Last But Not Least



To those who loved this world...
...and knew friendly company therein.
This Reunion is for you.





Capacity Building.
Prajab.
DTU. 

You name it... 

Setelah mental dan fisik kami dibinasahkan melalui serangkaian kegiatan di atas, lagi-lagi, gue dan 411 siswa lainnya rela mejual jiwanya kepada penguasa kegelapan demi selembar ST dan SPD lembar kedua. Bukan lagi fisik dan mental yang akan ditempa, melainkan otak kita yang akan diperas untuk mencerna Undang-Undang dan Laporan Keungan selama 17 hari. Pada awalnya, gue sempet ragu kalo kepala gue masih mampu mencerna jurnal-jurnal dan pasal-pasal di kelas nanti. Gue khawatir, kepala yang mulai usang akibat kebanyakan bikin disposisi ini malah ngeluarin asep dari sela-sela rambut karena kelamaan mantengin slide AKP.

Meskipun kegiatan utamanya bisa bikin kepala ngebul dan idung berbusa, tapi kalo dipikir-pikir, dengan ikut diklat ini berarti gue bisa kabur dari piket dropbox ketemu temen seperjuangan sewaktu kuliah dulu. Dan akhirnya gue memantapkan diri untuk mutasi ke homebase mengikuti Diklat Tidak Sesulit Dibayangkan. And yes, i voluntarily submit myself into darkness. Hail Hydra.

Diklat ini sebenernya syarat wajib bagi pegawai pemula seperti gue untuk mengikuti diklat-diklat spesialis selanjutnya. Tujuan diklat ini adalah sebagai pendidikan awal untuk melatih bagaimana cara memahami peraturan perpajakan, mengitung pajak terutang, dan bagaimana cara tidur dengan mata terbuka di dalam kelas menganalisa Laporan Keuangan.

Berdasarkan rumor yang beredar, meskipun ini tugas belajar dengan jadwal sepadet pantatnya duo srigala, seengaknya diklat ini punya beberapa hal baik. Seperti ;
  1. Kita dibebasin dari pekerjaan kantor.
  2. Kita lepas dari jeratan piket dropbox yang antriannya bisa sepanjang tembok China ketika mendekati akhir Maret. 
  3. Kita bisa pulang kampung saat weekend atau dengan perpanjang ST/Cuti di akhir Diklat. (dengan catatan atasan setuju, dan Izin cuti ente gak di-shredder, atau dijadiin scrap untuk disposisi). 
  4. Kita dikasih tempat  tinggal dan makanan. Itu gratis. Seenggaknya direimburse. 
  5. Ini adalah bagian paling penting, we can meet our half retarded friends, laugh at the weirdest shit, and have some shitty conversation about how people should do or shouldn't do with their life. And yes, we're still getting paid :) 
"Maka, nikmat Diklat mana lagi yang engkau dustakan ?" - Riwayat Abu Vulkanik


JAKARTA, 14 Maret 2015

Di Sabtu siang yang random, gue kedatangan 2 orang tamu spesial. Yang pertama, seorang teman kuliah yang semakin fasih dengan bahasa Swahili-nya, dan kini jadi delegasi KAA dari Republik Uganda. Dialah Brian, orang yang sering muncul di Wikileaks karena digosipin jadi adik kandungnya Lilian Thuram yang kabur dari perbudakan tambang berlian ilegal yang dikuasai tentara RUF di Sierra Leone, Afrika.

Meskipun sering diejekin secara rasis oleh temen di sekitarnya, sampe saat ini Brian selalu bersikap baik terhadap majikannya teman-temannya karena dia selalu mempedomani setiap kata-kata mutiara yang muncul di lini masa fesbuknya. "Kulit boleh gelap, tapi masa depan harus tetep cerah".

Dan ini terbukti, dengan kerjaan yang cuma ngeregister Surat Masuk dan Surat Keluar tiap harinya, dan sesekali bikin ST fiktif buat penggalian potensi Batu Akik di sekitar Lahat, kini THP si Brian udah menyentuh tujuh koma. Ya, tanggal tujuh udah koma. 

Tujuan si Item ke kosan gue cuma mampir, soalnya dia mau ketemu temennya di Kedubes Somalia Lapangan Banteng. Berhubung si Item gak akan lama, akhirnya gue ajak si Item ke tempat fotocopy buat ngejilid resume, terus beli martabak manis di Cikini. Setelah itu dia langsung ngeloyor pergi ke Kedubes Somalia Lapangan Banteng buat ketemu temennya.

Gak lama setelah itu, gue langsung ke Gambir buat jemput tamu yang ke-dua. Orang itu adalah Ajis, seorang mantan Vocal Lead Kufaku Band yang kini berniat busuk untuk menjadi petugas loket VAT Refund supaya bisa godain bule homo. Kalo ada orang yang penampilannya paling absurd di seluruh penjuru Monas, gue rasa Ajis salah satunya. Dateng berpenampilan ala Richmond Valentine dengan mengenakan semi blazer-semi hoodie hitam, celana bahan cokelat, sepatu kets hitam putih, dan Topi Pokemon sambil nyeret koper dari pintu keluar Gambir, bikin Ajis lebih mirip kaya finalis KDI asal Uganda yang mau pulang kampung karena kalah jumlah voting.


Gak lama setelah itu, kita langsung merapat ke kosan, ngerapihin barang bawaan yang udah di-packing tadi siang, dan berangkat ke Pusdiklat untuk sebuah misi mulia. Sebuah misi untuk mendapatkan cap pada ST dan SPD lembar ke-dua. 


KAFENGEMUT

Taksi yang kita naikin berhenti di depan gerbang sebuah SMA, itu sesuai petunjuk pesan Wasap dari Didit. Gak jauh dari gerbang SMA, berdiri seorang pria yang perawakannya mirip dengan Uya Kuya. Yap, itu adalah Didit yang lagi garukin selangkangannya.

Kita berdua langsung di anter si Uya ke kosan yang udah dipesen sejak 2 minggu yang lalu lewat O*L*X. Kita nyari kosan lewat situs jual-beli karena gak punya info tentang kosan di daerah sini, soalnya kalo kita nanya ke temen-temen yang lain, tipikal jawaban mereka adalah ;

"Duh gue juga belum dapet nih, masih banyak kerjaan",
"Di kosan gue juga udah full bro, coba tanya ke yang lain aja".

Atau jawaban menghindar seperti; "Udah booking sama temen sekantor" lah, "Tinggal di rumah tante" lah, "Udah dibooking sama tante-tante" lah. Dasar Yahudi.

Sejujurnya, gue khawatir kalo kosan yang udah dipesen lewat O*L*X kemaren adalah sebuah tipu muslihat belaka dan skenario selanjutnya kita berempat bakal tidur di emperan ruko dengan alas kardus karena gak dapet kos-kosan di hari pertama.

Gue : "Kosannya yang mana?"
Didit : "Ini lho, Pak." *sambil nunjuk ke sebuah cafe berbentuk ruko di sebelah kios pesan-ntar pizza*
Ajis : *memulai bait pertama lagu Kufaku*
Gue (dalam hati) : "Kosannya di dalem Kafe ? Yang bener aja ?"

Didit berjalan paling depan, terus ngebukain pintu cafe.
Didit : "Gama udah di kamer. Kamermu di lantai 3, nomer 26"
Ajis : *masih nyanyiin bit demi bit lagu Kufaku*

Gue ngelirik ke arah tulisan di tembok kafe itu. "Kafengemut", begitu tulisannya. Namanya seolah gak asing di telinga gue, dan setelah gue inget-inget ternyata nama kafe ini sama dengan user ID si penjual di O*L*X, dan itu ngebuat gue sedikit lega. "Ternyata bukan kosan fiktif" *ngelus dada Chelsea Islan*

Kita semua naek ke lantai 3, di sana udah ada seonggok kulit sisa sunat yang ditiupkan ruh ke dalamnya. Itulah Gama, manusia berkacamata dengan idung hasil cangkokan teripang laut yang selalu sok sibuk dengan hape 6 inch-nya. Waktu pertama kali ketemu, Gama udah ketawa cebol khas Tyrion Lanister sambil nunjuk-nunjuk ke arah gue dan Ajis. Dasar PKI.

Oke lupakan si kulit sisa sunat itu...
Gak lama setelah berbasa-basi di teras lantai 3, tiba-tiba seorang perempuan paruh buaya muncul lewat lubang kunci, dengan bentuk awal seperti logam cair lalu bermetamorfosis menjadi wujud manusia seperti Robot T-1000 di film Terminator 2. Itulah Mbak Ipah, semacem Manager kosan yang juga sekaligus mata dan telinga bagi kosan ini. Dengan penampilan yang kemana-mana selalu make daster dan roll rambut, Mbak Ipah keliatan seperti Landlady di film Kung Fu Hustle.


Kemunculan Mbak Ipah saat itu untuk ngebagiin secarik kertas yang berisi tata tertib kosan yang sangat panjang sehingga terlalu males untuk dibaca dan hal paling fundamental di kosan ini --user dan password mikrotik-wifi. Kita berempat dikasih masing-masing 1 user dan password untuk mencegah kanibalisme antar penghuni kosan karena rebutan bandwidth. Terutama kalo gue sama Ajis lagi maen DotA, sementara Gama lagi asik buka 11 tab situs dokumenter tentang Nazi sambil streaming xMarmut. Belum lagi kalo si Didit download Full Album Kangen Band ditambah 17 ebook tentang Pedoman Hidup Yahudi Ortodoks via Torrent. Kan jadi ngelag.

Fasilitas kamer di sini lumayan bagus. Dengan adanya AC, spring bed, shower, dan Air Panas, kosan di sini jauh lebih mulia daripada kosannya Ajis waktu jaman kuliah yang lebih mirip kandang Luwak ketimbang kamer manusia. Di sini juga disediain jasa laundry yang bisa nyuci hampir semua jenis kain, kecuali karpet dan busa helm. Di lantai 3, tepat di depan kamer gue, juga ada pantry dengan perabot yang lengkap. Ada kulkas, dispenser, microwave, lemari, mesin cuci, TV, gergaji mesin, bor listrik dan mesin pemotong rumput. Ini kosan apa Ace Hardware ?

Intinya, di sini hampir semua ada. Kecuali jodoh dan SK mutasi homebase. Eaaaa...

Siswa diklat yang jadi penghuni Kafengemut ternyata bukan cuma kita berempat. Setelah sedikit bersosialisasi dengan makhluk setempat, seenggaknya ada beberapa makhluk di lantai 2 yang gue kenal, ada Mona, Pintha, temen sekamernya Mona yang tinggi kaya menara SUTET, Agus, temen sekamernya Agus yang name tag-nya dibakar sama Gama pas inaugurasi dan Dicky.

Dicky ? Siapa sih Dicky ?

Dicky ini temennya Gama, Gama ini temennya Didit, sementara Didit temennya Ajis, dan Ajis temennya gue. Terus gue temennya siapa ? #apasih #gajelas #latepost #iphonesia #tukin #picoftheday #abaikan.

Secara singkat, Dicky adalah seorang pria keturunan Melayu Astronesia berkulit gelap yang punya brewok di bawah ketiaknya dan berbadan tegap persis seperti tentara ISIS. Menurut rumor, Dicky itu sebenernya hasil perkawinan silang antara Dugong air dengan perubahan terakhir dari pokemon King Kong berelemen tanah, dan makanan favoritnya adalah belerang dan pasir Gambut. Kalo Bulan Purnama, Dicky bisa berubah jadi Oozaru (Kera raksasa di film Dragon Ball) dan ngeluarin Kamehameha dari mulutnya.

Oke, abaikan. Itu cuma khayalan gue karena kebanyakan ngisi logbook.

Sebenernya si Dicky ini nge-book kamer bareng kita berempat di kafengemut, tapi karena bau badannya yang semerbak kaya kentut musang kamer di lantai 3 udah penuh, akhirnya Dicky ditumbalin jadi penghuni lantai 2. Meskipun dia sering diasingkan dari pergaulan dan lebih milih mengurung diri di kamer kosan karena diem-diem sering buffering Video Goyang Dribble, tapi Dicky keliatannya tetep bahagia. Mungkin karena di kamer sebelahnya ada Mona. Atau mungkin karena dia homebase ?

Wallahualam.


KEMANGGISAN, 15 Maret 2015

Seperti perkiraan gue, sejak hari ini sebagian besar manusia yang berkeliaran di sekitar Kemanggisan adalah mantan penghuni Jurangmangu. Ane haqul yaqin kalo sebagian tempat nongkrong di sekitar kemanggisan bakal dipenuhi temen seangkatan (2012). Karena udah jadi sifat alamiah mereka untuk selalu membentuk koloni, dan gak pernah jalan sendiri ke manapun. Jadi kalo kita ketemu salah satu dari mereka (di Mall misalnya), dia gak mungkin sendirian, pasti ada temennya --yang entah dimana-- berkamuflase diantara kerumunan manusia. Entah ketinggalan rombongannya gegara sibuk dengan hapenya, atau lagi nyamar jadi orang ke tiga di antara hubungan orang lain. #lah?

Gak di angkringan, ATM, tempat sampah, tempat fotocopy, Indomart, Sevel, pasti ada mereka. Dan udah jadi sunnah muakad hukumnya bagi kita untuk pura-pura sok akrab menyapa, menyalami dan senyum-senyum ga jelas kalo ketemu mereka. 

Pejalan Kaki dengan wajah tipikal mantan penghuni Jurangmangu : "Eh, bro. Gimana kabarnya ?"
Gue : "Oiii, bro... Sehat nih. Lu gimana ?
Pejalan Kaki : "Sehat bro. Gue duluan ya !" *berjalan cepat sambil nenteng resume KUP*
Ajis : "Itu siapa ?"
Gue : "Ga tau. Pura-pura kenal aja."
Gue sama Ajis : "HAHAHAHAHAHA..."

Kalo cuma ketemu sebiji-dua biji sih gapapa, tapi kalo udah tiap 10 meter ketemu mereka, kadang pegel juga ngulang percakapan yang sama. Seolah-olah Deja vu yang dibuat-buat, apalagi kalo udah kebelet pipis dan pengen nyebrang jalan, tau-tau ada temen nongol dari pintu Indomaret dan ngajak basa-basi. Disitu kadang gue ngerasa pengen ngelus kepala mereka pake bongkahan batu bacan.

Tapi gimanapun juga, bisa di-SKSD-in temen-temen kuliah saat itu adalah gangguan terbaik yang bisa kita terima. Seenggaknya, itu berarti masih ada orang yang kenal dan peduli dengan kita. Cailah. *benerin sempak yang nyelip*

Tempat yang paling rame dikunjungi mantan penghuni Jurangmangu adalah Sevel. Kalo malem minggu, tempat ini gak kalah ramenya dengan lapak batu akik di pinggir alun-alun. Kalo udah ngumpul begini, mereka sering khilaf beli cemilan dan minuman ringan yang bahkan mereka gak tau namanya dalam jumlah yang sangat banyak, seolah-olah mau buka warung kelontong sendiri. Terutama rokok, semua orang mendadak loyal dengan rokoknya, beda banget dengan jaman kuliah yang kalo ada rokok sisa sebatang aja ngisepnya sampe ganti-gantian.

Yang paling absurd dari Kemanggisan adalah dengan jalan yang hanya selebar +- 7 meter, tapi macetnya minta tukin ampun. Bahkan untuk nyebrang ke indomaret pas jam 9 malem aja, bisa makan waktu 2 menit lebih. Karena kendaraan yang lewat bener-bener rame, mulai dari motor, mobil, taksi, metromini, sampe Tank baja. Dan cara nyebrang di sini itu aneh, kalo kita mulai nyebrang di saat jalan agak senggang tapi ada motor dari arah kanan, motor itu malah tetep ngebut seolah-olah nyuruh kita untuk jalan lebih cepet (bahkan lari) ke sebrang jalan, bukannya ngelambat dan ngebiarin kita nyebrang dengan damai. Kalo kita sengaja nyebrang dengan santai (sambil baca modul misalnya), dan motor dari arah kanan sampe "kepaksa" ngerem, si pengendara motor itu malah ngeliatin dari balik helmnya dan nge-klakson kita seolah-olah kita yang salah. Wadefaq ?


 
PUSDIKLAT, 16 Maret 2015

Setelah ngerasa ganteng dengan sisiran belah pinggir dan memakai kemeja hitam-putih berdasi layaknya pegawai training Indomaret, gue, Ajis, Didit, Gama, dan Dicky berangkat ke Pusdiklat bareng-bareng. Waktu itu masih jam 6 pagi, tapi jalanan udah dipenuhi mantan penghuni Jurangmangu yang bergerak menuju Pusdiklat. Maklum, jadwal masuk hari pertama itu jam setengah tujuh pagi, dan semua orang pasti gak mau telat di hari pertamanya.

Sesampenya disana gue ngerasa agak sedih dan kecewa. Sedih karena liat temen-temen gue sekarang perutnya makin six pack yang dilapisi sebuah lapisan lemak berbentuk lensa konveks, dan ngerasa kecewa karena acara yang "katanya" bakal dimulai jam 6.30 ternyata malah ngaret. Nasib kita jadi ga jelas, di gantungin di lapangan kaya jemuran sempak. Padahal kasian anak-anak yang rambutnya udah klimis dengan pomade, atau cewe yang tebel bedak di mukanya nyampe 2 inch kaya es krim Walls. Kan keburu luntur. *pukpuk pake sekop*

Tapi ada untungnya sih, dengan ngaret gini berarti kita punya waktu lebih untuk sekedar ngobrolin hal-hal sepele, seperti ngegosipin isu penempatan dan ngehayalin isu kenaikan tukin, ngobrolin tentang COC, atau sampe mempertanyakan "Kok bisa ada anak Setjen sama Bepepeka di sini ?". Eaaaaaaa...

Sama kaya waktu ngumpul di Pusdiklat pas DTU, sepertinya kita ga peduli kalo soal KUP nanti bakal sesulit minta ijin cuti di akhir tahun. Bagi kami, yang penting kita bisa ketemu temen-temen kuliah. Dari temen yang paling pinter sampe yang kapasitas ingatannya cuma setara disket, dari yang paling akrab sampe yang cuma temenan di Sosial Media doank, dan mereka-mereka yang pernah ngasih kisi-kisi palsu semalem sebelum ujian, juga gue temui di sini. Bisa jadi, ini adalah momen terakhir buat ketemu dengan temen seangkatan (2012), karena setelah DTSD ini, diklat-diklat selanjutnya belum tentu bisa bareng satu angkatan. It might be last, but it's not least.

Aura yang terpancar dari wajah temen-temen seangkatan adalah aura kebahagiaan seolah-olah dapet rapel tukin 7 bulan. Sepertinya, mereka baru saja melupakan banyak hal pait yang terjadi di kehidupannya. Mereka lupa kalo disposisi di kantor gak bisa jalan sendiri ke meja Kasi, atau lupa kalo di meja kerjanya masih banyak surat dan Nota Dinas yang masih harus dinomerin, dan lupa update info gebetan yang mulai balikan lagi dengan suaminya.

Setelah nunggu di lapangan parkir sampe betis berkarat, akhirnya ada tanda-tanda bahwa upacara pembukaan akan dimulai. Seperti biasanya, pelatih dari Pasukan Khusus melakukan sayembara untuk mencari beberapa makhluk terpilih sebagai tumbal perangkat upacara. Setelah itu, upacara pun dimulai.

Selesai upacara, kita semua digiring ke aula lantai 2 di gedung depan lapangan upacara yang dekorasi ruangannya diberi banner bertuliskan kata-kata mutiara yang kalo diperhatiin banyak yang gak memenuhi kaidah EYD. Di sini kita semua bakal disambut oleh pihak Pusdiklat dengan Welcoming Party. Jujur gue sendiri gak berharap banyak dari acara ini, karena gue pikir acaranya bakal full ceramah dengan keadaan semi-tegang semi-ngantuk.

Namun ternyata...
Acaranya seru juga, terutama karena Widyaiswaranya/WI (Dosen) yang gokil abis. Mereka masuk ke panggung sesuai cluster (mata kuliah) masing-masing. Ada KUP, PPN, dan PPh. Tiap cluster yang masuk diiringi musik berbeda-beda, dari musik pop, dangdut, bahkan sampe joget India-indiaan. Setelah ngeliat pembukaan seperti ini, gue berharap nanti sewaktu Pak Kapus naik ke mimbar bakalan diiringi backsoundnya John Cena.


 
 Oke, yang ini jelas gue terlalu ngayal. 

Ada satu momen dimana gue dan beberapa siswa diklat lainnya dibikin terkejut, yaitu pada saat tirai merah dibelakang panggung terbuka secara tiba-tiba dan ternyata udah ada sebuah band dari Widyaiswara yang udah siap nge-jam. 

Woowww...Leh Uga nih dosen-dosen kita.

Setelah acara di aula selesai, kegiatan langsung dilanjut dengan kelas Kapita Selekta. Agak kecewa sih. Padahal gue yakin gak cuma gue yang berpikir kalo acara hari ini (seharusnya) cuma perkenalan - ngumpulin resume, ST, dan SPD - bagi-bagi modul diklat - terus pulang. Kan kzl. 


OUTFIT

Kalo gue perhatiin, gaya berpenampilan siswa di sini 75% hampir sama semua. Rambut mereka disisir rapih dengan model 'klimis-undercut' yang dibalur gel rambut, pomade, ataupun minyak tawon. Kemeja lengan panjang yang dipake berwarna putih polos dan dipadukan dengan celana bahan berwarna gelap dengan model slim-fit yang sepertinya bikin biji agak gerah dan susah bernapas. Kebanyakan dari mereka menggunakan sepatu pantofel berwarna hitam mengkilap yang disemir dengan Kiwi Cair yang dibeli secara dadakan di Indomaret. Biasanya sepatu yang dipake bermerk indie-mainstream seperti ; "Fladea", "Modella", ataupun "Pongki Komaladi". Malah terkadang ada yang masih bau "Matahari" atau "Hypermart". Sedangkan di jarinya memancar dengan indah kilauan batu akik sebesar telor asin yang selalu digosok tiap pagi sebelum berangkat.


Selama di lingkungan Pusdiklat, selain kemeja putih-item yang harus dipake tiap hari, kita juga diwajibin make dasi dan name-tag yang bentuknya persis sama dengan name-tag DTU. Gue gak tau kenapa kita harus selalu make name-tag sama dasi, mungkin supaya Satpam di sini bisa bedain yang mana Siswa Diklat dan yang mana pegawai Indomaret Pusdiklat. 

Kemeja hitam putih dengan segala atributnya itu sebenernya bersifat wajib, kecuali ada yang mau jadi Enemy Of The State dengan bikin temen sekelasnya dipush up di atas Paving Block pas Apel pagi karena gak make sepatu pantofel yang disemir mengkilap, gak make celana hitam, atau mukanya dibawah standar DTSD tasnya bukan Wakatobi. Ya, sepertinya itu semua gak wajib.


Sebenernya kita juga disuruh bawa batik lengan panjang untuk kegiatan malem hari dan pakaian olahraga (training). Tapi untungnya sayangnya, acara malem hari gak pernah ada dan baju batik pun hanya berakhir di tumpukan paling bawah di dalem tas ransel, sedangkan kaos olahraga dan celana training berakhir jadi baju paling nyaman untuk tidur.


KELAS


Semua siswa DTSD diberi kehormatan untuk belajar di Gedung N. Gedung ini
terdiri dari 3 lantai yang terletak disudut area pusdiklat, dan hanya beberapa langkah saja dari Musholla. Jadi kalo ada yang tetiba nangis pas liat soal ujian, mereka bisa langsung Sholat Tobat dan berdoa meminta ketabahan buat liat pengumuman kelulusan DTSD di SIKKA.


Kalo menurut pengumuman yang beredar secara unofficial di Grup Wasap, gue ternyata dijebloskan di kelas C bersama 41 orang lainnya. Ruang kelas di sini diisi dengan kursi yang disusun membentuk huruf U dimana meja dosen berada tepat di depan-tengah ruangan sebagai pusat gravitasinya. Gue sempet curiga kalo susunan kursi seperti ini emang sengaja didesain untuk mempermudah Widyaiswara nunjuk siswa buat maju ke depan sekaligus mencegah siswa bersembunyi dibalik punggung siswa di depannya untuk tidur siang. Tapi gays, sebenernya yang bikin males itu karena kita jadi gak bisa gabiletong (garuk biji lewat kantong) soalnya jarak kursi di sini terlalu rapet, apalagi kalo di seberang kita ada siswa yang duduk menghadap kita. Coba bayangin, kalo lagi gabiletong terus cowo di seberang kita secara gak sengaja ngeliat kita, dan terjadi adegan slow motion dimana kita saling tatap-tatapan.

  
Njirr... Kan awkward banget.

Kesulitan untuk mencari spot yang dapat menghindari sorotan Dosen pun bertambah karena kita gak bisa milih kursi sendiri. Semua kursi di kelas udah ditempelin papan nama di depannya. Waktu pertama kali masuk kelas, perasaan gue agak dag-dig-dut seperti ada yang meletusin balon hijau. Gue khawatir, nama gue terpampang di kursi yang letaknya tepat face-to-face dengan dosen atau tepat di samping dosen.

Namun di dalam kesulitan pasti ada kemudahan.
Di tengah krisis nyari spot yang enak untuk tidur menyerap materi, ternyata nama gue terpampang di kursi barisan kedua arah jam 7. Tepat di depa gue ada mantan mahasiswa peringkat 3 sejurusan yang bisa ditanyain kalo otak gue mulai ngehang sewaktu menyerap materi, dan di sampingnya ada Fajrin yang badannya cukup untuk ngeblock radar dosen buat nunjuk siswa maju ke depan. Kurang strategis apa lagi coba ?

Kedua dari sebelah kiri gue, ada sebuah miniatur manusia yang diberi nyawa. Namanya Yayan. Yayan ini biarpun mini, tapi kejantanannya boleh diadu sama Agung Hercules. Siapa sangka, dari puluhan pria di kelas, ternyata cuma Yayan seorang yang udah kimpoy dan punya anak. Gile ga tuh ?

Gue yakin, bukan cuma gue yang ngehapus Yayan dari list ketika ada dosen yang nanya "Siapa di sini yang udah nikah?" or even "Siapa yang udah punya momongan?".

Di samping kanannya Fadjrin, ada Rizki dan Hilda. Dua orang ini kalo kemana-mana selalu bareng, dempet berdua macem biji gorila. Awalnya gue sempet mikir kalo dua orang ini terjebak dalam friendzone atau zona laknat semacanya. Ternyata deduksi gue salah, 2 orang ini ternyata pacaran setelah gue tau mereka jalan berdua di MTA sambil ketawa-ketawa kaya orang gila di depan restoran Jepang.


TOILET

Dari semua ruangan yang ada di Gedung N, gue rasa toilet cowo adalah ruangan yang keadaannya paling gak memenuhi kaidah estetika dan fengshui. Hal ini juga sudah diakui Dosen Penilaian yang menurutnya memang agak aneh desainnya.

Toilet di sini letaknya terjepit seperti biji diantara selangkangan 2 kelas paling ujung di deket tangga. Salah satu hal yang aneh itu pintu toiletnya, karena letaknya saling berhadapan antara toilet siswa dan siswi. Hal ini ditengarai dapat memicu sebuah keadaan awkward yang tak terelakkan ketika seorang siswa keluar dari toilet sambil benerin sleting sementara di saat yang sama seorang siswi keluar dari toilet seberang, lalu terjadi adegan saling tatap-tatapan selama beberapa detik. Kemudian keduanya bergegas pergi belawanan arah.

Tapi hal yang paling absurd dari toilet cowo adalah kalo pintunya kebuka dan ada orang yang lewat di luar toilet, orang tersebut bisa ngeliat mereka yang lagi pipis di urinoir. Bisa lebih absurd lagi kalo orang yang sedang pipis malah nengok ke belakang dan jadi adegan slow motion dimana orang yang pipis dengan orang yang lewat malah saling tatap-tatapan. Kemudian orang yang diluar berjalan masuk ke dalam toilet dan meletakkan telunjuknya di bibir orang yang lagi pipis seraya mengatakan, "Ssshh... Barangnya cakep, Ciyn.." 

Gue jamin seisi toilet pria bakalan berhamburan keluar.

Toilet cowo itu emang paling brutal, kalo lu orang yang pertama masuk toilet di hari itu, pasti toiletnya masih bersih dan rapih. Beda halnya kalo lu jadi orang ke-87.654 yang masuk ke toilet itu, pasti keadaannya jauh lebih mengenaskan. Bau bangke Komodo bisa tercium ketika pintu pertama kali dibuka, tisu toiletnya abis, air kerannya mati, dan kalo siang biasanya bau Super atau Garpit. Yang paling absurd itu kondisi klosetnya yang bisa becek gak jelas gitu, airnya nyiprat kemana-mana sampe ke tembok. Coba lu bayangin deh, cowo itu kan tititnya cuma satu, dan gue rasa kencing pun seekstrim-ekstrimnya gak akan sekuat selang Mobil Pemadam Kebakaran. Bahkan kalo boker, gue rasa cebok dengan selang pun gak akan sedahsyat itu, kecuali kalo pantat ente bisa muter-muter ke atas kaya Bayblade. Dan itu mungkin bisa ngejelasin kenapa bekas cipratannya itu bisa sampe ke seluruh penjuru ruangan bahkan ke dinding setinggi 1,5 m. Coba bayangin itu pipisnya kaya gimana ?

 
Mungkin kaya gini.


KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR

Secara garis besar, Diklat ini hampir sama dengan kuliah di Kampus. Bedanya kalo dulu jadwal kuliahnya agak longgar tapi bikin otak tegang, kalo sekarang jam kuliahnya full (7 pagi -5 sore) tapi lebih nyantai. Mungkin karena materinya udah pernah diajarin di kampus dan Widyaiswaranya asik-asik. At least most of them.

Umumnya, dalam 3 kali pertemuan kita harus bisa menuntaskan satu pelajaran dan menghabiskan satu buku, kecuali materi-materi penunjang yang gak ada ujiannya. Jadi tiap hari kita belajar satu materi yang sama, dengan Widyaiswara yang sama, dari jam 7 - jam 5, sampe idung keluar buih. Gak heran, kelar kuliah muka anak-anak langsung pada lesu seolah-olah nyawanya keisep sama modul diklat.

Sebagian besar Siswa Diklat disini adalah penganut fanatik paham Ilmu Padi, "Semaki diisi (ilmu), semakin merunduk". Apalagi pas jam 2 siang setelah makan, mata itu rasanya kaya digelendotin bayi gajah, mau melek aja susah banget. Giliran dipaksa melek, yang diliat di papan tulis malah jurnal sama neraca.Gimana gak merem lagi coba?

Dari info yang gue baca, otak manusia itu cuma bisa mengingat sekitar 15% dari apa yg dipelajari setiap harinya. Jadi kalo sehari belajar 30 halaman, berarti hanya sekitar 4-5 halaman yang bisa diserap otak. Kalo udah gini, ya berharap aja diantara 4-5 halaman itu ada yang keluar di Ujian.

Pelajaran yang paling gue suka itu Kapita Selekta, karena ga ada materi yang berhubungan dengan Jurnal, Undang-Undang, atau pun Laporan keuangan, yang ada hanya games, kuis, dan cerita inspiratif. Beda banget lah dengan kelas PPh yang tiap liat latian soal bawaanya pengen nabok kepala temen sebelah make berkas SPMKP. Selain itu Dosen Kapita Selekta juga gak pernah nanyain IP maupun penempatan, karena gue paling males kalo ditanyain IP dan penempatan. Kalo ada yang nanyain itu, gue dan Sam langsung ngerasa paling berdosa.
 
Selain tawa dan canda, di Kapita Selekta juga kita diajarin tentang moral dan perilaku yang bisa diambil dari cerita-cerita inspayring. Sebagai contoh adalah kisah tentang Johnny The Bagger, yaitu seorang penderita Down Syndrome yang bekerja di sebuah minimarket dan hobinya nyelipin Quotes of The Day di tiap bungkusan plastik yang dia kerjain.

Tapi kalo ada Dosen yang nanyain, "Siapa diantara kalian yang ingin jadi seperti Johnny ?".

Emangnya ada yang mau jadi penderita Down Syndrome ?

Di pelajaran ini kita pernah disuruh menulis impian dan hal-hal yang bisa bikin kita bahagia. Kebanyakan siswa menulis tentang impiannya untuk bisa penempatan di hombes, ikut beasiswa pendidikan DIV, dan berkeluarga. Kalo gue sedikit beda, di akhir paragraf gue sisipin sebuah keinginan dimana suatu saat nanti gue bisa mandi di kolam air mata orang-orang yang berniat busuk sama gue. Hakhakhak.

Sejujurnya, yang paling gue suka dari pelajaran ini adalah hadiah cokelat yang didapet ketika lu nanya, jadi volunteer, atau jawab pertanyaan --gak peduli seberapa absurd pertanyaan atau jawabannya. Asal jangan niru gaya hormat Aristokrat Jerman sambil naikin tangan kanan dan tangan kiri nutupin kumis, terus nanya "Pak, boleh ke belakang?" dan berharap dikasih coklat, sepertinya cokelat batangan akan terus mengalir ke pundi-pundi kantung syodara.


Di pelajaran ini kita bisa dapet cokelat sebanyak mungkin selama jatah cokelat masih ada. Sejak itu, perebutan gelar sebagai para pemburu cokelat pun dimulai. Siswa Diklat yang tadinya diem cuma pura-pura dengerin dosen padahal sibuk nge-path mendadak jadi antusias dan bringas kalo ada kesempatan nanya, yang tadinya sibuk ngantuk langsung melek, dan yang pura-pura mati sewaktu ditunjuk maju langsung idup lagi. Dan itu semua hanya demi sebatang cokelat.

Di akhir diklat, coklat yang gue bawa pulang ada sekitar 10 biji, itu belum termasuk coklat yang dimakan selama di kelas, atau yang dihambur-hamburin sama temen sebelah. Gue sempet kepikiran, gimana kalo gue banyak nanya, ngumpulin cokelatnya, terus dijual lagi ke panita Diklat buat dibagiin ke kelas-kelas. Profit ?

Sayangnya, rencana busuk gue sepertinya harus ditunda, karena semenjak minggu kedua jatah cokelat udah mulai berkurang dan tergantikan dengan minuman ringan seperti Keringet Ponari dan Palpi Orens yang langsung dibagiin ke tiap siswa. Pergantian coklat juga membuat antusias siswa untuk bertanya menjadi berkurang. Dan sepertinya, para pemburu cokelat itu kini sudah menggantungkan pulpennya dan milih menjadi free rider seperti biasanya.

Setelah beberapa hari di kelas C, gue sadar kalo kelas ini sepertinya agak aneh. Mungkin kalo di kelas lain banyak yang cuma ngerti teorinya aja -- dimana siswanya ngerti kenapa pos-pos ini dikoreksi (positif/negatif) tapi ga ngerti cara nerbitin produk hukumnya, atau cuma ngerti prakteknya aja -- dimana siswanya tau gimana cara nerbitin produk hukumnya tapi ga ada yang tau kenapa pos-pos ini harus dikoreksi. Nah, kalo di kelas gue gak kaya gitu, lebih hebat lagi, kita ngegabungin unsur teori dan praktek dimana siswanya gak ada yang ngerti kenapa pos-pos ini dikoreksi dan gak ada yang tau gimana cara prosedur untuk nerbitin produk hukumnya. Wkwk.

Beberapa siswa di kelas ini juga kelakuannya nyeleneh, kadang ada yang suka ketawa-ketiwi sendiri, terus diem, dan beberapa detik kemudian ketawa lagi kaya orang kebanyakan ngisep Hit Elektrik. Ada juga mereka yang selalu gak bisa lepas dari smartphonenya buat update moment di Path, FB, dan twitter. Yang belajar ya tetep belajar sambil pura-pura mikir, yang sibuk ngurusin berkas SPD atau tugas AKP tetep sibuk dengan rekapannya, yang pelor (nempel langsung molor) tetep berusaha nyari posisi yang paling enak buat tidur sambil pura-pura baca buku.

...
...
...
And the award goes to...
...
...
...

Namun dari semua jenis manusia yang ada, gue paling males sama orang yang kelakuannya kaya Yahudi. Yaitu orang yang kalo di kelas kerjaannya nanya mulu kaya orang mudik, dan ngejawabin pertanyaan dosen dengan tujuan biar keliatan pinter dan ngedapetin perhatian siswi paling cakep di kelas poin berupa tanda titik di samping nama di lembar absen yang dipegang dosen. Orang yang berprinsip "yang penting nanya, bukannya nanya yang penting" seperti mereka bisa jadi lebih annoying dari Theon Greyjoy kalo nanyanya saat detik-detik mau pulang. Udah gitu, pas dosennya udah beres-beres mau pulang, si monyet ini malah nanyain tugas buat dikumpulin.

  
Njirr..., kurang Yahudi apalagi coba ?

Percaya atau enggak, tempat paling gelap di neraka selalu dicadangkan untuk orang-orang seperti mereka. Dan di akhir zaman nanti, titit mereka bakal kering mengkerut sampe cuma segede cabe rawit terus patah dari selangkangannya kaya sterofoam.


WIDYAISWARA

"Kami memberi pendidikan kepada syodara dengan pengajar-pengajar terbhaekkk, Widyaiswara terbhaekkk... Saya jamin itu. I guarantee it!!"

Sepertinya ucapan Bapak itu bener. Dari semua WI yang ngajar di kelas gue, seenggaknya lebih dari setengahnya ngajar dengan cara yang asik. Asik itu sebenernya gak harus meriah, bertaburan Silver Queen, atau banyak gamesnya, yang penting WInya gak pernah nunjuk siswa untuk maju ke depan, slidenya gak monoton hitam-putih kaya eek cicak, gak nanyain soal IP atau penempatan, dan pukul rata nilainya A semua gaya ngajarnya gak kaya Terrence Fletcher yang salah dikit langsung lempar simbal ke arah siswa. Mungkin kalo ada yang kaya gitu ngajarnya yang dilempar bukan simbal, tapi modul PPh.


WI disini kocak-kocak orangnya, terutama yang muda. Ada yang suka ngelawak (meski kadang garing), ada yang suka nyanyi, ada yang suka bikin games, dan ada yang bisa sulap. Sulap yang digelar di depan kelas memang bukan sulap besar seperti melipatgandakan tukin atau mindahin kota penempatan ke homebase, tapi seenggaknya sulap yang dia bikin dengan peralatan sulap ringan yang dibelinya dari tokonya Dedi Corbuzyet udah cukup bikin ngakak dan jauh lebih menghibur daripada melototin modul PPN.

Tapi dari sekian WI yang ngajar, ada satu dosen yang agak creepy. Waktu itu kelas gue digabung dengan kelasnya Gama karena ada WI yang berhalangan hadir. Sesampenya di kelas, WI yang satu ini langsung nunjukin foto beberapa siswa secara bergantian di layar proyektor dalam ukuran penuh. "Ayo tebak, ini siapa?", ucapnya sambil senyum ala Hannibal Lecter.

"Eh, Ini kan fotonya si A, terus yang ini kan si B."
"Eh, Ini dapet dari mana ? Dari fesbuk ? Kok bisa ?"
"Eh itu profpictnya siapa, kok mirip D.N. Aidit waktu muda?"

Gue sempet deg-degan juga, "Kira-kira foto gue ada gak ya? Duh kalo ada, foto yang mana nih? Mana yang ditampilin yang aneh-aneh lagi". Gue cuma bisa berharap, seandainya muncul di layar, itu bukan foto Narsis berglitter gue dari Jaman Jahiliyah Friendster.

 

MODUL


Kalo ada satu hal dari diklat ini yang gak akan pernah gue ngerti, itu adalah sampul modul diklat. Jujur, gue gak ngerti kenapa sampul modul diklat semuanya sama, dan gak ada satupun sampul yang sepertinya mencerminkan mata pelajarannya. Misalnya sampul modul KUP, di situ ada gambar 5 orang siswa yang lagi pamer batu akik diskusi sambil ketawa-ketawa.



Mungkin pribahasa "Don't judge a book by its cover" itu emang bener. Karena gue rasa gak ada orang yang lagi belajar dan baca modul KUP sambil ketawa-ketawa. Kecuali dia lagi menertawakan dirinya sendiri karena dia ga ngerti 50% materi yang ada di modul itu. Seperti gue misalnya.

Gue ngebayangin, mungkin waktu bikin sampul modul diskusinya kaya gini :

Koordinator : "Teman-teman, gimana caranya kita buat sampul terbhaek yang bisa menggambarkan konsep utama dari KUP, PPh, dan PPN, serta merangkum semua isi dari mata pelajaran tersebut ? 
Anggota 1 : "Gimana kalo kita kasih gambar 5 orang siswa yang lagi duduk seolah-olah sedang berdiskusi, dimana si cewe nyengir dan sadar kamera, sementara cowo di tengah lagi gabiletong dengerin diskusi sambil masang jari 'metal', dan mereka tertawa bahagia ? 
Anggota 2 : "Leh uga, nih"
Koordinator : "Ide syodara memang yang terbhaekkk..." 
Anggota 1 :
 

Modul diklat yang dibagiin jumlahnya ada sekitar 11 biji, dan biasanya dibagiin satu per satu sejak 2 hari sebelum mata diklat itu dimulai. Seperti dugaan gue, modul yang paling tebel adalah modul KUP. Dengan ukuran kertas F4 dan ketebalan setara 2x lipat RPUL, fungsi modul ini selain dijadiin pengantar tidur bahan bacaan bisa juga dijadiin senjata tawuran. Meskipun gak tajem, tapi kalo kena tampol modul ini minimal kepala korban bisa gegar otak.

Terlepas dari kenapa gambar sampulnya yang gak nyambung, isi materi modul diklat yang dibagiin udah cukup bagus. Isinya mudah dibaca dan gak bertele-tele, referensi peraturannya juga udah update (kecuali peraturan yang keluar 2015 ke atas), dan contoh soal-bahasnya juga udah lumayan lengkap. Malah beberapa soal ada yang bikin siswa jadi SARIROTI (SAking RIbetnya meRObek haTI) karena begitu liat soalnya mereka udah pasrah dan langsung buka kunci jawaban di halaman belakang.  


MAKANAN 


Di sini kita dapet jatah makanan 4 kali :

1. Snack pagi.
Biasanya terjadi antara jeda setelah upacara dan sebelum kelas dimulai. Setiap siswa disediain jajanan pasar (lemper, kue lapis, rebusan kaki onta, dll) dan segelas Akwa. Di dalem kelas biasanya udah disediain 1 botol Akwa di setiap meja, begitu juga pada siang hari setelah makan.

2. Snack pagi menjelang siang.
Terjadi sekitar jam 10 saat jeda istirahat, pas jam-jamnya mata mulai sepet dan asam lambung mulai nyakar-nyakar dinding perut. Jam istirahat ini biasanya juga dipake untuk mereka yang kebelet boker dari pagi tapi ga berani izin keluar. Menu yang berikan pada saat ini adalah makanan ringan, kopi dan teh segalon, setoples gula dan creamer, dan semuanya disajikan secara self service. Kalo udah ngopi kaya gini, badan rasanya seger lagi, mata langsung melek, pupil melebar, jantung berdebar, dan pikiran ngefly. Ini minum kopi apa ngisep lem aibon?

3. Snack sore.
Terjadi sekitar jam 3 saat jeda istirahat dimana siswa mulai merasa kunang-kunang dan raga mulai tidak bisa mengendalikan engsel-engsel tubuh. Snack yang disajikan sama dengan snack pada jam 10.

4. Makan siang.
Gue bersyukur sekali, prosesi makan siang di Diklat ini diadain di ruang makan tertutup dengan cara prasmanan, dan tentunya lebih manusiawi ketimbang DTU kemaren. Waktu makannya lebih fleksibel dan gak dibatasin. Menunya juga lebih variatif dan bergizi karena disajiin dengan makanan dan minuman terbhaekk yang terkadang dilengkapi "protein" tambahan berupa helaian rambut atau kerikil item pada nasi yang baru ketauan pas dikunyah. Disini juga disediain makanan penutup seperti;  siomay, pempek, pudding, mie ayam, dan baso yang rasa kuahnya kaya air kembang 7 rupa.

Tata cara makan disini juga diatur, mirip sewaktu di Prajab dulu. Sebelum masuk ruangan kita harus hormat ke ruang makan dan berteriak "Izin masuk", begitu juga dengan cara keluar ruangan. Setelah di ruang makan pun kita harus tetep rapih dan gak boleh bertindak barbar ketika ngambil makanan di meja prasmanan. Sebelum makan, setiap ketua kelas harian menyiapkan kelasnya masing-masing, begitu juga setelah makan.

Secara keseluruhan, menu makanan disini lumayan enak dan sangat cocok untuk perut pegawai yang setiap kali rapat dikasih rebusan singkong dan ubi-ubian. Kalopun ada yang kurang, itu jumlah makanannya, karena ngebiarin 412 siswa Diklat makan di meja prasmanan adalah kesalahan terbesar kedua yang dilakukan pemerintah setelah memperpanjang MOU dengan Freeport. Alhasil, siswa diklat yang terakhir ngambil jatah prasmanan cuma dapet ampasnya doang, sisa kuah sayur dan pecel yang lebih keliatan kaya makanan kelinci. Patut dicurigai, hal ini bisa terjadi karena sifat alami beberapa Siswa diklat yang sering khilaf kalo liat paha ayam berlebih di meja prasmanan. Apalagi itu tuh, yang porsi makannya kaya porsi Dothraki.

Kadang gue ngerasa iba kalo ngeliat ada siswa yang berdiri di depan meja prasmanan sambil mengais sayuran dari dalem panci, mereka mendulang kuah sendok demi sendok berharap mendapatkan secuil daging atau sekedar sisa wortel atau kol. Yang lebih menyedihkan lagi, yaitu mengetahui ada temen yang makan kaga kebagian lauk sementara temen yang lainnya makan dengan lahap dan keliatan gak peduli kalo ada temennya yang bakal belajar dengan perut kosong. Yahudi emang.

Setelah beberapa sesi makan, pihak pusdiklat akhirnya menjatah lauk-pauk (Ayam, rendang, daging platypus) yang berpotensi terjadinya sengketa di setiap meja makan. Terbukti, cara ini cukup ampuh untuk mengatasi siswa-siswa yang sering khilaf kalo liat makanan berlebih.

Selain makanan, kursi juga sering jadi objek sengketa antar kelas karena jumlahnya yang gak sesuai dengan jumlah siswa. Seringkali siswa ngambil kursi dari meja lain supaya bisa duduk, dan entah gimana caranya, ketika makan dimulai semua siswa bisa dapet kursi. Tapi ketika makan siang keesokannya, kursi-kursi itu raib kembali bak ditelan belahan Duo Srigala.

 
Aneh kan ? Makanya jangan dibayangin.

Salah satu nikmat yang tak terelakkan setelah makan siang adalah rebahan di ruang musholla samping kelas Diklat AR setelah sholat dzuhur. Udah kenyang, udah sholat, begitu salam langsung merapat ke tembok dan menggeletakkan diri tanpa perlawanan di karpet musholla. Jadi barisan paling pinggir deket tembok isinya siswa yang terkapar dalam kenikmatan dunia, sementara barisan tengah diisi siswa yang sholat. Seiring waktu, jumlah siswa yang terkapar semakin banyak dan akhirnya satu ruangan terisi penuh dengan siswa yang tergeletak berjejer rapih macem ikan asin yang lagi di jemur.


FUTSAL

Gak selamanya kita belajar di kelas, adakalanya setelah penat seharian di kelas kita semua dihibur dengan pertandingan futsal antar kelas. Setiap kelas wajib ikut, karena bagi sebagian orang yang dipertaruhkan bukan hanya tukin nama kelas, melainkan harga diri.

Pertandingannya juga lumayan seru, banyak hasil pertandingan yang gak ketebak. Ada beberapa kelas yang menurut gue seharusnya bisa nyampe final malah tumbang di babak penyisihan. Bahkan yang paling unpredictable itu melihat kenyataan bahwa kelas gue bisa menang turnamen futsal yang pesertanya dari Sabang sampe Merauke. Aneh banget... padahal anak-anak kelas gue kelakuannya PKI semua, paling kipernya doank yang skillnya kaya pemain PES editan. Gue juga yakin, kalo gol yang dibuat Abi Lesmaho di laga final itu hanya sebuah kebetulan semata. Dan gak akan terulang lagi sampe sewindu kemudian.

Tapi gue salut lah, meskipun di kelas kelakuannya PKI semua, tapi kalo di lapangan extra effortnya kaya AR dikejer-kejer kakanwil.



UJIAN

"The hardest thing to understand in the world is the income tax." - Albert Einstein

Maybe the oldman was right afterall. Meskipun udah belajar selama 3 taun pas kuliah, ditambah 3 minggu DTSD, gue masih gak ngerti tentang pajak. I mean, dude... di antara  fungsional, AR, sama dosen aja masih sering ada dispute tentang peraturan. Apalagi gue yang cuma ngerti tarif PPN itu 10% ? Da aku mah apa atuh ? Cuma ketapel. *lari dikejer Kitsda*

Ujian itu biasanya diadain tiap hari senen, kecuali di minggu terakhir dimana 3 hari berturut-turut kita dihajar 3 ujian sekaligus. Jadi di minggu terakhir itu persiapannya harus lebih ekstra. Ekstra DotA, ekstra jalan-jalan, dan ekstra premiere Fast 7. Pffttt...

Percaya ato engga, ujian itu sebenernya gampang...
Kalo tau jawabannya.

Biasanya siswa-siswi disini belajar cuma kalo terjadi 2 hal;
1. Pas ngerjain resume.
2. Semalem sebelum ujian.

Kalo ada yang ngaku belajar tiap hari, berarti dia bohong, atau lagi nyebar psytrap, atau ga punya film/game yang bagus, atau bahkan ga punya temen untuk diajak ngobrol. Karena pada dasarnya, orang-orang kaya kita itu masih percaya terhadap kekuatan mistis yang Maha Dahsyat yang muncul ketika deadline tugas mengejar dan semalem sebelum ujian. Prinsipnya, "Kalo Candi Prambanan aja bisa jadi dalem semalem, masa resume sama modul yang cuma berapa halaman doank ga bisa?". *kipas-kipas modul diklat*

Ada juga sih siswa yang bener-bener belajar setiap hari, namun sayangnya orang-orang yang kaya gini biasanya kalo ditanyain jawabnya selalu ngeles belum belajar. Alesannya ada-ada aja, "Tidur seharian lah", "Jalan-jalan lah", atau "Tidur di jalan lah". Kalo punya temen yang ngakunya gak pernah belajar, gak ngerti, dan gak bisa, tapi pas ujian nilainya selalu bagus, cocoknya dia dibawa ke ruangan kosong terus setiap anak secara bergantian nempelin lakban di atas bulu kakinya, dan narik lakban tersebut satu per satu sambil membisikkan, "FOR THE WATCH !!", sampe dia terkapar lemes.

Ngumpulin niat buat belajar itu kayanya susah banget, sepertinya semesta sedang berkonstipasi mencegah gue dan sebangsanya untuk menjauh dari modul atau slide-slide dosen. Waktu nyiapin modul misalnya, tetiba ada selembar kertas jatoh yang isinya pesan kesan sewaktu kuliah Kapita Selekta, akhirnya ketawa-ketiwi sendiri kaya penderita Down Syndrome. Baru buka slide, terus liat kuku panjang sebelah, "kayanya harus potong kuku dulu nih biar afdol", terus motong kuku sampe setengah jam. Tau gak ? Di malam sebelum ujian itu, bahkan bengong ngeliatin tembok aja bisa lebih menarik ketimbang ngeliat sampul modul. 

Baru belajar setengah jam dari slide dosen, malah ngenet dan browsing secara random dengan alesan refreshing. Sejam kemudian dengan sengaja ninggalin laptop dengan keadaan 7 slide kebuka, dan malah tidur-tiduran karena udah ngerasa pantes untuk menghargai diri sendiri.

Tiap 15 menit belajar, bawaannya pengen buka hape buat liat timeline mantan dan ngecek notif, padahal isi timelinenya masih sama dengan 15 menit yang lalu dan udah tau ga akan ada notif baru. Giliran ada postingan baru di path, ternyata isinya foto anak-anak lagi belajar bareng dengan caption tentang bagaimana mereka menghabiskan waktu seharian dengan belajar. Postingan-postingan kaya gini lah yang akhirnya bisa membuka mata hati gue, dan bener-bener memotivasi untuk...       ngeblock. 

Mendekati jam 10 malem, gue diajakin keluar buat makan mie goreng depan halte sekalian beli cemilan di Indomaret. Makan mienya sih cuma 5 menit, tapi ngobrolnya bisa sampe setengah jam.

Nyampe kosan, gue langsung nyiapin cemilan sambil ngobrol sama PKI-PKI dari kamer sebelah sampe sejam lebih. Belajarnya belum dimulai, tapi cemilannya keburu abis. Gitu aja terus sampe Firaun idup lagi.

It was night before exam, and i knew less than Jon Snow. Fvck me, right? 

Selain belajar di kosan, gue dan penghuni kafengemut lainnya membentengi diri dengan pelajaran yang didapet saat tentir (belajar bareng) di emperan Gedung N. Tujuan diadain tentir ini adalah untuk transfer ilmu dari siswa-siswi terbhaekk ke siswa-siswi jelata yang dulu transkrip nilai kuliahnya kaya rantai karbon. Emang beda sih, kalo yang pinter dateng kesini untuk ngajarin kita seberapa mudah soalnya, sedangkan siswa seperti gue dateng untuk mengetahui seberapa bodoh dirinya sewaktu dibagiin contoh soal.

"Njirrr... ini ngerjainnya gimana ?"
"Eh, ini apaan nih ? kok neracanya sampe 2 halaman gini ?"
"Eh, kok gue baru liat jurnal kaya gini sih ?"
"Lah, ini kok bisa dikoreksi ? Aturan dari mana ?"
"Eh, batu akik lu bagus. Beli dimana ?"
#salahfokus 


Sebenernya tujuan utama gue dan imbisil-imbisil kafengemut ikut tentir adalah demi sebuah informasi, kisi-kisi (a list of things that probably be in the test. OR NOT), dan contoh soal-jawaban dari siswa lain. Gue rasa, tujuan tiap siswa medioker yang dateng kesini pun sama. Kisi-kisi dan contoh soal-jawab itu penting, meskipun entah nantinya kita baca atau cuma tergeletak di lantai kosan, atau bahkan sama sekali gak keluar di ujian. Seenggaknya dengan megang kisi-kisi dan contoh soal-jawab, 50% permasalahan DTSD berkurang, hati jadi senang, pikiranpun tenang, galau jadi hilang. Ayo goyang dumang... #lah?

Di Hari H-Ujian. Bukannya bangun pagi dengan badan seger, gue malah bangun kesiangan dengan penuh penyesalan kenapa tadi malem malah nonton Better Call Saul bukannya tidur. Mandi pun jadi serba instan, banyak ritual yang diskip-skip, dan berakhir cuma sikat gigi, sabunan dan tabur parfum sebanyak-banyaknya. Pake baju juga asal-asalan, yang penting make, entah jadinya compang-camping kaya Wildlings atau lebih buruk dari itu.

Gue sama Ajis berjalan cepat keluar Kafengemut sambil masang sabuk dan dasi. Sementara ajis masih sempet-sempetnya multitasking masang dasi sambil nyalain rokok dari telinganya. "Ayo cuk, cepet...", ucap gue sambil was-was ngeliatin sepanjang jalan kenapa gak ada satupun tanda-tanda kemunculan mantan penghuni Jurangmangu lainnya.

Gawat, mek. Sepertinya kita telat.

Gue ngeliat jam di tangan gue, terus Ajis juga ngeliatin jam tangan warna peraknya yang entah dia dapet dari mana karena gue yakin sejak awal dateng ke pusdiklat Ajis itu gak punya jam tangan sama sekali. Terlepas dari itu, Ajis masih terlihat gak peduli kalo kita bakal telat.

"Kalo kita gak lari kayanya bakal telat, cuk.", ucap gue mulai cemas ketika ngeliat jarum panjang mulai nyerempet angka 12. Ritme langkah kaki pun semakin cepat.

Keadaan seketika hening, gue sama Ajis tatap-tatapan sebentar seakan ngasih kode bahwa kita harus lari sekarang juga.
"Cuk...!", gue ngasih tatapan aba-aba.
Saat itu juga Ajis ngelempar rokoknya dan kita berdua langsung lari kaya ayam dikejer setan.

  

Sesampainya di depan gerbang yang udah hampir ditutup satpam, gue ngerasa lega begitu liat sekumpulan Pasukan Rawa yang udah berbaris rapih namun masih banyak gerak-gerak gak jelas. Itu artinya upacara belum dimulai, dan gue sama Ajis masih bisa masuk barisan dengan selamat. Well, seenggaknya hari itu kita gak kaya kelas sebelah yang kemaren-kemaren bikin temen sekelasnya dipush-up sementara oknumnya cuma bisa nonton mereka di depannya. Sebenernya agak aneh juga sih, kalo ada peribahasa "tak ada kata terlambat untuk belajar", tapi kenapa kalo ada yang telat pintunya malah mau ditutup ?

 
 
Di kelas, gue berdoa semoga soal yang keluar itu dari materi yang gue baca, atau seenggaknya ada serpihan-serpihan bacaan gue semalem yang muncul di soal itu. Biar gak ngeblank banget.

Pernah sewaktu buka soal dari lembar pertama, gue langsung ngakak dalam hati. "Ngentiaw... ini kan materi yang sengaja gak dibaca karena gue pikir gak bakal keluar. Hahaha...". 

10 menit awal waktu ujian, gue belum bisa fokus maksimal karena mata masih sepet dan belum siap untuk ngeliat kenyataan. Tangan gue juga sempet gemeteran dan keringet dingin karena perut cuma diisi sebatang lemper jatah sarapan dari Pusdiklat. Untung aja gue gak kejang-kejang di tempat apalagi ngeluarin asep dari rambut sewaktu ngeliat soal rekonsiliasi satu halaman penuh.

Gue bersyukur, karena sering latihan nebak perasaan orang, insting dukun gue sekarang udah tergolong wahid. Dengan bermodal beberapa metode supernatural aliran mainstream akhirnya gue bisa ngisi semua jawaban Pilihan Janda. Metode-metode yang gue pake yaitu :

1. Pilihlah opsi jawaban yang paling sedikit dari jawaban-jawaban sebelumnya. Karena secara psikologis, si pembuat soal gak akan terlalu banyak ngasih soal yang jawabannya A semua, atau B semua. "Eh jawaban A sama B udah banyak nih, C juga lumayan, tapi D cuma dikit. Jadi kayanya jawabannya D, deh."

2. Pilihlah opsi jawaban yang membentuk pola. Entah jawabannya kalo disambungin dengan garis lurus jadi diagonal, vertikal, ataupun bentuk Jajargenjang. Alesannya ? Biar memenuhi unsur estetika aja.

3. Ketika lu bingung mau nembak gebetan jawaban yang mana karena gak memenuhi 2 kaidah di atas, maka usahakanlah untuk memilih B atau C. Karena menurut data statistik nonsense-bullshit yang gue baca dari sebuah artikel random, 60% jawaban itu berada di pilihan B atau C. Jadi kalo gak ada bayangan sama sekali dengan soalnya, mending pilihn B atau C. Jangan mentang-mentang inisial mantan lu "D", trus lu pilih semua jawabannya "D". #apasih

Itu kalo PG, kalo Essay atau uraian beda lagi. Namun umumnya, kalo udah mentok gak tau mau jawab apa, cukup tulis ulang soalnya dengan perubahan kata yang memiliki makna yang sama ditambah serpihan-serpihan soal PG yang isinya nyerempet-nyerempet jawaban Essay. Intinya, just bullshit every answer on that test, and you'll be okay. Eventually.

Sebenernya soal tentir atau soal-soal latian dari dosen itu lebih susah ketimbang soal ujian. Kalo waktu latian kita diajarin gimana nentuin PTKP seorang yang memiliki kewajiban subjektif yang muncul pada taun berjalan, terus ia bekerja, lalu ia dipecat, kemudian mati di tengah taun berjalan, terus hidup lagi, dst, dst. Sementara di soal ujian, PTKPnya udah jelas tertera dan kita tinggal ngitung aja berapa PPhnya.

Beda banget dengan waktu kuliah dulu, soal ujian itu pasti jauh lebih susah dan kadang gak masuk akal juga. Misalnya waktu belajar di kelas kita cuma diajarin cara nentuin PTKP seorang pria atau seorang kepala keluarga yang punya 3 orang anak, sedangkan di soal ujian yang keluar itu semacam : "Mr. Mormont adalah seorang ekspatriat dengan 2 anak yang datang dari Westeros pada Bulan Juni, kini ia bekerja pada perusahan Minyak Tawon Eksyen Oil dengan gaji sebulan Rp 100 juta, tunjangan 50 juta, bonus triwulan 200 juta, dan THR 1,5 x gaji. Di Bulan Juli Mr Jorah berencana menikahi salah satu mantan anda yang sekarang makin cakep setelah anda tinggal dan berniat Honey Moon ke Eropa. Hitung berapa jumlah kalori yang anda bakar pada saat lari dari kenyataan, masalah, dan tanggung jawab di kehidupan anda ?"


 
Kan baper jadinya...


KEHIDUPAN DI LUAR DIKLAT

Mostly, kehidupan kita di luar diklat baru bisa bener-bener dirasain pada saat weekend, karena pada saat weekday kita cuma keluar untuk makan, dan selebihnya leyeh-leyeh di kosan karena gak tau mau ngapain. Mager di kosan itu biasanya karena ada perang psikis yang terjadi di dalem pikiran kita antara perasaan bersalah karena gak belajar dan perasaan pengen lulus DTSD dengan nilai yang memuaskan. Gue sama Ajis paling cuma maen DotA, nonton TV Series, dan sesekali ke kamer sebelah buat ngobrol sama Didit dan Gama. Bahagia itu (kadang) sederhana, bisa gini tiap hari aja udah seneng. Apalagi kalo pas nyampe kosan baru pulang diklat ada Pevita Pearce meluk dari belakang sambil bisik di telinga, "Sayang, ini IPKnya 10x dan ini SK mutasi hombesnya.", terus dicium keningnya. #plakkk

Untuk urusan makan, biasanya gue, Ajis, Didit, Gama, Dicky, dan Yayak makan di warung makan ayam kremes atau nasi goreng di seberang sevel. Tapi kalo dompet isinya udah mulai Pattimura semua, kita langsung downgrade menu dengan makan Mie di depan halte yang meja makannya dibikin secara paksa dari kursi halte. Menu favorit kita adalah Indomie goreng dobel pake telor dan minumnya es teh manis, kecuali Ajis, mie gorengnya dia kasih kuah es teh manis biar greget.

Jujur aja, gue masih ga ngerti sama kebiasaan Gama yang kemana pun kita pergi, pasti dia ngupdate momen di path. Termasuk kalo makan di sini. Masa mau makan di warung pecel Ayam aja harus update moment di path, udah gitu bilangnya 'Dinner'.

Cuk, malu sama kobokan.

Di minggu pertama, gue dan Ajis diracunin Gama buat nonton film PK. Minggu kedua, gue diracunin Ajis sama video-video cacatnya Fluxcup, salah satunya video dubbing Goban yang bisa bikin ente ngakak sampe keluar cepirit bening, dan Animasi absurd Cerpentol yang bikin ente yakin kalo di Dunia ini banyak orang yang pemikirannya nyeleneh.

Selain ngebatu di kosan, kadang kita juga ngadain futsal bareng anak-anak di tempat futsal yang saking jauhnya begitu nyampe lapangan betis udah berkarat duluan. Udah gitu pake ada acaranya nyasar dulu karena info lokasi futsalnya simpang siur. Maklum lah, namanya juga hasil googling. Udah gitu informannya sesat tak tau arah jalan pulang. Aku tanpamu butiran debu. Lah... lah... lah ?

*Jalan dari Sevel ke arah Pusdiklat*
*Di belokan SMA 78 tetiba informannya berenti*
"Bentar... bentar... Kayanya kita salah deh. Bukan tempat futsal yang ke arah Pusdiklat deh"
"Terus kemana?"
"Kalo diliat dari google map sih kita harus balik lagi ke arah sevel, terus jalan lagi kesana.."
"Muatamu, cuk."
"Huehueheheheh...", nyengir dengan wajah minta ditampol pake sepatu futsal.

*Balik arah, dan jalan kaki sekitar 1,5 km lagi*

Selain futsal, gue sama Ajis akhirnya bisa ngehasut anak-anak lain untuk maen DotA. Seperti yang Aristoteles pernah bilang, bahwa ada 4 hal yang dapat mengalihkan dunia seorang pria : Harta, Tahta, Wanita, dan Dota. Disini niat kita baik, bukan berarti menjerumuskan mereka ke lembah hitam, tapi kita disini untuk menyadari arti sesungguhnya dari gelar pendidikan yang kita dapet selama kuliah dan udah hampir 3 taun kita lupain. Sebuah gelar Amd, Ahli Maen Dota.

Kalo udah gini rasanya kaya balik lagi ke jaman kuliah, dimana gue bisa duduk dan ngeliat langsung temen gue maen dengan kesotoyannya. Bisa ketawa bareng gegara ngeliat temen maennya lebih imbisil dari Kurir Ayam, atau misuh-misuh gak jelas tanpa ada yang ngambil hati.

Kalo weekend, hampir setengah populasi mantan penghuni Jurangmangu hijrah ke Mall TA, CP, dan sekitarnya. Di semua sudut MTA, kemana pun kita berjalan pasti kita ketemu 2 hal;
1. Mantan penghuni Jurangmangu yang lagi nenteng Wakatobi.
2. Chinese.

Kadang gue ngerasa ragu kalo ini masih di Endonesa, dan sempet kepikiran sewaktu masuk pintu metal detector apa gue perlu ngasihin passport atau engga.

Gue gak tau tujuan pasti temen-temen seangkatan kesini mau ngapain, entah mereka sedang invasi besar-besaran atau cuma mau buang-buang tukin, yang pasti mereka kesini dengan wajah bahagia. Kalo udah gini biasanya suka ada yang khilaf belanja yang gak masuk rencana budget. Dari mulai nyari diskonan Buku/komik, ngerakit PC, upgrade hape, beli sepatu, celana, baju, sampe restock lem aibon buat diisep di kamer beli bass gitar listrik. Serius, ada yang beli bass gitar listrik.

Di MTA, gue inget banget waktu penghuni kafengemut kedatangan tamu spesial, Agung Rulis (salah satu Admin AKB48 Indonesia), yang dihasut untuk makan malem di restoran all you can eat ala Jepang. Diliat dari cara makannya, ane haqul yaqin kalo Ajis ini pertama kali makan di sini. Ajis cuma ngerti nyumpit makanan yang udah mateng dari kompor yakiniku dan ngerusuhin makanan orang sampe makanannya jatoh ke sela-sela kompor. Kalo disuruh ngambil bahan mentahnya Ajis cuma ketawa jahat ala Ramsey Bolton sambil nyumpitin makanan orang. PKI emang.

Beda banget sama si Dicky, raja Kingkong yang satu ini seneng banget masak dan nyampur semua makanan mentah di panci. Alhasil banyak sekali makanan yang menggenang gak jelas di panci. Ada udang, siomay, baso, ramen, capit kepiting, irisan ikan mentah, daging platypus, sampe bola-bola kenyal yang tadinya cuma segede jempol bisa ngembang sampe segede paru-paru orang dewasa. Udah gitu, pas gue cicipin kuahnya ternyata rasanya jadi kaya air rendeman batu bacan. Setelah banyak eksperimen yang gagal, kompor yakiniku dan panci tersebut akhirnya diganti dengan yang baru. Dan kemahatololan pun dimulai dari awal lagi.

Selain ngabisin tukin di tempat makan, biasanya anak-anak juga memilih karaoke sebagai pelepas penat paling wahid. Karena karaoke itu biasanya 70% lagu curhat, 30% lagu gak jelas. Misalnya si Yayak yang cuma semangat kalo nyanyiin lagu jamrud tertentu, Gama dengan lagu So7, atau si Didit dengan lagu kangen bandnya. Beda banget lah sama Ajis yang cuma milih lagu System of Down atau Linkin Park. Kayanya, emang gak ada lagu melow yang kalo dinyanyiin bisa bikin Ajis inget sama cewe, ya minimal sama anak Madya Jakarta yang sering dia kuntit di timeline itu. Gue sih maklumin aja, namanya juga Unsullied, mana berani deket sama cewe ?

Gue sadar, dalam menyanyi talenta gue emang buruk, bahkan lebih payah dari suara kentut yang fals. Makanya tiap nyanyi Gama sama Didit cekikikan di sofa sambil megangin perutnya. Tapi yang namanya hidup kadang emang mirip maen Angry Birds sih, "Kalo kita gagal ada aja babi yang ketawa.".

Kalo si Didit emang suaranya paling bagus di antara kita, jadi gue gak heran si PKI yang satu ini nantinya bakal ngisi acara Inaugurasi nanti. Sedangkan si Dicky beda lagi, dengan tampang yang mirip tentara ISIS, kalo lagi nyanyi lagu-lagu rock dia suka teriak-teriak gak jelas kaya Genderuwo mau minta tumbal. Gue sih watir aja ni anak tiba-tiba kerasukan setan karaoke terus ngebanting-banting mic sama asbak ke muka Gama. Kan horor jadinya.

Selain jalan-jalan ke luar, acara alternatif di malem minggu bisa juga dengan maen ke kosan temen, ngumpul di sevel, atau ngapelin pacar orang lain. Tapi buat yang males kemana-mana, terutama dengan alesan mager, biasanya kita ngebatu di kosan sambil belajar, nyebar psytrap kisi-kisi di group Wasap, maraton TV Series, ngegame, atau makan martabak manis yang dibeli pake uang Gama karena duit gue abis gegara kena tilang. Jadi sebenernya kita ga perlu sirik sama hubungan asmara orang lain, toh laptop kita juga udah setia nemenin malem Minggu kita. Pffttt...

Kalo udah bener-bener gak ada kerjaan, biasanya para pengikut PKI di kamer sebelah bikin video cover lagu dengan foto-foto aib yang discroll berulang-ulang. Terus mereka ketawa-ketawa ga jelas sampe penghuni kosan lain geram dan pengen ngerajam mereka hidup-hidup di atas loteng. 


INAUGURASI, 8 April 2015
Di hari terakhir diklat, setelah ujian AKP semua siswa berkumpul di aula lantai 2 untuk upacara penutupan secara indoor. Disini gue baru sadar kalo banner-banner yang berisi kata-kata mutiara udah diganti dengan yang sesuai kaidah EYD. Dan gue yakin, cuma grammar-grammar Nazi kaya gue dan Ajis yang merhatiin kalo bannernya udah diganti. Atau yang lain juga ada yang merhatiin ?


Acara kemudian dilanjut dengan pelepasan balon ke arah langit sebagai tanda bahwa DTSD telah usai. Setiap anak megang satu balon, kecuali mereka yang diberi amanah untuk megang satu iket balon dengan banner bertuliskan sebuah kutipan dari Albert Einstein --"Wisdom is not a product of schooling but of the lifelong attempt to acquire it"-- yang ditulis dalam bahasa Endonesa dan diduga kuat diterjemahin pake Google Translate. Tapi kesalahan penulisan pada banner itu gak seberapa dibanding kemeriahan acara pelepasan balon saat itu. Gue sendiri gak nyangka kalo acara penutupannya bisa seseru ini. Anak-anak pada teriak gak jelas, loncat-loncat kaya anak kecil minta saweran dari Helicopter yang lewat sambil difoto dari aula lantai 2, terus groupfie sekelas sampe gigi kering. Kewl bingits kan ?

 

Setelah itu kita semua balik ke aula lantai 2 untuk nonton Debus Inaugurasi. Berbeda dengan Welcoming party, Inaugurasi kali ini lebih banyak digelar di atas lantai, termasuk penontonnya yang duduk rapih sepanjang ruangan kayak nunggu antrian tandatangan IPK. 

Inaugurasi kali ini berjudul "Katresnan" dengan bentuk teatrikal musikal yang menceritakan perjalanan Cinta Rama dan Shinta --yang awalnya gue pikir si Rama berperan sebagai Rama dan Shinta sebagai Shinta, tapi nyatanya si Rama malah jadi Rahwana.

Gue sendiri gak begitu ngikutin alur ceritanya, karena gue cuma fokus ke pemeran Shintanya gerakan-gerakan tarian dan nyanyiannya. Dari mulai adegan tarung antara Hanoman vs Rama, tarian perang dan tarian lain yang gue gak tau apa namanya, musik band, sampe paduan suara yang dirigennya temen gue tingkat I, Dandi Sabalabala Chihuahua. Sebenernya waktu Dandi jadi dirigen, gue berharap gayanya dia kaya Terrence Fletcher. Tapi nyatanya, si Dandi malah make gaya kupu-kupu. Lah ?


Percaya atau enggak, Didit yang pernah menjabat jadi Panglima PKI di taun '65 dulu, waktu itu ngebawain lagunya Tulus - 1000 Tahun lamanya. Dengan gaya panggung ala Hitler panturaan, Didit berlagak ngerayu Shinta di atas panggung sampe keringet dingin.

"Cuk... Iku loh, Shintane uayu nuemen. Aku lho dadi grogi. Putih banget, pak!!", ucapnya dengan logat hombase Surabayanya setelah turun dari panggung sambil kipas-kipas bijinya karena kepanasan.

Selain Didit, Gama juga gak mau kalah dengan ikut manggung bareng band penutup yang bawain lagu-lagu So7 dan J-Rocks. Gue juga ga paham sih, emangnya band itu masih butuh tukang kabel ? Secara suara gitarnya Gama kalah keras dibanding Gitaris Melodi yang gaya maenin gitarnya kaya Doof Warrior di film Mad Max : Fury Road.


 

Waktu bandnya Gama bawain So7 - Kupetik Bintang dan J Rocks - Lepaskan Diriku, anak-anak cowo langsung berhamburan ke tengah buat nyanyi bareng dan joget-joget gak jelas. Ada yang ngangkatin orang lah, selfie bareng Hanoman lah, sampe lempar-lemparan molotov gabus kaya di OVJ. Pokoknya pecah banget, rame banget kaya konser gabungan Slank dan Iwan Fals.
 

Jujur, gue sendiri gak nyangka acara Inaugurasi ini bakal jadi se-epic ini. Dari mulai kostum, drama, tarian, band, paduan suara, performance dari WI, sampe make-up pemerannya, itu niat abis men. Apalagi kalo liat latiannya yang hampir tiap hari dari pulang diklat sampe malem. Bahkan kita dapet kabar kalo Inaugurasi kita adalah salah satu yang terbaik dari angkatan-ke-angkatan menurut salah satu WI di Pusdiklat. Gue yakin 412 siswa DTSD pasti gak nyesel pernah ditagih 60 rebu buat berlangsungnya acara ini. Wkwk.


(B)ROMANCE

Banyak yang bilang kalo DTSD itu sarangnya CLBK, atau seenggaknya jadi tempat menjamurnya siswa-siswi yang PDKT dari angkatan ke angkatan. Gue rasa itu bener.

Yang dulunya putus pas kuliah atau karena nganggur setaun...
Yang sampe sekarang masih suka kepoin timeline mantan, tapi mantannya udah move on duluan... 
 
Yang dulunya cuma berani ngobrol via YM! atau facebook chat...
Yang dulunya kalo ngetik panjang-panjang terus diapus lagi karena takut terlalu frontal...
 
Yang 3 taun kuliah masih jomblo karena suka sama temen sekelas tapi gak pernah berani bilang...
Yang dulunya naksir anak kelas sebelah tapi ga berani tegur sapa duluan...

Yang dulunya sering ngasih kode tapi gak ditanggepin...
Yang jadi korban PHP selama 3 taun di kampus...

Yang dulunya berjuang mati-matian tapi ditinggal jadian...
Yang dulunya jatuh cinta diem-diem tapi ditikung temen sendiri...

You will always get a "no" if you never say it...
If you never ask for it...

Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian, atau pengorbanan.

Time is a moment, and this (DTSD) is your second chance.

Men, gue kasih tau... DTSD adalah kesempatan kedua yang diberikan kementerian sama kita untuk mengulanginya lagi, tapi dengan keadaan yang berbeda. Mereka bisa mengakrabkan diri lagi dan bahkan jadi semakin intensif karena setiap hari ketemu di kelas, atau setidaknya ketemu pas istirahat di korridor gedung N.

Jadi DTSD itu bisa mendekatkan yang jauh, tapi bisa juga menjauhkan yang dekat. Karena yang sayang namun jauh, bisa kalah sama yang tiap hari ketawa bareng dan semeja pas makan siang. Maka dari itu ya Tuhan... "Tunjukanlah mereka jalan yang lurus, karena sesungguhnya mereka yang suka nikung pacar/gebetan orang itu berada dalam kesesatan yang nyata."

Dua dari lima orang temen deket gue sewaktu DTSD mengalami peningkatan jumlah hormon Oksitosin, Dopamin, dan Serotonin secara drastis pada saat DTSD. FYI aja, dua orang ini ngelarang gue untuk nulis kisah pertinjaannya di postingna ini dan mengancam bakalan delete contact di hapenya, soalnya mereka malu kalo sampe yang bersangkutan tau dan malah makin akward. Tapi sayangnya, gue gak peduli dengan ancaman kelas teri dari mereka berdua. Bahkan kalo mereka berdua ngancem bakal ikut rekrutmen tentara ISIS di Suriah kalo gue tetep nulis cerita mereka di postingan ini. I will keep writing their stories in this fvcking post. Karena gue tau, dari lubuk pantat yang terdalam, sebenernya mereka berdua pengen yang bersangkutan baca dan akhirnya yang bersangkutan sadar akan eksistensi kalian berdua. Ahak ahak ahak.

Oke, orang yang pertama. Sebut saja Yayak, seorang bendahara KPP, bandar, sekaligus Joki cabutan di ajang pacuan kuda di Raba-Bima yang sering kalah bahkan kalo diadu sama anak kelas 5 SD. Yayak ini pernah mencintai seorang wanita dengan sederhana, seperti kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yg menjadikannya abu. Bisa dibilang, Yayak itu tipe cowo yang kalo udah sayang banget, pas cewenya kelilipan aja, debunya yang diomel-omelin. Iyyuuhh...

Sejak kuliah, Yayak itu naksir secara diam-diam sama seorang wanita dari Dataran Tibet. Meskipun dia tau wanita tersebut adalah mantan temen deketnya sendiri, tapi Yayak gak pernah berhenti mencintainya dalam diam, seperti isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada. Mulai saat itu Yayak jadi tergila-gila, kalo ngobrol sama anak-anak pasti disambung-sambungin ke cewe tersebut, padahal cewenya aja gak tau kalo Yayak suka sama dia. Kisah cinta Yayak ini adalah sebuah contoh sempurna dari Filosofi Padi. Semakin kasih, semakin tak sampai. Which is so sad.

Meskipun sering menceritakan seberapa sukanya Yayak dengan wanita mini ini, Yayak ternyata gak berani ngobrol langsung pas DTSD. Bahkan untuk ngirim pesan pura-pura salah kirim di Wasap aja dia gak berani. Dirinya selalu mengelak kalo dipaksa anak-anak untuk ngobrol sama wanita kuntet yang satu itu, jawabannya selau "nanti" dan "nanti". Emang sih gue sama Didit pernah mergokin Yayak ngobrol sama cewe itu pas pulang diklat, tapi sayang hanya sepintas, dan gue yakin itu cuma terjadi hanya sekali dalam satu siklus purnama.

Bahkan sampe DTSD selesai, pergerakan Yayak masih disitu-situ aja. Sementara berdasarkan intel yang dikumpulin dari informan sebelah, ia bilang kalo cewe yang Yayak suka baru aja jadian sama monyet yang dulu pernah OJT bareng dia.

Akhirnya, Yayak harus jadi korban tikung sama cowo yang gak dia kenal karena kebanyakan nunggu. Yayak lupa kalo jatuh cinta itu harus mengenal Azas Praduga Tak Berbalas, dimana perasaannya bisa aja bertepuk sebelah tangan kalo ada pergerakan. Inget vroh, "Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian, atau pengorbanan.". Cailahhh... 

Setelah kembali ke dunianya yang kelam, Yayak jadi sering kerja sambil kangen, tapi kangennya pacar orang. Dan untuk mengobati itu, Yayak cuma bisa naro foto cewe tersebut di atas meja kerjanya sebagai penyemangat hari-harinya yang kelam sebagai Joki pacuan kuda.

Coba dari dulu dengerin gue untuk bikin pergerakan yang terstruktur, sistematis, dan masif, pasti gak nasibnya gak pahit kaya obat mencret gini, minimal ada manis-manisnya dikit. Tapi mau gimana lagi ? Emang kadang susah ngeyakinin seekor kera kalo Apel itu lebih manis daripada pisang. Ya, semoga aja Yayak cepet bangkit dan pikirannya bisa waras lagi. Mayat ebola di Afrika sana aja bisa bangkit loh, masa si Yayak enggak ?
 
Orang yang kedua adalah Ajis. Jujur, gue sendiri sempet curiga kalo temen gue yang satu ini sebenernya punya orientasi menyimpang, dan salah satu aktivis LGBT yang kemaren demo di Bunderan HI. Soalnya selama 3 taun kuliah bareng imbisil-imbisil lain, kayanya cuma Ajis yang hampir gak pernah ngomongin cewe. Obrolan sama dia itu gak jauh-jauh dari DotA, One piece, Pokemon, 9gag, dan Spoiler Game of Thrones.

Tapi di minggu-minggu terakhir Diklat keadaannya sedikit berbeda, Ajis diketahui menjatuhkan hatinya kepada anak Madya Jakarta yang bukan hanya cantik, tapi mampu membutakan matanya dari kecantikan yang lain.

Ceilehh... Crott... Crott... Crott... 

Bagi Ajis, dia adalah seorang Imperator Furiosa di dunianya yang kelam dan penuh dengan spoiler, sementara Ajis sebagai Max Rockatansky, dan Dicky sebagai Immortan Joe. Meskipun berkhayal tinggi, tapi Ajis ini suka mendadak kaku di depan cewe yang dia suka. Masa duduk sebelahan pas tentir Ajis malah diem aja kaya orang nahan boker? Atau pura-pura ngeliatin hapenya padahal gue yakin gak ada notif satupun.

Malah gue pernah yang buka obrolan sama cewe itu dan temennya (yang kebetulan temen tingkat III) dan gue pikir Ajis bakalan ikut ngobrol, tapi dia malah pura-pura merhatiin papan tulis padahal gue yakin dia gak ngerti sama sekali dengan materi yang diajarin tentor di depan. Dari obrolan itu, gue bahkan sampe tau asal dia dari mana, kantornya dimana (yang ternyata cuma 50 meter dari kantor gue), dan di seksi mana dia bekerja. Pas gue kasih tau info ini ke Ajis, ternyata dia udah tau, dan info itu dia dapet dari hasil manhunt di SIKKA. Satu-satunya hal yang berani Ajis lakukan demi wanita pujannya adalah ngetwit tentang seberapa berkualitasnya wanita tersebut bagi dia.





Apa coba ? Ga jelas banget kan ?

Gue gak perlu panjang lebar nyeritain tentang kisah asmaranya Ajis, karena gue yakin kalian udah tau gimana ending dari cerita naas ini. Intinya, setelah sekian bulan mengagumi, ternyata eksistensi Ajis masih belum diketahui oleh gadis yang ditaksirnya. Hal ini dibuktikan ketika gue berinisiatif busuk untuk ngasih salam dari Ajis ke cewe itu lewat temen deketnya yang dulu pernah sekelas sama gue. Dan tau jawabannya apa ? Dia gak inget Ajis itu siapa meski temennya itu udah nunjukin fotonya Ajis.


Bagi wanita pujannya, Ajis itu kaya Idgham Bilaghunnah. Ada, namun tak dianggap.





EPILOG

Semenjak hari pertama DTSD, gue ngerasa suatu saat nanti kita (penghuni kafengemut, Yayak, dan yang lainnya) bakalan jadi Zombie Apocalypse Survival Partner yang hebat. Persahabatan yang dijalin saat DTSD itu sangat kuat, bahkan lebih kuat dari Ikatan Kovalen yang diciptakan antara atom dengan elektronegativitas yang sama.

Gue inget banget pas malem terakhir di kemanggisan kita semua malah makan malem Indomie di depan halte padahal katanya mau last supper di restoran all you can eat yang kemaren. Jujur, waktu itu kayanya gue males banget kalo besok udah harus pisah dengan manusia-manusia imbisil ini dan kembali menghadapi kenyataan untuk nomerin Nota Dinas dan bikin disposisi surat masuk. Penghuni kafengemut yang laen sih enak, STnya nambah sehari dan masih bisa jalan-jalan lepas kangen sebelum pulang. Lah gue ? #Hiks.

Waktu packing barang-barang di kamer 26 rasanya lebih males daripada bikin resume di awal diklat. Apalagi waktu liat kamernya berantakan dengan Modul, buku, dan sempak yang berserakan di kolong kasur karena males beresin kamer. Seolah-olah memori itu memanggil kembali untuk mengulangnya. Terus dengan gobloknya Ajis memecah flashback 17 hari ke belakang dengan bertanya, "Jing, buku sebanyak ini mau diapain ? Dikilo ?"

 

Kalo bukunya dibawa, pasti berat banget. Apalagi tas udah 2 biji, belum lagi si Wakatobi minta diajak pulang. Akhirnya buku-buku itu kita hibahkan untuk penghuni kamer 26 selanjutnya, dan berharap siapapun mereka nantinya, mereka bisa ngedapetin kenangan yang lebih banyak di kamer ini.

There are so many memories, and so many feelings here. And i cant just leave them...

Sewaktu gue mau manggil taksi itu rasanya berat banget, apalagi ngeliat Yayak yang bakal balik jadi Joki Pacuan Kuda dengan hati yang hancyur seperti septic tank penuh tinja dibom pake rudalnya Iron Man. Kapan lagi kita bisa ketemu imbisil-imbisil ini kaya gini ? Ketemu Gama yang sampe sekarang masih make undangan nikah temennya sejak kuliah buat mouse pad, atau ketemu Didit yang kalo maen futsal malah pake kacamata renang dengan alesan yang gak jelas. Diklat AR/Fungsional pun kayanya bakal di tempat dan waktu yang berbeda, kemungkinan bisa ngumpul lagi semakin kecil. Hiks lagi.

Setelah DTSD usai, anak-anak banyak yang euphoria dengan gonta-ganti profile picture dan cover di socmednya. Bahkan ada yang sehari bisa sampe tiga kali, udah kayak minum obat aja. Di hari itu, Path gue isinya gambar balon terbang, groupfie, dan foto bareng WI atau pelatihnya. Dan hal kaya gini yang gue yakin bikin kita pengen ngumpul sama temen-temen seangkatan lagi.

Akhirnya gue sadar, perpisahan adalah suatu hal yang gak bisa dihindari oleh semua manusia. Namun sesungguhnya perpisahan itu gak selalu menyedihkan, karena yang menyedihkan adalah jika setelah perpisahan itu kita saling melupakan.





Djakarta, 1 Mei 2015

Salam Tukin




Penulis : frosthater ~ Sebuah blog yang menyediakan berbagai macam informasi

Artikel Last But Not Least ini dipublish oleh frosthater pada hari Friday, May 1, 2015. Semoga artikel ini dapat bermanfaat.Terimakasih atas kunjungan Anda silahkan tinggalkan komentar.sudah ada 0 komentar: di postingan Last But Not Least
 

0 comment:

Post a Comment