin segepok, dicocol saos 1 sachet sampe abis. Saat ini kapasitas kesehatan di Sunda Empire hampir menyentuh titik puncaknya, dan itu dipercepat dengan kepergian tenaga medis yang gugur di bangsal isolasi. Untuk ngadepin pandemi ini, kita ga bisa asal comot relawan meski dia sendiri tenaga medis. Mereka harus udah terlatih ngadepin penyakit menular, dan itu jumlahnya sedikit. Makanya, yang bisa kita lakukan sekarang adalah dengan mengurangi beban tenaga medis, diem di rumah, biar semua yang sakit bisa dapet perawatan. Dan semoga, kita bisa melandaikan kurvanya.


Kekaisaran emang udah berusaha banyak buat ngelawan pandemi ini, tapi itu semua belum cukup. Dengan tipe masyarakat yang ngeyel sebelum congornya dipopor ujung senapan, penerapan PSBB juga cuma jadi pepesan kosong. Checkpoint yang dibangun cuma jadi gimmick buat lapor ke atasan dan dokumentasi di medsos, sementara orang-orang masih banyak berkeliaran tanpa masker. Jalanan juga mulai macet lagi. Seandainya aparat bisa lebih tegas dan keras seperti mereka ngelawan pendemo dan petani yang berusaha nyelametin tanahnya dari penguasa tambang, mungkin orang-orang bakalan takut buat keluar rumah. Larangan mudik juga terasa percuma, orang-orang keburu pulang kampung bahkan sebelum PSBB diterapkan. Dengan lemahnya contact tracing saat ini, mereka yang pulang kampung berpotensi jadi sumber penyebaran wabah baru di kampungnya.


 

Gak perlu gelar Phd Epidemiologi buat nebak hasil akhir dari pertarungan ini. Dengan gagalnya mitigasi risiko di awal pandemi, masyarakat yang bebal dan doyan ngerokok, serta terbatasnya jumlah fasilitas kesehatan, sepertinya apa yang diprediksi dalam jurnal-jurnal ilmiah itu akan terjadi. Tanpa adanya vaksin dalam waktu dekat, kemungkinan besar Herd Immunity adalah jalan keluar yang gak sengaja kita ambil. Dan ini terjadi hampir di seluruh dunia. Pemimpin-pemimpin dunia udah mulai kewalahan. Sialnya, cepet atau lambat, masyarakat terpaksa bayar harga yang sangat mahal akibat ketertutupan informasi.



Sebenernya kalo para pengutuk kegelapan mau fair, para petinggi bukannya gak mau lockdown ataupun gak mau ngelakuin rapid test ke semua orang di Nusantara, tapi karena emang terbatasnya kemampuan finansial dan logistik yang dimiliki Kekaisaran Sunda Empire. Terlebih hal yang paling ditakutin dengan adanya lockdown ketat adalah banyaknya korban kelaparan dan meningkatnya angka kriminalitas. Kekaisaran gak bisa ngasih Bantuan Langsung Tunai (BLT) secara terus-terusan, kecuali ngutang. Itupun dengan asumsi bahwa ada negara atau organisasi di dunia yang masih bisa diutangin, karena hampir seluruh dunia kena wabah yang sama.


 

Mungkin, inilah kenapa satu-satunya upaya yang masih bisa dilakuin adalah PSBB dengan physical distancing yang ekstra ketat. Selain itu peningkatan kapasitas PCR swab test, contact tracing, dan self quarantine buat mereka yang berstatus PDP/ODP juga harus digenjot. Jadi orang-orang masih diperbolehkan beraktivitas, tapi dibatasi dan diwajibin jaga jarak dan pake masker kapanpun dan dimanapun. Orang-orang yang kedapetan gak make masker dan gak jaga jarak wajib ditangkep dan didenda. Kalo aparat gak mampu, lepas aja satwa liar dari Ragunan atau Taman Safari di tempat umum buat ngilangin kerumunan.


Selain penganut anti vaksin, ada satu lagi jenis makhluk hidup yang dianjurkan untuk jadi tumbal penangkal corona, mereka adalah para penganut teori konspirasi. Ketimbang nangkepin aktivis macem Rafia Parta, seharusnya aparat lebih giat nangkepin penyebar disinformasi dan teori konspirasi macem Yanglek dan Jerink. Mereka ini cukup berbahaya, karena bisa mengurangi upaya preventif pemerintah dan tenaga medis di tengah pandemi ini.


 

Bayangin, dengan modal akun yutub sekian juta subskreber mereka bebas nyebarin konspirasi teori corona dari yang hampir masuk akal sampe dengan yang bener-bener gak masuk akal. Seperti pernyataan seorang Dokter hewan di Yutub mantannya Aril yang bilang kalo virus corona itu sebenernya gak berbahaya. Cuk, matamu. Itu sama aja kaya bilang HIV gak berbahaya karena gak ada korban yang mati cuma karena AIDS. Belum lagi interview sesat dari Yanglek yang mengada-ngada bahwa pasien yang mati belum tentu terkena corona dan bisa jadi data kematian akibat corona dibesar-besarin macam lubang void di dalem isi kepalanya itu. Atau teori konspirasi dunia tentang asal usul corona dari akun pemuja bumi datar yang makin gak masuk akal dengan komentar-komentar di videonya. Kalo emang gak percaya dengan keberadaan corona, ya silahkan, simpen sendiri, atau kalian coba ke bangsal isolasi dan nikmatin sendiri sensasi meregang nyawanya. Orang lain yang ketiban bego, mereka yang dapet duitnya. Dan yang lebih menyedihkannya lagi, kita masih harus berbagi oksigen dengan orang-orang kaya gini.


 

Kalo para peraup adsense itu masih berkutat di sekitar Teori Konspirasi tentang Bill Gates, Elite Global, WHO, Bumi Datar, dan Iluminati, itu masih mending lah. Bisa buat bahan lucu-lucuan sebelum buka puasa. Tapi kalo nyebarin teori konspirasi bahwa Corona itu gak berbahaya demi sesuap adsense, sementara korban terus berjatuhan di bangsal Rumah Sakit, itu adalah suatu bentuk kejahatan atas kesehatan publik. Dan orang-orang kaya gini cocoknya dimasukin ke kandang Dajjal.


 

Kalo mau nyebarin konspirasi, minimal bikin penelitian dulu. Kalo masalah sains, ya dilawan dengan sains. Gak bisa kamu lawan dengan ilmu "seandainya" atau "kira-kira", karena ini bukan nebak skor togel. Lagian mustahil juga nyuruh mereka debat teori konspirasi secara ilmiah, sementara mereka bacaannya masih "Garut Kota Iluminati", "Dialog dengan jin muslim", dan teori-teori tentang Bumi Datar.


 
Tapi kenapa Bill Gates di 2015 bisa tau masalah corona?
Udah nonton video TED TALKS ft. Bill Gatesnya sampe selesai?
Ga tw, aq krang suka dngerin org ngomong pke bhsa inggris. Q g ngerti. Ini kan cuma konspirasi elit global dan perusahaan farmasi raksasa yang pengen ngurangi populasi dunia sekaligus nyari untung gede?
Sebenernya ada banyak sekali teori konspirasi tentang kenapa virus ini dibuat, dari mulai usaha pelenyapan baby boomer, orang-orang lemah, dan kaum marjinal yang tinggal di gang-gang sempit berdesakan, atau virus ini sengaja dilepas oleh CCP di China untuk menaklukan dunia, sampe teori bahwa virus ini berasal dari Tower Sinyal 5G. Dan setelah dibaca-baca, semuanya sampah.

 

Banyak orang gampang percaya sama teori konspirasi karena dalam diri mereka terdapat perasaan ingin tau dan jiwa kritis yang nyeleneh, yang selalu menginginkan jawaban yang menyeluruh meski gak masuk akal, ditambah harapan akan adanya perasaan puas dan bangga jika suatu saat nanti teori mereka terbukti benar. Padahal, gak semua hal yang belum ada penjelasannya itu selalu berarti ada konspirasi di belakangnya. Gak usah jauh-jauh ngomongin konspirasi virus corona. Kalo lu liat foto jadul jaman SD, lu ngerti gak kenapa mayoritas rambut cowo bisa belah tengah berminyak kaya jamet kuproy gitu? Udah gitu poninya ngebentuk segitiga sama sisi kaya lambang iluminati.



Denger, tugas pemerintah sekarang ini udah berat. Tenaga medis juga udah mulai kewalahan, jadi tolong jangan ditambahin lagi dengan teori-teori tolol yang gak masuk akal. Apalagi kalo kalian berpikir bahwa manusia emang pantas menerima wabah ini, karena percaya dengan apa yang diucapin Agent Smith di film Matrix. Bahwa manusia adalah virus, penyakit bagi bumi ini. Dan pandemi yang sekarang menyerang umat manusia adalah antibodi yang dikirim bumi untuk mengeliminasinya.



Ya, kalo kalian percaya bahwa manusia adalah virus, silahkan mulai menyemprot diri anda dan sekelilingnya dengan disinfektan 2x sehari. Jangan lupa semprotnya ke mata, biar ilang virus tololnya.


Sebenernya, dengan maraknya fenomena orang-orang ngebahas teori konspirasi di internet, ini adalah salah satu indikator bahwa negara kita ini sebenernya makin makmur. Karena orang dongo aja sekarang udah bisa beli kuota buat pamer ketololan mereka di Internet. Kalo gunting di rumah masih bau bumbu indomie, mending gak usah banyak gaya. Pake belaga ngatain WHO goblok karena gak bisa ngatasin pandemi ini. Lah ngitung 3x5 aja masih pake sempoa. Dengan adanya fenomena ini, seharusnya kita protes ke Kaisar Zukowi kenapa Kartu Indonesia Pintar gak pernah sampe ke mereka.

Berakit-rakit ke hulu...
Berenang-renang ke tepian...
Kapan kita bisa bangkit dan maju...
Kalo generasi penerusnya goblok gak karuan...




Setelah berbulan-bulan baku hantam dengan virus ini, akhirnya kita sadar tentang dua hal. Yang pertama, kita sadar bahwa kali ini kita menghadapi 2 pandemi sekaligus, yaitu Covid-19 dan kemahatololan umat. Yang kedua, kita juga harus sadar bahwa pemerintah itu gak sepenuhnya salah.
Jadi sebenernya siapa yang salah?

Yang salah? Ya Tukang Buah lah. Akuarium seharusnya diisi ikan malah diisi buah.

READMORE