Para Penyembah Pohon



Disclaimer : Tulisan ini sengaja dibuat dengan efek pe-lebay-an (hiperbola) dan penuh dengan gaya bahasa sarkasme untuk memberi kesan dramatis pada setiap bagian ceritanya. Tulisan ini juga dibuat untuk hiburan dan sarana nostalgila siswa DTU angkatan V semata, dan tanpa maksud untuk menjatuhkan nama seseorang/kelompok/instansi/paguyuban/ormas/atau sekte lainnya. Jika anda tidak sengaja mengklik tautan postingan ini, segera tekan alt + f4 sebanyak 3 kali atau ctrl + alt + del sebanyak-banyaknya.



"If you want to go fast, go alone. If you want to go far, go together"
African Proverb








*Suara hentakan kaki diiringi tepukan tangan berirama*

Hum wara were...
Hum wara were...
Matisong samalise...
Matisong samalise...
Makan telo gosong sama-sama kulite...
Makan telo gosong sama-sama kulite...
Dejepe tetap Jawa...
Tetap Jawa selama-lamanya...


Mungkin sepintas, kata-kata diatas terdengar seperti bahasa Swahili yang dinyanyiin secara lirih oleh sekumpulan Dukun Voodoo dibelahan Afrika sana. Tenang, ini bukan bentuk pemujaan suatu Sekte Animisme, bukan juga lirik gendam atau mantra sihir aliran sesat, melainkan Yel-yel yang diteriakkan dari bibir pecah-pecah 864 orang yang sedang ditempa dan dibinasakan oleh Pasukan Elit nomor 3 di dunia. *benerin topi* *kencengin syal* *tarik beha*
Setelah Capacity Building dan Prajab, angkatan gue harus menempuh pendidikan dan pelatihan semi-militer untuk kesekian kalinya. Kali ini, hanya diiming-imingi dengan ST dan SPD lembar kedua yang kalo cair cuma cukup buat bayar uang kos sebulan dan ngisi Akwa Galon,  kita, 864 orang Punggawa Keuangan Negara, rela menjual raganya untuk diguling, jungkir balik, merangkak dan merayap sepanjang lapangan golf selama 10 hari. 
Sebenernya gue agak over expected juga dengan kegiatan ini, karena gue pikir kita seangkatan bakal dilatih untuk jadi semacem Jason Bourne dengan metode pelatihan khusus, bukan diguling-guling dan ngerayap muterin kawah Gunung salak seperti ini. Ya, seenggaknya kita dikasih nyicip trial training untuk jadi seperti Jason Bourne, misalnya ngerayap di aspal panas, jalan jongkok dengan satu kaki, push-up dengan jari kelingking, nyari jangkrik buat cemilan malem, atau sekedar tidur di atas pohon biar gak dicakar Macan Asia.
Oke, yang tadi itu cuma imajinasi gue karena kebanyakan bikin disposisi.

Sampe sekarang, senior-senior di kantor yang-ngeliat-gue-pulang-Diklat-dengan-kondisi-hitam-legam-kayak-pantat-panci masih sering nanyain apa manfaat dari kegiatan ini selain ST dan SPDnya ?
Well, it's kinda tough question. Kalo gue jawab untuk melatih kemampuan siswa supaya tahan panas dari sengatan matahari selama berjam-jam, atau supaya bisa mengontrol rasa mules karena gak kebagian kamar mandi, atau biar punya kulit yang lebih eksotis dari temen sekantornya, dan mampu tidur dengan mata terbuka saat sikap sempurna di tengah lapangan, pasti gak lama lagi bakal ada SR nyasar ke kantor. Skenario selanjutnya gue bakal diciduk KI, dan kemudian dimutasi ke Tahuna.
Gimana ya... Meskipun gue belum tau secara spesifik apa manfaat dari kegiatan ini, tapi gue yakin pasti manfaatnya buanyak banget !! *biar gak diciduk KI kalo ada yg baca postingan ini*. Ya, seenggaknya dengan diadainnya kegiatan ini, kita bisa reunian gratis dengan temen seangkatan yang udah tercecer dari Sabang sampe Merauke sejak bulan April yang lalu.
Oke, sekarang lanjut ke cerita... 


Pusdiklat, 8 Desember 2014

Setelah dinyatakan sehat oleh dokter ber-NIP dengan membayar 15 ribu perak yang dibuktiin dengan Surat Keterangan Ganteng dari Posyandu terdekat, gue dan 863 temen seangkatan secara terpaksa mengikuti DTU (Diklat Ter Uenak) untuk dilatih oleh pasukan paling elit di Endonesa selama 10 hari, 8 s.d. 17 Desember 2014. Sebenernya lokasi Diklat Ter Uenak ini semula bertempat di Buperta Cibubur, namun karena ada konspirasi tingkat tinggi sesuatu hal, lokasi DTU pun tetiba dipindah ke Lido, Sukabumi, yang sepintas tempatnya sangat cocok untuk tempat Uji Nyali. Ada rumor yang beredar, katanya kalo bisa lulus DTU di sini, semua siswa DTU bakal jadi lebih macho dari Iko Uwais.

Sekitar jam setengah tujuh pagi, kita semua dikumpulin di Pusdiklat untuk selanjutnya akan diberangkatkan secara masal menggunakan Bis Tentara dengan lama perjalanan sekitar 3 jam. Bis yang dipake emang cukup besar, tapi sayangnya jarak antar kursi di Bis ini rapet banget, bahkan untuk gabiletong (garuk biji lewat kantong) kalo ada biji yang nyelip aja susah. Hiks. 
Sewaktu di Pusdiklat, gue masih gak peduli nanti di Lido kita bakal diapain aja, yang penting gue bisa ketemu temen-temen sewaktu kuliah dulu. Dari temen yang paling pinter sampe yang IQnya dicurigai cuma 2 digit, dari yang paling akrab sampe yang cuma temenan di fesbuk/path doank, dan siswa-siswa yang sekedar lupa nama namun inget rasa wajah atau sebaliknya, juga gue temui disini. Ini adalah momen satu kali seumur hidup, karena di DTU ini gue bisa ngobrol bareng mereka lagi secara langsung, bukan lewat grup Whatsapp atau komen-komenan pake Glitter di Friendster.
Kalo diliat dari raut wajahnya, mereka keliatan sangat bahagia, seolah-olah lupa dengan kerasnya kota penempatan yang belum muncul di google maps, kerjaan kantor yang gak akan kelar dengan sendirinya setelah ditinggal DTU selama 10 hari, dan gebetan yang mulai balikan lagi dengan suaminya. Mereka kayanya belum tau, sesampenya di Lido, hak mereka sebagai warga sipil bakal dicabut, kewajiban mereka akan selalu dituntut sampe terguling lunas, makan dan minumnya gak akan tenang karena dikejer alarm nyasar, dan sewaktu tidur napasnya bakal disekap bantal. #Lah ?
Sesuai pengumuman di SIKKA, nama gue tercatut dalam kelas J yang merupakan bagian dari Kompi 2. Sewaktu nyampe di Pusdiklat, orang yang pertama gue cari sebagai temen satu kelas J adalah Brian, temen deket gue sewaktu kuliah tingkat 3. Brian ini orang paling item di kampus. Kalo di palet warna photoshop, kulitnya itu terletak di warna #00000. Jadi sewaktu nyari dia diantara kerumunan orang, gue cuma butuh sepersekian detik aja, cukup nemuin makhluk yang itemnya paling pekat dan bergentayangan make baju protektor sambil bawa tas carrier. Itu pasti Brian The Black, musuh bebuyutan Saruman The White.
Selain Brian, gue juga ketemu Ajis, temen ngopi yang pernah jadi makelar cabe-cabean sebelum dimutasi ke Pulau Dewata. Juga Ogho, temen satu kosan yang hobinya ngebantingin joystick kalo kalah maen PES. Selain mereka, gue juga ketemu temen-temen sependeritaan sewaktu kuliah. Sekejap, pertemuan di Pusdiklat ini berubah jadi ajang reuni singkat. That was a moment when we share a true happines, before we're dragged into a more ancient part of the world, a pit where men are thrown to suffer and die. That pit, is Lido.


 LIDO, MINGGU PENYEGARAN (8-10 Desember 2014)

"The first three days are the hardest"

Setelah diangkut Bus Tentara menuju Lido, seluruh siswa DTU berbaris rapih di lapangan depan area perkemahan. Disana kita diberi arahan untuk mengumpulkan semua barang berharga --handphone, dompet, jam tangan, kenangan bersama mantan dan impian homebase-- ke dalam plastik zip bening. Setelah itu kita berlari layaknya orang kebelet berak menuju tenda untuk rebutan velbed, lalu membungkus tas ke dalam trash bag hitam, kemudian menaruhnya di atas velbed, dan balik lagi ke lapangan untuk persiapan Upacara Pembukaan.
Di lapangam, kita diarahkan ke sebuah tenda besar untuk mengumpulkan berkas DTU dan pembagian satu set pakaian training, name tag, syal, dan topi, terus dilanjut cek kesehatan oleh tim medis untuk mengetahui apakah kondisi fisik kita saat itu mampu untuk dibinasakan selama 10 hari ke depan.
Selama 10 hari ke depan, 75% hidup kami akan dihabiskan di lapangan pembantaian golf yang luasnya sekitar 200 x 75 m dengan permukaan yang semakin bergelombang/berbukit ke arah timur. Disekitar lapangan ini dikelilingi pemandangan alam yang lumayan bagus, ada gunung, rumput ilalang, pinus, jurang, dan Pevita Pearce yang lagi mandi di tepi danau. Letak lapangan ini tepat di sebelah selatan Balai Rehabilitasi BNN. Jadi kalo ada yang sakaw karena kebanyakan push-up atau guling-guling, mereka bisa langsung dilempar ke gedung sebelah. Praktis, kan ?
  
Setelah Upacara Pembukaan, seluruh siswa gak dibolehin pergi ke tenda, gak boleh ganti baju, dan gak boleh mandi dengan alesan apapun. Meskipun badan kita baunya udah kaya bangke Komodo, atau ketek kita mulai tumbuh jamur merang, dan lapisan daki di selangkangan tebelnya udah 2 inchi, kita bakal tetep tinggal di lapangan itu selama 3 hari, tanpa mandi dan tanpa ganti baju.
Terus tidurnya gimana, gan ?
Selama 3 hari pertama, semua siswa dilatih survival skillnya dengan tidur di Hotel Berbintang-bintang, hotel yang kasurnya beralaskan rumput dan beratapkan langit. Kalo ujan, kita cuma bisa berlindung dibalik dekapan ponco (jas ujan) kresek yang harganya 5 rebuan kalo beli di Ind*omar*et. Sewaktu tidur/duduk di atas rumput yang berembun (bekas ujan), biasanya pantat kita jadi basah karena aernya meresap masuk ke sela-sela sempak dan ngebuat tidur jadi makin gak nyaman.
Di atas jam 2 pagi, biasanya suhu semakin biadab. Rasa dingin semakin menusuk, bahkan terasa sampe ke tulang pantat. Banyak siswa yang melapor ke tenda pelatih karena menggigil disko akibat kedinginan, tapi naasnya, mereka yang melapor malah disuruh balik ke lapangan dan menahan rasa dingin yang ada, seolah-olah menggigil akibat kedinginan adalah pilihan. Kecuali kalo kita udah bener-bener menggigil, kita baru dibolehin tidur di Tenda Hajatan bersama siswa lainnya. Jam tidur di sini biasanya dimulai sekitar jam 10 setelah acara di tutup dengan Apel malem, dan bangun jam 3 pagi dimana bencong pun baru mulai mangkal. Hal-hal kayak gini yang bikin gue cuma bisa tidur 1-2 jam selama 3 hari pertama.
Sekitar jam 4 pagi, semua siswa dikumpulin di lapangan untuk senam. Dengan mata yang masih sayup-sayup merah, kita semua dipaksa berjingkrak-jingkrak ria ngikutin gerakan instruktur selama kurang lebih satu jam. Kalo diperhatiin, kita semua keliatan kaya sekumpulan zombie yang lagi latian Goyang Dumang buat off-air di Inbox.
Abis senam, kegiatan dilanjut dengan Sholat shubuh dan persiapan sarapan pagi. Setelah itu dilanjut Apel pagi, lalu latian PBB di tempat dan siangnya dilanjut longmarch sampe dengkul kopong. Setelah menempuh jarak tertentu (biasanya setara dengan perjalanan dari Monas ke Bekasi), kita akan kembali ke lapangan untuk persiapan makan siang.
Setelah makan siang, biasanya kita dikasih waktu beberapa menit untuk nurunin nasi di perut.  Abis itu, kalo mood pelatihnya lagi bagus kita diberi kehormatan untuk ngejalanin ritual rutin, seperti ; guling-guling sampe Gunung Salak, merangkak, merayap, jalan jongkok, dan jungkir balik sampe Idung berbusa.
Di hari ke 3, kita semua berhasil ngedapetin kehormatan itu. Kita (kecuali ibu hamil dan para pesakitan) berguling ria dari depan podium upacara sampe ke atas bukit. Jarak gulingnya sekitar 125 meter ke arah timur, yang mana kalo gue lari sejauh itu dengan kondisi lapangan bergelombang kaya pantat Duo Serigala, di tengah jalan gue udah pasti ngos-ngosan.
Sewaktu denger instruksi guling dari arah sumber suara, seketika suasana di lapangan berubah jadi kaya di jalur Gaza. Semua orang yang kita kenal berusaha nyelametin dirinya masing-masing. It's "Every man for himself" time. Kita semua berguling tanpa arah. Ada yang terjatuh dan tak bisa bangkit lagi. Ada yang tenggelam dalam lautan muntah. Juga ada yang tersesat dan tak tahu arah jalan pulang. Aku tanpamu butiran debu. #Lah?
Di tengah lapangan, banyak sekali muntahan siswa yang bentuknya kaya adonan martabak telor. Gue yang ngeliat itu dari jauh langsung ngambil jalur guling ke arah pinggir karena bebas muntahan. Perjalanan menuju tepi arena guling sangatlah berat, gue harus guling dengan gaya menyamping diagonal dan melewati sekumpulan muggle yang terkulai lemas di tengah lapangan.
"Hoekkk... hoeekkk.. HO...HHO...HHHOEEKKKKK....", dengan kepala yang masih berputar gue ngeliat orang di depan gue muntah. Siswa itu muntah seolah-olah ginjal dan pankreasnya  ikut dimuntahin.
Beruntung, self control dan akselerasi guling gue emang wahid, jadi gue bisa ngelindes orang yang lagi muntah di depan gue untuk menghindari muntahannya. Abis itu gue bisa berguling ria di pinggir lapangan menuju bukit kemerdekaan.
Di atas bukit, gue dan pria-pria alfa lainnya ngeliatin sekumpulan muggle yang bersusah payah guling ke arah sini. Gue serasa jadi peserta Quarter Quell yang udah mempecundangi peserta lain di Hunger Games pada taun-taun sebelumnya. Di belakang gue, banyak siswa yang terkulai lemas akibat guling-guling, dan beberapa diantaranya berlari ke arah semak-semak dan pohon. Dengan raut wajah yang pucat pasi seperti  abis disedot Dementor, mereka berlutut di depan pohon itu dan menyentuhnya dengan salah satu tangan mereka sambil memuntahkan semua makanan yang baru aja mereka makan. Dari tempat gue duduk, mereka keliatan kaya orang yang lagi nyembah pohon.
Di lapangan, ada beberapa siswa yang didorong-dorong oleh pelatih supaya bisa terus guling sampe bukit. Mereka keliatan bersusah payah merayap menuju bukit dimana gue duduk bersama pria alfa lainnya. Dari kejauhan, mereka terlihat seperti sekumpulan Smeagol yang sedang merayap menuju Mordor.
Setelah semua siswa berkumpul di atas bukit, gue berpikir kita semua udah aman dan kita bakal dikasih waktu untuk istirahat sebentar. But, i've never been so wrong. Kita semua langsung disuruh jungkir balik (roll depan) sejauh +/- 50 meter menuruni bukit tadi. Beruntung sewaktu kecil gue sering maen ginian di lapangan, makanya abis jungkir balik badan gue masih utuh semua, tanpa lecet.
Sewaktu acara Jungkir Masal, gue ngeliat ada siswa yang jungkir baliknya cepet banget kaya monyet sirkus akrobatik. Gue jadi curiga kayanya siswa tadi sebenernya jelmaan Sun Go Kong Si Raja Kera dari Gua Suiliang di Gunung Hua Kuo.
Abis jungkir, ternyata pelatih belum puas, kita semua disuruh merangkak ke tengah lapangan dan dilanjut merayap ke arah Tenda Hajatan dengan hitungan mundur dari pelatih. Kita semua tergopoh-gopoh ngerayap menuju Tenda Hajatan dengan harapan penderitaan akan usai setelah melewati itu semua.
Sebenernya, yang tersulit itu bukanlah guling, jungkir, atau ngerayap di siang bolong, tapi ngehindarin muntahan siswa lain pas ngeguling dengan sisa nyawa yang ada. Karena sewaktu kita mabok, kita gak bisa menguasai engsel-engsel tubuh untuk mengarahkan guling kita. Misalnya si Didit, temen gue tingkat I. Setelah serangkaian aksi pembantaian masal tadi, gue secara random ketemu dia di antara kerumunan siswa yang terkapar di tengah lapangan. Didit mengaku kalo dia gak muntah sewaktu guling tadi, tapi dia malah kena muntahan siswa lain sewaktu guling-guling. Sambil nunjukin bagian belakang celana trainingnya yang kena muntah, Didit bilang, “Even worse...”.
Waktu itu baju dan celana gue basah penuh keringet, begitu juga siswa yang lain. Gue berdiri, ngeliatin keadaan sekitar yang sangat brutal, penuh muntah, dan sesekali tercium bau Raflesia Arnoldi yang sangat menyengat menyeringai dari badan siswa, dan ini adalah bau khas DTU Angkatan V. 
Banyak sekali siswa yang terkapar, terkulai lemas dengan badan terlentang menghadap langit. Beberapa di antaranya berlarian ke arah semak belukar, menuju balik pohon untuk membuang semua makanan di dalem perutnya, bahkan kalo udah gak kuat nahan, mereka muntah di tempat. Keadaan waktu itu gak jauh beda dengan adegan perang bangsa orc vs human vs dwarf vs elf di Film The Hobbit - The Battle of Five Armies.


Malem harinya, untuk nurunin nasi setelah makan malem, kita longmarchlagi dengan rute yang sedikit berbeda. Kalo tadi siang terang, kalo sekarang gelap. Dan dengan Kekuatan Bulan yang tersimpan disela-sela daki, semua siswa DTU berjalan di antara kegelapan Lido yang dingin mencekam. Gue sih watir aja kalo lagi jalan tiba-tiba muncul dari balik pohon pinus sekumpulan White Walker dan nyerang kita pake pistol air. *crottt...crott..crott...*
Di hari ketiga ini, acara Minggu Penyegaran ditutup dengan menurunkan bendera “Latihan” berwarna Ijo-Kuning yang diiringi hujan rintik-rintik. Dengan turunnya bendera ijo-kuning tadi, berarti semua siswa DTU diperbolehkan untuk mandi, ganti baju, dan tidur di Tenda Perkemahan untuk hari-hari selanjutnya.
Oke, selanjutnya gue bakal jelasin dulu apa aja yang ada di DTU V ini.


OUTFIT

Seragam yang boleh dipake sewaktu DTU itu cuma 2, baju berprotektor dan seragam training biru yang dibagiin pas hari pertama. Baju berprotektor itu baju lengan panjang yang diujung sikunya ada bantalan busa, persis kaya seragam satpam puskesmas pas weekend.






Selain seragam, kita juga diwajibin make sepatu olah raga, name tag, syal, dan topi berwarna biru dongker yang telah dibagikan. Bagi kami name tag, syal, dan topi adalah horcrux yang harus dijaga dan ga boleh ilang. Kalo ilang ? Ya lu liat aja apa jadinya Voldemort waktu Nagini ditebas sama si Nevil Pantatpanjang. He's so fucking dead


Setiap kali ada syal atau topi yang ilang dan ditemuin sama pelatih, topi atau syal yang ilang itu bakal dikerek di tiang bendera sebelah barat. Dan saat apel, biasanya mereka-mereka yang horcruxnya ilang bakal disuruh balapan guling/ngerayap/jalan jongkok muterin barisan demi ngerebutin horcrux yang ada di tiang bendera. Jumlah horcrux di tiang bendera itu terbatas, lebih sedikit daripada jumlah siswa yang ngaku horcruxnya ilang. Gak heran, banyak siswa yang rela ngerayap kaya komodo kebelet berak demi ngedapetin horcrux yang ada.



Disini gue berpikir, seandainya ada mafia yang bisa nyelundupin topi atau syal serupa dan buka blackmarket di sini, pasti abisnya lebih cepet dari flashsale di lazadut. Seenggaknya, setelah DTU selesai orang itu bisa langsung umroh dan beli apartemen yang diiklanin Peni Rose tiap minggu pagi. Gile gak tuh ?
Beruntung di DTU ini kita dapet fasilitas londri, meskipun londrinya bau quota pakaian yang dikasih jumlahnya terbatas, seenggaknya penderitaan kita ngurang satu. Coba kalo gak ada londri, pasti tiap malem anak-anak cakar-cakaran buat rebutan sumber mata air untuk nyuci. Sayangnya, londri disini mengharamkan siswa untuk ngelondri sempak dan pakaian dalam sejenis, makanya banyak siswa yang bawa sempak lebih dari selusin dan sengaja beli disposable sempak karena ktia gak mungkin make cara jahiliyah dengan sistem side A - side B selama 10 hari. Bayangin, sempak sehari pake aja baunya udah kaya bangke musang, apalagi yang 3 hari pertama gak diganti ? Apalagi kalo nyampur dengan pakaian lain, pasti bau busuknya gak ilang sampe 7 siklus purnama.

TENDA

Di DTU ini, tenda dibagi jadi dua. Yang pertama, Tenda Kemah. Lokasi perkemahan ini berada di bawah dengan menuruni jalan di samping Gedung Rehabilitasi BNN. Tenda-tenda itu di susun berdasarkan nomer yang acuannya enggak jelas, jadi kalo lu dapet tenda nomer 4, belum tentu juga belakang lu tenda nomer 5 atau 6, bisa jadi 17 atau bahkan 38. Tenda-tenda itu didirikan di atas tanah berumput yang dikelilingi pohon pinus dengan keadaan tanah yang berundak-undak seperti terasering. Di bawah perkemahan ini terdapat lapangan yang biasa dipake untuk senam pagi di hari ke 4-10. Di sebelah kiri lapangan ini, terdapat danau yang cukup luas untuk menampung 864 orang jikalau ada skenario busuk yang mengharuskan kita nyemplung ke danau sewaktu denger alarm.
Tenda disini menggunakan tenda tentara berwarna hijau army yang cuma boleh dipake untuk tidur. Jadi kalo mau berak atau kencing silahkan di luar tenda, jangan di dalem atau di atas tenda, nanti dikira orang gila. Di dalem tenda cuma ada velbed yang diatasnya terdapat trashbag hitam berisi tas/ransel/koper. Selain itu, gak ada lagi. Jadi kalo mau jemur handuk, pakaian, atau sempak, harus dijemur di luar tenda. Entah mau dijemur di kawat jemuran, atau mau disangkutin di pohon pinus depan tenda, yang penting jangan ada jemuran bergelantungan di dalem tenda. Kecuali ada siswa yang udah bosen hidup normal dan ketagihan ngerayap sampe Gunung Salak.
Yang kedua, Tenda Besar. Tenda ini berwarna putih dengan alas setengah-karpet-setengah terpal, dan sangat cocok untuk menggelar pernikahan PNS yang dibatasi 400 undangan. Tenda ini berada di dataran yang lebih tinggi dari tenda perkemahan, dan letaknya di sebelah barat lapangan golf yang deket dengan Gedung Rehabilitasi BNN. Tenda ini emang gak begitu luas, tapi seenggaknya cukup untuk maen bola kasti dan menampung 864 siswa DTU ketika ujan lebat dan cuaca panas yang sangat menyengat. Jujur, gue sendiri gak ngerti kenapa di DTU ini kita make tenda yang bentuknya lebih mirip tenda untuk hajatan ketimbang tenda penampungan. Emangnya kalo ujan, kita mau dikumpulin di dalem tenda buat dangdutan? Atau makan prasmanan sambil ngeliatin temen kita saweran sama sinden? Kan, engga. Dan kenapa kita gak make tenda yang ada panggungnya? Supaya pas ujan dan ketika duduk siap, pantat kita gak kebasahan karena aer ngerembes dari sela-sela terpal menuju sempak yang udah gak diganti 3 hari 3 malem. Seenggaknya tenda yang dipake saat DTU itu kaya panggung DWP14. Jadi kalo ujan gede kita gak akan kebanjiran, dan setelah acara selesai kita bisa sekalian ngundang David Guetta untuk duet sama Cita Citata buat ngeramein suasana setelah dibantai selama 10 hari.

Oh, iya. Tenda besar ini juga berfungsi sebagai tempat ibadah saat kegiatan outdoor di lapangan, dan sebagai tempat diadakannya kegiatan Bintal dari KaPeKa dan Direktorat KI.


MCK

MCK, ini adalah sesuatu hal yang paling bikin siswa DTU pengen ngelus dada siswi dan cukup untuk membuat Pak Beye bilang, "Saya prihatin", karena kondisinya kaya toilet pasca perang dunia ke II.
Di DTU V ini ada 3 jenis MCK. Yang pertama, MCK panggung. Terletak di sebelah barat Tenda Hajatan dengan ciri khas sesekali terdengar suara benturan besi karat sewaktu masuk ke dalamnya. Yang gue khawatirin dari MCK jenis ini adalah gimana seandainya pas ada siswa yang masuk, terus tiba-tiba MCKnya ambruk ga jelas ? Wallahu alam.
Kedua, Toilet bambu, letaknya di sebelah selatan MCK panggung dan ada juga di belakang tenda perkemahan. Arsitektur toilet ini sebenernya lebih mirip kandang Bandot ketimbang toilet umum. Toilet yang diduga kuat dibangun secara darurat dalam satu malam layaknya Candi Prambanan ini dibentuk tanpa sekat, dan terbuat dari bambu yang ditancepin ke tanah serta dikelilingi terpal biru dengan atap terbuka. Di dalemnya hanya ada kran, ember, dan gayung untuk tameng ketika adu "pedang". Problema yang muncul dari toilet ini bermacam-macam, mulai dari kran macet, becek yang menggenang ketika hujan, sampe dengan bau pesing yang sangat menyengat sehingga mampu membunuh seekor Bison Afrika jika terhirup secara langsung lebih dari 10 menit. Khusus di toilet bambu di sudut kiri atas perkemahan, diatasnya terdapat lusinan sempak yang nyangkut di pohon karena sengaja dibuang secara keji oleh bekas pemiliknya.
Dan yang terakhir, Kamar Mandi tembok. Berupa bangunan (yaiyalah, masa kaya kapal selam?) dan terletak di tiap-tiap sudut atas tenda perkemahan. Bentuknya paling manusiawi di antara yang lain karena dilengkapi WC jongkok, air yang mengalir,dan kamar mandi shower. Gak heran, banyak siswa yang rela ngantri sampe kakinya kesemutan demi merasakan mandi berkualitas di tempat ini.
Setelah acara guling ria di lapangan golf, mandi dan BAB adalah hal ke-dua yang dapat memicu civil war antar siswa karena perbandingan jumlah siswa dan toilet yang bisa dipake sangat gak masuk akal. Dibeberapa kesempatan, banyak sekali siswa yang menggedor-gedor pintu toilet karena antrian sangat panjang, padahal orang yang di dalemnya baru aja masuk 2 menit yang lalu, atau mungkin masih ngelepas celana. Apalagi antrian di Kamer mandi tembok di belakang perkemahan, itu jamban dari jam 10 malem sampe jam 3 pagi gak ada berentinya. Meskipun aernya mati, tetep aja ada yang ngantri, entah itu orang mau boker paksa, kencing, mandi dengan bawa ember sendiri, atau sekedar semedi sambil bikin skripsi di atas jamban yang belum disiram karena aernya abis. *Hoekk*
Oh ya, di sebelah kanan toilet bambu yang di deket Lapangan Golf, ada pipa paralon yang dilubangi tiap 50 cm untuk wudhu. Ngeliat tempat wudhu yang lebih mirip pipa buatan untuk nyiram tanaman Echeng Gondok, pada awalnya siswa banyak yang wudhu di toilet bambu tadi. Tapi semua ini gak bertahan lama, dan tempat ini pun kembali fungsinya sebagai toilet masal ketika seorang siswa menjulurkan tititnya ke arah kran sementara di sebelahnya sedang kumur-kumur untuk wudhu. Well, this is the most awkward shit that i’ve ever witnessed.
 

MAKAN

Prosesi makan-memakan di DTU ini hanya berlangsung di lapangan terbuka, namun bisa dipindah ke Tenda Hajatan jika dan hanya jika terjadi 3 hal; hujan deras, panas yang sangat menyengat, dan meletusnya Gunung Salak. Makanan di sini disajikan oleh pihak catering menggunakan lunch box biru dengan menu yang cukup variatif, dari mulai sayur-mayur dengan topping ulet, kikil yang bentuknya kaya kulit bekas sunat, daging rendang yang kerasnya kaya kulit sendal, sup bihun yang rasanya kaya bubur janin, dan ayam goreng yang rasanya kaya daging Platypus. Overall, makanan yang disediain panitia rasanya lumayan enak dan cukup untuk ngisi perut pegawai yang setiap kali rapat dikasih singkong dan ubi-ubian.
Meskipun pada dasarnya makanan yang disajiin itu enak, tapi kadang rasanya jadi agak aneh karena kita makan tanpa cuci tangan terlebih dahulu. Gimana jadinya kalo sebelum makan kita disuruh guling-guling, merayap, push up dulu ? Yang mana telapak tangan kita bakal bersentuhan langsung dengan tanah bekas muntah temen satu kompi. Makanya setiap kali disuruh push-up gue selalu mengepalkan tangan untuk meminimalisir kontak langsung dengan tanah. Lebih baik tangan gue kapalan gegara push up dengan tangan mengepal, ketimbang kena ebola gegara makan pake tangan bekas muntahan orang.
Tiap kali mau makan, orang yang duduknya paling belakang bakal disuruh ngangkat aer sama makanan dari tenda hajatan ke barisan kelasnya masing-masing. Makanya, tiap jam makan anak-anak berebut barisan supaya gak paling belakang. Tapi ada yang lebih malesin daripada disuruh ngambil makanan ke tenda, yaitu duduk di sebelah ibu hamil. Karena mereka bisa ngasih permintaan yang aneh-aneh, misalnya nyuruh orang di sekitarnya untuk ngabisin makanan yang dia gak suka. Mending kalo makanannya itu paha ayam, rendang, atau sate padang, lah ini yang dikasih ke gue mentimun sama acar basi yang gue sendiri terpaksa makan jatah gue. Selain itu, mereka juga bisa bertindak vandalisme, yaitu dengan minta tukeran atau minta sebagian menu yang dia suka dengan dalih, "Lagi ngidam. Permintaan ibu hamil harus diturutin, nanti anaknya bla...bla...bla...". Kalo gak diturutin, dia dan cewek disebelahnya ngeliatin gue seolah-olah gue sama jahatnya dengan Hitler yang udah nyebabin perang dunia kedua.
 "Lah...lah...lah...?? Yang ngamilin siapa ? Kok jadi gue yang kena apesnya ? Kalo ketemu suaminya, gue tabok juga si Brian pake karung londri.", ucap gue dalem hati yang disembunyiin dengan senyum sambil ngasihin potongan sayap ayam favorit gue. Kampret.
Suasana makan di DTU ini cenderung lebih nyantai ketimbang Capacity Building, tapi gak juga sesantai Prajab kemaren. Waktu itu, gue percaya gue bisa survive dengan cara makan yang berlaku. Namun semuanya berubah di hari ke 3, ketika peraturan “Alarm Gembira” diberlakukan secara brutal.
Saat alarm gembira berbunyi, seketika itu juga keadaan menjadi chaos, semua siswa berlari berhamburan menuju tempat perlindungannya masing-masing. Kompi 1 dan 2 ke arah timur dibalik bukit, kompi 3 dan 4 ke arah barat di balik Tenda Hajatan, sedangkan siswi cukup berlari ke arah selatan dibalik gundukan kecil. Dan saat alarm kedua berbunyi, keadaan menjadi chaos lagi, karena semua siswa harus berlari menuju lapangan untuk ngabisin makanan secara random dan secepet mungkin, tanpa peduli itu nasi bekas penderita ebola atau flu babi. Dan seinget gue, alarm itu bunyi sampe 3 kali. Entah udah berapa penyakit yang masuk tubuh gue pas tuker-tukeran makanan saat "Alarm Gembira" berlangsung.
Pada saat Alarm Gembira selanjutnya, gue menemukan trik supaya bisa survive dan menghabiskan makanan yang ada. Triknya adalah dengan bersembunyi dibalik bukit terdekat dan mengambil makanan paling deket yang udah mau abis. Gak peduli itu makanan siapa, yang penting makanan di depan gue abis duluan.
Selain Alarm Gembira, kadang-kadang cara makannya pun dibikin aneh-aneh. Misalnya, setiap siswa harus make tutup lunch boxnya di atas kepala yang diganjel dengan tali name tag, persis kaya make topi wisuda.


  

Di DTU ini, kita juga dapet extra fooding (snack) yang dibagikan setiap jam 10 pagi dan 8 malem. Isi snacknya macem-macem, ada roti, kue kering, manisan biji Kingkong dan minuman ringan seperti; Go*od day, Ultrami*lk, air kobokan, air tadahan hujan, dan air AC. Kalo ada longmarch, biasanya extra fooding dibagiin pas istirahat di tengah-tengah perjalanan. Yang bikin males itu kalo udah disuruh nenteng-nenteng Akwa selama perjalanan karena bikin tangan pegel. Kadang emang serba salah sih, kalo gak diminum tangan jadi pegel, tapi kalo diminum bawaannya pengen pipis mulu. Kalo udah gini, paling mentok siswa cuma bisa berharap munculnya kesempatan dimana gak ada pelatih yang liat kalo kita lari ke semak-semak buat pipis dan balik lagi ke barisan sekenceng mungkin. Perlu diakui, keberadaan extra fooding bener-bener ngebantu siswa DTU, terutama saat diperlukannya energi ekstra seandainya ada skenario busuk yang mengharuskan kita manjat Gunung Salak.

PANDEMIK

Udah gue duga, kalo tiap hari kaya gini terus, pasti bakal banyak yang sakit dan nangis minta pulang. Cuaca di Lido bisa dibilang ekstrim, karena sebentar-bentar berubah cuacanya, siangnya bisa sepanas Gurun Kalahari, malemnya bisa sedingin hati mantan. Eh ? Maksud gue sedingin Benua Antartika. Cuaca kaya gini yang menstimulus jumlah siswa yang pura-pura sakit semakin bertambah tiap harinya.
Semakin hari, jumlah penderita penyakit musiman semakin banyak, gue rasa lebih dari 70% populasi kena penyakit. Umumnya mereka terkena penyakit mainstream seperti batuk, demam, dan radang tenggorokan. Kalo lagi upacara, biasanya penyakit batuk mereka kambuh. Kalo ada satu orang aja yang batuk, yang lain pasti ikut-ikutan batuk dan akhirnya saling saut-sautan kaya kodok jantan yang lagi nyari pasangan kawin di musim ujan.  
 Selain penyakit mainstream tadi, ada juga yang kena sariawan stadium 4. Bibir siswa tersebut mengelupas dan luka parah dibeberapa titik kaya abis cipokan sama Piranha. Gue sendiri agak ngeri ngeliatnya waktu ketemu di tempat wudhu. Bibirnya itu berubah jadi lebih maju, lebar, dan jontor kaya hasil persilangan ikan Sapu-sapu dan Mujaer. Mungkin ini alesan kenapa kita disunahkan untuk bawa kartu BPJS.
Di tenda medis hampir tiap hari ada siswa yang terkapar, entah karena pingsan, demam, atau mengigil kedinginan. Siswa cuma boleh sakit/istirahat di tenda medis kalo sakitnya udah parah, misalnya pingsan, kejang seluruh badan, vertigo sampe gak bisa jalan, kesurupan, Dementia, Schizophrenia, atau gejala flu babi.  Kalo cuma meriang, idung meler, atau panuan, kita cuma dikasih obat dan disuruh balik ke lapangan buat lanjut kegiatan. Pelatih-pelatih ini nge-push kita sampe batas maksimal supaya kita lebih kuat, gak manja, dan gak lembek kaya kertas SSP.
"Kamu itu, le, jangan manja ! Baru sakit sedikit ngeluhnya udah kaya orang paling capek sedunia !!", ucap pelatih lewat TOA.


HARI KE-4, 11 DESEMBER 2014.

Di hari keempat, setelah ngeliat keadaan latian di 3 hari pertama, gue sadar kalo kita mau survive sampe hari ke-10 dan pulang ke kosan dalam keadaan utuh, seenggaknya kita harus punya beberapa aturan maen. Misalnya :

1. Cardio.

Kegiatan di DTU ini sebenernya mirip dengan Zombie Apocalypse. Untuk bisa lepas dari jeratan hukum dalam kegiatan apapun, kita harus bisa lari seolah-olah lagi dikejer sekumpulan Zombie. Dalam keadaan seperti ini, sebenernya kita gak perlu jadi orang yang paling cepet, kita cuma perlu lari lebih cepet dari temen-temen di sekitar kita. Seenggaknya, kalo ada alarm atau bunyi pluit nyasar, kita bukan orang yang terakhir masuk barisan. Selama kita bukan yang terakhir dalam apapun, berarti kita aman.

2. Don't try to be a hero.

Jangan pernah ngebahayain diri sendiri dan orang lain cuma gara-gara pengen keliatan keren di depan Netadea siswa lain, karena resikonya sangat gede kalo tindakan yang kita lakuin ternyata keliatan gak jelas di mata pelatih. Kita bisa aja diguling masal bolak-balik lapangan golf atau merayap pake punggung sampe Pos Satpam di pintu masuk Lido, karena ada siswa yang sok-sokan ngangkat 3 jari dengan tangan kirinya sambil teriak "I volunteer as tribute" sewaktu pelatih minta perwakilan siswa untuk maju ke depan. Percaya atau enggak, neraka selalu punya tempat untuk orang kaya gini.



3. Sunblock.

Bagi sebagian orang, sunblock adalah salah satu horcrux setelah topi, syal, dan name-tag. Dengan sunblock, meskipun kulit kita tetep item kaya pantat panci, seenggaknya kulit gak akan kebakar dan ngelupas kaya Makoto Sishio. Gak heran, banyak oknum siswa yang rela dipush-up gegara ketauan bawa sunblock di saku celananya. Berbeda dengan siswi, mereka lebih cerdik dengan nyelundupin sunblock di dalem goodie bag yang seharusnya jadi tempat mukenah. Biasanya setelah sholat dzuhur, kegiatan oles-mengoles sunblock dilaksanakan secara sembunyi-sembunyi di sekitar tenda dan lapangan.

4. Stay invisible.

Tetap tenang, jangan mencolok, dan menghilanglah dari radar. Bisa dibilang cara ini yang paling ampuh supaya gak ditunjuk jadi tumbal ketua kelas maupun petugas piket/apel harian. Cara ini juga bisa dipake untuk menghindari hukuman-hukuman gak jelas yang ditujukan secara random kepada siswa. Karena semakin dikit orang yang inget dengan lu, semakin kecil pula kesempatan nama lu muncul di kepala mereka sewaktu pemilihan petugas piket/apel harian. Selain itu, jangan pernah bikin gerakan aneh-aneh apalagi kontak mata dengan pelatih sewaktu acara lagi serius atau saat pemilihan sukarelawan

5. Enjoy the little things.

Kalo ngeluh itu dibayar, pasti semua siswa DTU udah punya Lamborghini. Setiap hari pasti ada aja yang ngeluh, atau seenggaknya ada yang mancing obrolan supaya menjurus ke arah sana.

"Kenapa sih kita harus ikut ginian ?"
"Kenapa sih kita harus nurutin perkataan mereka?"
"Kenapa sih siswa gak boleh milih tidur di tenda siswi?" *plakkk* *ditabok pake sepatu jebol*
Biar gak cepet gila, terutama kalo denger bunyi pluit dan alarm, kita harus bisa ngehibur diri kita dengan cara masing-masing. Lulus DTU itu emang penting, tapi lulus dengan kondisi mental yang waras itu jauh lebih penting. Meskipun kita gak dibolehin megang Hape, tapi kita masih punya berbagai cara supaya diri kita terhibur, misalnya dengan tiduran di lapangan sambil nikmatin semilir angin yang keluar lewat sela-sela pantat dan ngelupain stresnya kerjaan di kantor karena sering disemprot Kasi.
Sedangkan cara paling ampuh supaya bisa pulang DTU dengan keadaan mental yang masih waras adalah dengan mengkombinasikan 3 hal ;

1. Jangan kebanyakan ngeluh (kecuali ngeluh itu dibayar)
2. Bersyukur (daripada DTU taun depan bareng angkatan di bawah lu)
3. Ngobrol dengan semua temen yang kita kenal. 

Bagi gue, ngobrol dengan temen-temen terdekat adalah pain killer paling ampuh selama DTU. Kegiatan apapun terasa jauh lebih mudah kalo ada temen yang bisa diajak ketawa bareng. Disuruh guling-guling malah ketawa, disuruh jalan jongkok malah sambil ngobrol, disuruh merayap malah ngetawain nasib dan warna kulit sendiri.
 
. . .

Setelah berhari-hari ngikutin kegiatan di sini, gue sadar bahwa Inti dari kegiatan selama tiga hari pertama adalah tidur di lapangan, guling-jungkir-merayap-merangkak-jalan jongkok, long march, dan PBB sampe betis serasa mau pecah. Kegiatan semacam ini sepertinya akan terus berlanjut sampe hari ke 10, namun intensitasnya bakal berkurang dan gak seganas 3 hari pertama. Gue berdeduksi kalo situasinya kaya gini terus, gue rasa kita semua masih sanggup ngelanjutin kegiatan sampe hari ke-10 dan pulang ke kosan dengan keadaan utuh. Apalagi semenjak tadi malem, kita semua udah dibolehin tidur di tenda menggunakan velbed dengan damai sentosa. Hal ini ngebuat gue ngerasa sedikit lega.
Setelah 3 hari pertama, penyakit - penyakit gak jelas mulai bermunculan akibat kondisi fisik yang mulai menurun. Selain itu, perubahan warna kulit yang semakin mirip expatriat Zimbabwe, mengelupasnya jaringan epidermis pada wajah, dan jebolnya sepatu merupakan dampak yang paling terlihat secara signifikan pasca 3 hari pertama DTU. Akibatnya, beberapa siswa terpaksa ngebuang sepatunya ke semak-semak dan ngeganti dengan yang lebih manusiawi.
Di siang hari, biasanya ada truk tangki aer yang dateng untuk nge-refill talang air di sebelah MCK. Siswa yang lagi jalan ke toilet biasanya nyempetin diri buat ngaca di spion truk untuk ngeliat seberapa hina dirinya setelah berhari-hari dijemur layaknya ikan asin. Banyak diantara mereka yang ngaca, terus terpana ngeliat mukanya yang berubah drastis jadi kaya Pasukan Elit Zambia. Sementara orang dibelakangnya saling dorong-dorongan dan bilang, "Gantian bro, gue juga mau liat". Lalu sisanya, malah ngaca buat ngelupasin kulit di sekitar wajah dan pinggir telinga yang terlanjur mengering seperti rambak kulit. Seandainya kulit-kulit siswa yang ngelupas tadi dikumpulin jadi satu, kayanya bisa dijual ke pengepul limbah jaket dan sepatu untuk dijadiin kerupuk kulit.
Sejak malem ke-3, aer di kamer mandi perkemahan mulai mogok kerja dan sering mati ga jelas, terutama showernya. Alhasil, persaingan untuk memperebutkan kursi jamban pun semakit sengit, dan antrian mandi makin gak masuk akal panjangnya. Daripada gak pernah mandi karena antriannya udah sepanjang tembok China, gue akhirnya memberanikan diri untuk masuk toilet bambu yang tanahnya udah berubah jadi kubangan lumpur. "Fak dis syit. Dari pada gak mandi lagi...", pikir gue waktu itu sambil ngelangkahin kaki untuk mandi di toilet ini.
Di dalem situ, gue dengan sangat-sangat terpaksa mandi bareng siswa-siswa lainnya. Waktu itu gue cuma mau mandi jika dan hanya jika keadaan langit udah gelap, karena gue gak mau muntah di dalem toilet gegara ngeliat siswa kumur-kumur di kran yang sebelumnya dia pake sendiri untuk mandiin titit dan pantatnya. Jangan sampe rekor clean sheet tanpa muntah di 3 hari pertama digagalkan gara-gara ngeliat kebrutalan di toilet bambu ini.


Emang sih, sebenernya mandi itu prosesi sakral yang sebaiknya dilakukan secara individu dan bukan berjamaah. Tapi karena keterbatasan waktu dan kegentingan memaksa, prosesi sakral itu kini ternodai dan berubah menjadi ajang pamer titit termegah seantero Lido yang jauh dari sisi kemanusiaan. Di sebuah toilet bambu berukuran 10x3 meter, Perhelatan Akbar tersebut digelar dengan meriah dan penuh tawa.


"Eh, anjrit. Nyiramnya yang bener donk. Kena titit gue nih."
"Eh, gue udah bersih, ya! Lu mandi yang bener donk."
"Eh, gue lagi pake baju nih. Air lu nyiprat kemana-mana !"
"Eh, pantat lo jangan diarahin kesini donk. Gue abis muntah di lapangan masa mau muntah lagi disini ?" 
"Eh, itu titit siapa cuma segede jerawat ? wkwkwk..." 

 
. . .

Setelah apel malem, siswa diperbolehkan tidur di tenda dengan syarat setiap tenda harus menumbalkan 2 orang penghuninya untuk jaga serambi. Di tenda gue, jaga serambi dilakukan dengan sistem syariah, maksud gue sistem shift-shiftan. Jadi dengan sistem ini, setiap penghuni nantinya akan berduet dengan penghuni di depan velbednya untuk jaga serambi selama kurang lebih 1 jam secara bergantian.
Sewaktu gue jaga serambi, gue sempetin untuk keliling sekitar tenda siapa tau ada siswi yang nyasar dan minta ditemenin ke toilet. Waktu itu udaranya dingin banget, kalo udah dingin kaya gini bawaannya itu pengen guling-guling pipis mulu, dan akhirnya gue melipir ke toilet buat guling-guling. Waktu itu sekitar jam 1an, dan ternyata kamer mandinya rame banget kaya PRJ di Kemayoran. Beberapa siswa yang gak bisa nahan '"selangnya" terpaksa pipis di semak-semak belakang kamar mandi. Kalo gue jelas gak mau pipis di situ malem-malem, mendingan ngantri lama ketimbang tititnya ilang diumpetin setan.
Abis dari kamar mandi, gue balik lagi ke tenda buat ngelanjutin jaga serambi. Pas di jalan, gue ketemu seorang siswa-yang-gak-gue-kenali-karena-gelap dengan santainya pipis di depan tendanya sendiri. Kayanya otak orang itu udah kesumbat pasir sewaktu guling-guling di lapangan. Bayangin, gimana jadinya kalo dibalik tenda yang dia pipisin itu ternyata ada kepala temennya sendiri yang lagi tidur? Mungkin besok paginya, temennya itu bakal ditemukan dalam keadaan mulut berbusa karena keracunan amonia.


HARI KE-5, 12 DESEMBER 2014

Things to do today :
1. Wake up.
2. Survive to live another day.
3. Sleep again.

Kegiatan hari ini berlangsung seperti biasa, setelah sarapan pagi kita dapet materi PBB (lagi), dan diberi kesempatan untuk "bermain" dan "bercanda" dengan cara diguling ke kiri, dan ke kiri, ke kanan, dan ke kanan sampe muntah kawat. Spesial di hari ini, kita dapet kehormatan untuk ngedengerin materi dari Kapeka di siang bolong. Sewaktu dengerin materi ceramah, mata itu rasanya berat banget kaya digelendotin setan, bahkan beberapa siswa matanya mulai menutup sebagian dan bolanya matanya berubah jadi putih semua kayak kesurupan siluman ayam. Kita merem bukan berarti kita gak mau dengerin pembicara, tapi gue rasa semua mamalia berjalan tegak pun bakalan ngantuk berat kalo disuruh dengerin materi dengan kondisi fisik kurang tidur dan abis jungkir balik dari lereng Gunung Salak.

"Kalian boleh ngantuk, asal jangan tidur. Kalo gak kuat, yang tidur cukup satu mata aja. Gantian. Kalo mata kanan merem, yang kiri harus melek. Kalo ketauan tidur, saya suruh kalian semua ngerayap sampe Gunung Salak", ucap seorang pelatih dari pinggir tenda.



"Oke, kali ini gue harus kuat. Gue gak boleh ketauan tidur.", ucap gue dalem hati.

Selain melawan ngantuk yang luar biasa, sebagian siswa juga harus nahan perihnya gesekan kulit leher dengan kerah baju yang rasanya kaya digarukin setan kalo keringetan. Ngasih fokus perhatian ke arah narasumber adalah hal yang paling sulit untuk dilakuin saat itu, bahkan gue rela merayap sampe Gunung Salak asal dibolehin tidur setengah jam di dalem tenda. Kalo ada siswa yang gak ngantuk sedikit pun dan bisa fokus nerima materi siang itu, "Gue yakin dia itu robot psikopat yang tititnya udah dikebiri pake gunting kuku".
Malem harinya, sewaktu mau tidur di tenda gue dapet info A-Satu dari temen sebelah. Info itu dia dapet dari Agen Intel di Bepepeka, katanya besok itu (Hari ke-6) "Dia-yang-namanya-gak-boleh-disebut" bakal dateng ke Lido untuk "bermain" dan "bercanda" dengan kita. Waktu denger kalimat ini idung gue sedikit deg-degan, dan berharap dari kawah Gunung Salak tiba-tiba keluar Kaiju dan nyerang Lido, terus DTU V dianggap selesai. Karena kalo bener dia-yang-namanya-gak-boleh-disebut itu dateng, dan ditambah dengan dukungan semesta yang memberi cuaca ekstrim, nasib kita bakal kaya sekumpulan ikan salmon yang siap dimangsa beruang di permukaan sungai. So basically, we're fucked up.

 

Tapi gue sadar, meskipun kita jadi kaya ikan Salmon, seenggaknya kita selalu berjuang (di DTU) sampe akhir, meski harus ngelawan arus (dia-yang-namanya-gak-boleh-disebut), meski saat di puncak ikan-ikan salmon (kita) itu harus dimakan beruang. Azeeekkk.. *Benerin biji yang kejepit*

LIVING HELL ON EARTH, 13-15 DESEMBER 2014


Seorang siswa yang berasal dari tengah lapangan mengangkat tangannya saat seorang pelatih memberikan materi.

"Siswa Y izin ke belakang, pelatih !", ucap siswa Y dengan lantang.
"Kamu mau ngapain ? Ke belakang ? Ke belakang mana ? Ke semak sana ? Itu jurang!", ucap seorang pelatih dengan cengkok dangdutnya penuh jiwa korsa.
"......................", siswa Y senyam-senyum kebingungan lalu duduk lagi.

Beberapa menit kemudian siswa Y berdiri lagi.

"Kamu mau ngapain lagi ?", tanya pelatih tadi.
"Izin, ke toilet pelatih ! Udah diujung !", ucap siswa Y sambil ngejepit selangkangannya karena nahan pipis.
"Kamu mau ke belakang sana ? Apa mau ke toilet ?!"
"Gak jelas juga kamu, siswa. Kamu disini jangan aneh-aneh. Kamu kalo aneh-aneh, saya bikin aneh-aneh juga, kamu !", ucap pelatih tadi dari atas podium.
"......................", siswa Y masih senyam-senyum gak jelas sambil ngejepit selangkangannya.
 
"Ya udah cepet sana. Itungan 20, kamu harus udah balik lagi kesini.", ucap pelatih tadi dengan nada agak santai. 
 


Siswa tadi langsung lari secepet Usain Bolt menuju toilet di samping Tenda.
 
. . .

"Iki lho uwonge.", ucap Jefry dalam bahasa jawa sambil menepuk pundak gue.
"Sopo, le ?", gue tanya balik.
"Yo iku Pelatih X, Pelatih-yang-namanya-gak-boleh-disebut'.", jawabnya mencoba ngeyakinin gue.
Ternyata info dari intelijen sebelah emang terbukti wahid, dan ini artinya gue harus lebih aware terhadap marabahaya yang bakal menghadang mulai saat ini. *benerin sempak yang nyelip*

Sebagian siswa mungkin bertanya-tanya, "siapa sih orang ini?".

Ada beberapa rumor yang beredar tentang Pelatih X, katanya dia itu pernah dilatih Ra's Al Ghul dan sempet ditawarin untuk jadi kandidat pemimpin The League of Shadows. Tapi setelah kalah dari Bane di Sesi Pantohir, akhirnya dia memutuskan untuk mengembara ke Endonesa dan jadi musuh bebuyutannya Saras 008. Di lain cerita, ada juga yang bilang kalo dia bisa matahin baja penopang jembatan Suramadu dengan sekali melotot, dan diduga kuat memiliki kemampuan metal bending sehebat Kuvira. Oke, yang barusan itu ngawur.

Sebelumnya, Dia-yang-namanya-gak-boleh-disebut adalah seorang legenda bagi warga Prajab Lebak Bulus, Prajab Petukangan, dan Samapta Bea Cukai. Dia-yang-namanya-gak-boleh-disebut ini hanyalah mitos yang menyebar dari mulut ke mulut, dari angkatan ke angkatan, dari diklat ke diklat, sampe akhirnya bener-bener muncul di hadapan kita saat itu. Dialah pelatih yang mampu ngebuat lebih dari 50% siswa diklat muntah kawat dan meninggalkan trauma mendalam ketika mendengar suaranya. Jadi Pelatih X ini semacem jurus pamungkas yang di-summon Pusdiklat untuk membinasakan siswa-siswa Diklat.

Sewaktu Pelatih X berjalan melewati kerumunan siswa, mereka yang ngeliat kedatangannya cenderung minggir, bersembunyi di antara barisan, atau bahkan loncat ke semak-semak seolah-olah ia memiliki Haki tingkat tinggi. Kalo lagi upacara, adalah haram hukumnya melakukan kontak mata dengan dia, kecuali lu udah bosen hidup tenang dan pengen betis lu bermetamorfosis jadi tales bogor gegara kebanyakan jalan jongkok muterin lapangan. Sewaktu lu ditunjuk atau nama lu disebut sama dia, itu rasanya kaya ditiupin Sangkakala di sebelah kuping. Engsel-engsel tubuh jadi gak terkendali, ngomong jadi gagap, keringet dingin mulai bercucuran, perut tiba-tiba mules, idung deg-degan, dan muka langsung Harlem Shake gak jelas. Pokoknya, kalo orang itu mendekat, kita berharap punya kemampuan ngilang kaya Obito. Believe me, we'd rather fight Khal Drogo than meet him face to face.


 

Hari-hari selanjutnya, kehidupan di Lido semakin menguras fisik dan mental. Lapangan golf yang tadinya ijo, berubah jadi coklat karena dipake buat arena guling liar. Sejarah mencatat, dalam satu hari setidaknya kita bisa guling-guling 6-10x bolak balik lapangan golf. Kalo hari-hari sebelumnya kita guling cuma sekali dari tenda menuju bukit, tapi sejak hari ini, kita guling berkali-kali sampe dia turun dari podium dan nyerahin komando ke pelatih yang lain. Mungkin buat dia, ini adalah permainan.



Polanya selalu sama, pertama dia nyari kesalahan kita (yang mana pasti selalu terjadi), kemudian nyuruh kita tiarap dan guling sampe bukit dalam hitungan yang dia tentuin sendiri. Kalo sampe itungan berakhir dan kita semua (bahkan satu orang aja) telat nyampe ke bukit, kita disuruh guling balik ke titik awal dan berulang terus menerus sampe One Piece tamat. Gue tau cobaan kali ini sama susahnya dengan kelas PPN yang diajar Pak Richie, karena baru sekali guling aja udah banyak siswa yang muntah dan terkapar pasrah di tengah lapangan. Akhirnya kita bermain watak, siswa yang nyampe garis finish duluan balik lagi buat nyeret temennya yang terkapar di tengah lapangan ke garis finish. Sayangnya momen ini dimanfaatin sama siswa-siswa bejat yang sebenernya udah gak kuat guling sampe finish tapi pura-pura balik lagi buat bantu temennya. Setelah beberapa kali guling, tipu muslihat ini diketahui oleh Pelatih X dan ngebuat peraturan baru kalo yang mau nolong temennya harus udah nyampe garis finish terlebih dulu. 
Sewaktu narikin temen ke garis finish, gue baru "ngeh" kalo keadaan waktu itu bener-bener brutal dan chaos, orang udah gak peduli lagi kalo bajunya dekil kaya pantat sapi, celananya sobek sampe ke selangkangan, atau sikut serta lututnya lecet dan berdarah. Bagi kami yang terpenting nyampe garis finish dan gak disuruh yang aneh-aneh lagi. Situasi waktu itu udah kaya adegan pertama film Saving Private Ryan pas tentara US nyerang Nazi di pantai Normandia. Bedanya, kalo di film banyak pertumpahan darah, sedangkan disini banyak muntahan siswa.


Mungkin lebih dari 50% siswa yang muntah di lapangan, sisanya berlarian ke arah semak-semak dan pohon terdekat. Tim Medis pun berdatangan untuk ngebantu mereka yang terkapar atau pingsan di belakang barisan. Waktu itu gue masih ngos-ngosan, duduk di atas bukti kecil di belakang barisan sambil ngeliatin temen-temen gue yang muntah dengan semangat jiwa korsa. At this point, i have been thinking, "Do they even have any compassion and feel terrible when they do this to us, or they just smile, laugh, and have a cup of tea with satan?"
Tapi ya, kalo ngeliat temen-temen yang lagi sakaw setelah guling-guling itu kadang lucu sendiri. Ada yang sok-sokan ngebantu mejet-mejetin leher temennya yang mau muntah, tapi begitu liat dan nyium aroma muntahan temennya malah jadi ikut-ikutan muntah. Ada yang sok-sokan nahan muntah padahal mukanya udah pucet banget kaya abis disedot Dementor. Dan yang paling lucu, ada juga yang mau muntah tapi milih-milih spot yang enak buat nembakin muntahannya. Mau nembak ke samping, ternyata ada orang. Mau nembak ke depannya juga ada orang. Kalo muntah di bawah pohon, kejauhan. Sampe akhirnya dia udah gak tahan dan muntah di sebuah kubangan tepat dimana kelas gue baris. Ngeliat siswa tadi muntah di kubangan itu, siswa lain yang mual malah ikut-ikutan muntah di situ. Well, shit.
Abis guling-guling, siswi itu biasanya lebih aneh-aneh. Ada yang mau muntah, tapi malah jaim. Ada juga yang keliatan teler, tapi sewaktu dibantu temennya malah geleng-geleng, baru jalan beberapa meter langsung ambruk. Dan yang paling absurd itu sewaktu ngeliat siswi yang make-upnya luntur. Muka yang tadinya penuh bedak kaya papan karambol, abis guling-guling malah jadi kaya Rainbow Cake. Jidatnya putih, pipinya merah, tapi lehernya coklat. Kalo lu mau liat cewek cakep dengan keadaan sejelek-jeleknya, mungkin di sinilah tempatnya. Makanya kalo ada siswi DTU yang sombong dan gak mau accept friend request path lu, cukup kirim message ke dia, "Gue tau muka lu itu kaya apa pas muntah waktu guling-guling di DTU."
 
. . .
 
Terkadang gue gak abis pikir dengan siswa yang masih bisa maen-maen di depan Pelatih X. Sewaktu mau sarapan pagi, setelah hampir semua siswa naik ke lapangan golf, tiba-tiba kita disuruh balik lagi ke lapangan depan perkemahan. Terus pelatih X marah-marah sambil nyabutin akar pohon pinus dan ngehukum kita dengan push-up dan guling-guling gak jelas di lapangan itu. Setelah ditelusuri sumber dari segala kemahatololan di pagi itu, ternyata itu semua gegara ada satu Kelas yang ngebubarin barisannya dengan semrawut dan tanpa penghormatan sewaktu mau naik ke lapangan atas. Lebih begonya lagi, tindakan tolol itu tepat dilakuin di depan Pelatih X yang udah terkenal sepak terjangnya di dunia persilatan. Kalo ketua kelasnya bukan temen gue tingkat 2, mungkin udah gue sate bijinya buat ditumbalin ke penghuni Gunung Salak.
Kehidupan kita selama 3 hari terakhir itu udah kayak Living hell on earth. Tiap balik ke tenda malem-malem itu badan rasanya kaya abis dicubitin pake tang sama Ade Rai. Meskipun badan mulai remuk dan mental sedikit terguncyang, apapun yang terjadi besok dan seterusnya, kita gak boleh sakit apalagi sampe ngulang. Karena ngejalanin DTU dengan keadaan sehat aja udah sampe berbusa, apalagi yang sakit ?
 
Misalnya temen sekelas gue, namanya Roma. Selama DTU dia dianugrahi pita kuning dan gak dibolehin ngelakuin aktivitas ganjil karena punya cidera ligamen di kaki kirinya akibat kecelakaan. Setiap kali disuruh jalan di tempat, dia cuma bisa gerakin kaki kanannya kaya Sojiro Seta. Bayangin gimana jadinya kalo dia disuruh merayap dari ujung lapangan sampe Kawah Gunung Salak ?
Ada lagi temen sekelas gue, namanya Jefry. 2 Minggu sebelum DTU, dia udah divonis dokter kena usus buntu dan harus segera diruqyah dioperasi hari itu juga. Tapi karena dia tau seandainya hari itu dioperasi penyakitnya gak akan sembuh total saat DTU dimulai, akhirnya dia mutusin untuk gak dioperasi dan ngelanjutin hidup dengan bantuan pain killer (Mefinal). Selama 3 hari pertama DTU, dia terpaksa nahan rasa sakit di perutnya karena gak bisa balik ke tenda buat minum obatnya. Jujur, gue sendiri baru tau kalo dia punya usus buntu, gue kira selama ini dia megangin perutnya selama DTU itu karena punya ambeyen atau mencret akut.
Jefry pernah bilang ke gue, katanya setelah Pelatih X dateng rasa sakit di bijinya perutnya itu menghilang. Sepertinya kedatengan Pelatih X di Lido ini membawa sepercik mukjizat, siswa yang ngeluh sakit tetiba berkurang, dan mereka selalu ngaku-ngaku sehat kalo ditanyain sama Pelatih meskipun mukanya sekusam LPAD dan badannya meriang. Tapi di hari-hari terakhir DTU, muka si Jefry sejak tadi pagi berubah jadi pucet pasi kaya pantat babon. Lucunya, sewaktu ada temen yang ngasih sunblock hasil selundupan dari siswi, si Jefri langsung nyolek sunblock sebanyak mungkin dan mengusapnya ke muka secara gak merata. Anak-anak langsung ngakak ngeliat mukanya yang semakin gak jelas. Ditambah dengan kulitnya yang gosong dan mengelupas, Jefry jadi makin keliatan kaya mayit korban Holocaust.
Sewaktu Gladi Upacara Penutupan, si Jefry ngeluh kalo bijinya perutnya mulai sakit lagi. Di barisan paling belakang, Jefry terus nunduk sambil megangin bijinya. Sampe akhirnya dia ngerasa jengah dengan keadaan, lalu dia bilang ke pelatih mau minta obat. Apesnya, yang ada di belakang barisan kita waktu itu adalah Pelatih X, dan si Jefry tetep nekat minta obat ke dia. Alhasil, si Jefry malah disuruh guling-guling yang katanya biar cepet sembuh. Setelah itu dia baru bisa minta obat ke tenda medis.
Kejadian kaya gini bukanlah yang pertama, banyak siswa yang sakit tapi sewaktu ketauan sakit atau minta obat malah disuruh guling, jalan jongkok, merayap, jungkir balik, dan merangkak muterin lapangan, padahal siswa-siswa tadi beneran sakit. Katanya sih biar badannya gerak, berkeringat, jadi sehat lagi. Jujur, logika ini gak bisa gue tangkep sama sekali.



Setelah minta obat, Jefry balik ke barisan dan ngobrol dengan gue. Katanya kejadian yang dia alamin itu gak begitu parah. "Nang kompi A ono sing luwih parah, cuk.", begitu katanya. Jadi menurut cerita si Jefry, di Kompi A itu ada siswa yang kalo disuruh push up dia malah sit up. Bukan karena dia sok ide atau sistem saraf kognitifnya gagal memahami perintah, tapi karena dia abis kecelakaan dan di sepanjang tangannya itu masih tertanam sebuah gips. "Kalo baju di tangannya dilipet, itu keliatan bro jaitannya, dari sini sampe sini", ucap Jefry sambil ngedeskripsiin panjangnya jaitan di tangan siswa tersebut. Dan waktu guling-guling kemaren, siswa itu tetep ikut, bahkan merayap, merangkak, dan jungkir balik. *nelen ludah*

"Terus gapapa ?", tanya gue penasaran.
"Yo gapopo, le. Arek iku kuwat, kok.", jawab Jefry santai seolah-olah penderitaannya itu gak seberapa.
Selain siswa tadi, ada juga siswa lain dari Kompi A yang bernasib serupa. Kejadiannya di lapangan, siswa tersebut dipapah oleh salah satu temannya ke arah podium untuk minta ijin ke tenda medis. Tapi naas, yang jadi pembicara waktu itu adalah Pelatih X yang udah terkenal kiprahnya selama Perang Bubat. Alhasil, temennya disuruh balik lagi ke barisan, dan siswa tersebut disuruh merayap ke tenda medis dengan sisa nyawa yang ada.
Ada lagi temen gue yang kena apes, namanya Deni, tapi dia bukan si manusia ikan. #lah?
Deni itu termasuk orang yang jarang sakit, karena penyakit pun takut kalo liat dia lagi marah sambil banting-banting pohon di depan kantornya. Jadi sejak malem minggu itu, si Deni tetiba kena demam. Gue sempet heran, ilmu hitam macam apa yang bisa nembus kulit Deni sampe dia bisa demam? #Oke lupakan. Besoknya, entah dengan tipu muslihat macam apa si Deni bisa istirahat di Tenda Perkemahan dengan damai. Tapi kedamaian itu gak berlangsung lama ketika Pelatih X dateng ke tendanya dan ngebangunin dia dengan kecupan sepatu bootsnya.
Kejadian-kejadian kaya gini yang bikin siswa pesakitan jadi males kalo mau minta obat, dan ngebuat mereka merasa gegana (Gelisah Galau Merana). Beberapa siswa yang sakit malah lebih memilih menahan perihnya sakit ketimbang maksa minta obat tapi malah disuruh guling-guling muterin lapangan. Fenomena ini seolah-olah ngasih pesan tersembelit kalo kita itu diharamkan untuk sakit.
Tapi menurut gue, orang yang paling apes selama DTU adalah siswa yang disuruh push up di Toilet Bambu gegara kebelet sampe akhirnya nyenggol pelatih yang lagi pipis. Alhasil, siswa yang gue gak tau namanya itu dipush up di dalem toilet, dengan posisi tangan tepat diatas bambu yang biasa dipipisin anak-anak. Hoekk...
Di hari Senen, kita semua dapet kehormatan untuk latian Wushu sebagai bekal bela diri. Waktu itu latiannya cuma 1 jenis rangkaian gerakan, dan kebetulan yang jadi model gerakannya temen gue sendiri. Setelah sekian jam latian satu rangkaian gerakan, gue gak yakin kalo nantinya gerakan ini bisa dipake buat lawan preman yang sengaja dikirim untuk mengintimidasi kami sewaktu bertugas. Kenapa ? Karena selihai apapun kita dengan jurus ini, kalo gulet pasti yang keluar jurus sabung ayam. Hajar terus sampe lemes.

 

. . .

Di antara 3 hari ini, hari minggu adalah yang paling absurd. Selepas longmarch sore, semua siswa balik lagi ke tenda besar untuk menunaikan sholat ashar. Pas lagi wudhu, tetiba ada seorang tahanan kabur dari tempat rehabilitasi BNN. Dia loncat dari celah pager kawat yang bolong, dan lari dengan cepet kaya orang kebelet boker ke arah bawah. Herannya, anak-anak yang liat kejadian tersebut cuma melongo sambil bilang, "Apa tuh?" dengan tanpa dosa.


HARI KE-9, 16 DESEMBER 2014

Banyak siswa yang mendadak sehat, padahal kemaren mereka ngeluh badannya itu serasa abis dipukulin Mad Dog. Tapi sekarang, raut wajah mereka keliatan lebih bahagia dari anak magang yang baru dapet rapelan tukin. Yang cape mendadak seger, yang ngantuk jadi melek, dan yang sekarat idup lagi. Sejak bangun tadi pagi, kita semua punya impian yang sama, yaitu ngelewatin hari ini dengan keadaan mental yang waras dan fisik yang utuh. Karena DTU tinggal sehari lagi.



Hari ini, kegiatan utamanya adalah latian sekaligus gladi Upacara Penutupan DTU. Gue kira kegiatan hari ini gak bakal bikin badan pincang-pincang kaya kemaren. Ternyata gue salah, latian upacara kali ini malah bikin betis jadi segede pelepah pisang, dan kalo jalan itu serasa dipasangin jangkar.
Dari pagi sampe sore kegiatan kita cuma berdiri di lapangan, PBB di tempat, dan sesekali dikasih kehormatan buat guling-guling dan merayap di lapangan upacara. Setelah itu dilanjut latian upacara lagi. Meskipun kaki serasa digelendotin setan, tapi sisi baiknya kita jadi bisa ngobrol lebih lama dengan temen seangkatan, ketimbang kaya kemaren kita seharian disuruh ngepel lapangan golf dengan badan kita sampe dengkul lecet dan mulut berbusa.
 
. . .

Selama DTU gue jadi kenal lebih banyak temen seangkatan, itu karena tiap hari kita disatukan dengan penderitaan impian yang sama, yaitu bisa lulus DTU dan mutasi Homebase. Misalnya salah satu temen sekelas yang baru aja gue kenal sewaktu DTU, namanya Tri Wahyu, atau biasa gue panggil Pak Bohlam. Pak Bohlam ini terkenal di kalangan pelatih dan sering juga ditumbalin kelas J karena kepalanya yang botak licin kaya Lampu Bohlam untuk nerangin pengkolan jalan. Entah dia pake shampo kucing atau detergen merk apa, bahkan DTU selama sepuluh haripun gak bikin sehelai rambutnya tumbuh.
Pak Bohlam ini kalo dari luar keliatannya gahar sekali -- kepalanya plontos, kulitnya item mengelupas, baju protektornya berwarna hijau army dengan gambar penembak jitu dan tertulis besar di dadanya "SNIPER". Tingkat ke-gahar-annya bertambah dengan sikapnya yang jarang ngomong, persis kaya orang nahan boker. Pak Bohlam juga termasuk orang yang pendiem, diem-diem nyundulin temen disebelahnya. Gue sempet curiga kalo Pak Bohlam ini sebenernya satpam Lido yang lagi nyamar jadi siswa DTU. Tapi kecurigaan gue sirna begitu ngeliat kelakuan dia yang 'ndlahom' gak jelas sewaktu ditumbalin jadi ketua kelas harian. Tau gak, meskipun tampangnya kaya Security, ternyata hatinya tetep kaya Hello Kitty.



MALAM INAUGURASI

Setelah seharian latian upacara, malemnya kita semua dikumpulin di lapangan, lalu baris membentuk huruf 'U' dan mengitari setumpuk kayu bakar di tengahnya. Ini semua adalah persiapan sebuah perhelatan akbar untuk menutup malah terakhir di DTU. Pada malem ini, kita semua akan bersumpah dan berjanji di depan bendera merah putih untuk menjaga nama baik dan menjunjung tinggi nilai-nilai kementerian. Padahal waktu ngeliat api unggun, gue kira malem ini kita bakal ngucapin sumpahnya Night's Watch untuk ngejaga Seven Kingdoms. Pfftt...
Setelah semuanya siap, setiap siswa maju satu per satu ke depan barisan untuk mencium bendera merah putih sambil mengucap sumpah dan janji yang diiringi dengan 5 lagu wajib (Padamu Negeri, Rayuan Pulau Kelapa, dll) dan pembacaan puisi oleh perwakilan siswa/siswi. Sumber cahaya waktu itu cuma berasal dari Api unggun dan lampu tembak di belakang panggung. Sedikit remang-remang sih, tapi feelnya dapet banget. Apalagi sewaktu ngucapin sumpah dan janji siswa, itu khidmat abis men.
Setelah acara sakral tadi selesai, kita semua diperbolehkan duduk di rumput yang semakin malem embunnya mulai meresap nakal ke dalem sempak untuk ngeliat performance dari tiap-tiap kompi. Ada yang nampilin drama, tarian, nyanyi, goyang dumang, dan baca puisi. Tadinya kompi gue mau nampilin debus yang bakalan diperagain sama Brian. Tapi si Brian menolak, dirinya berdalih kalo bukan Bulan Purnama ilmu kadigjayaan yang dia miliki gak akan sehebat Edward Cullen. Padahal rencananya si Brian itu bakal nyilet-nyilet selangkangannya sendiri sambil ngemil areng kayu bakar, terus salah satu dari kita maju ke depan sambil ngasih kuda lumping dan sebotol ciu untuk dia minum. Lalu si Brian lari ke dalem api unggun sambil naik kuda lumping, dia diem sebentar, dan beberapa saat kemudian Brian keluar dari remah-remah tumpukan Api Unggun sambil shuffle dance.



Oke, yang barusan itu ngawur.
Performance paling keren berasal dari kompi 4, mereka nampilin bermacem-macem nyanyian daerah dan beberapa tarian. Persiapannya keliatan cukup mateng, beda banget dengan kompi gue yang tiap kali mau latian selalu batal karena kebanyakan mikirin ide untuk performance. Tapi seenggaknya, kompi kita gak seabsurd kompi sebelah yang nampilin drama dengan jalan cerita yang memprovokasi pelatih untuk ngepush-up kita seangkatan.



Malem ini suasananya asik banget, beda banget dengan kemaren. Kalo kemaren jam-jam segini paling kita lagi ngantri di kamer mandi atau merenungi nasib wajah yang makin item kaya pantat panci sambil rebahan di velbed, dan sesekali ngelupasin kulit wajah yang mulai kering. Coba tiap malem kaya gini, seenggaknya bisa ngurangin rasa pegel di punggung setelah seharian dibinasakan di lapangan.


RABU, 17 DESEMBER 2014

Ini hari terakhir kita DTU, dan semua siswa keliatannya sangat bersemangat sejak senam pagi tadi. Contohnya temen sekelas gue, si Elyasa, yang saking semangatnya sampe berani ngendap-ngendap buat boker di WC cewe karena udah gak kuat nahan mules sewaktu senam pagi. Atau  si Jefri, yang tetiba jadi sehat wal afiat seolah-olah lupa kalo besoknya dia harus ikut operasi usus buntu. Kalo gue ? Rasanya campur aduk kaya seblak basah. Di satu sisi gue ga mau pisah sama manusia-manusia setengah retard ini, di sisi lain gue ngerasa lega karena seenggaknya penderitaan ini akan segera berakhir. *ngelap ingus*
Sejak jam 6 pagi, kita semua berdiri di lapangan upacara buat nungguin upacara penutupan yang rencananya dimulai jam 10. Itu berarti kita berdiri kurang lebih 4 jam sejak sebelum upacara di mulai. Kita boleh duduk cuma pas sarapan atau kalo diberi aba-aba istirahat, itu pun gak lama, dan gak cukup untuk ngilangin rasa sakit di betis yang semakin merajalela. Jujur, ini pertama kalinya gue ngerasain betis gue kaya digelendotin bayi king-kong, mau jalan aja berat banget. Gak cuma gue, siswa lain pun ngerasain hal yang sama, bahkan beberapa dari mereka minta pelatih untuk nyemprotin betisnya dengan pain killer yang rasanya kaya disemprot WD 40 buat dinamo tamiya. Berkat semprotan ajaib tersebut, betis gue jadi gak kerasa apa-apa dan siap buat berdiri sampe 5 jam ke depan.
Setelah betis mulai enakan, sekarang mata yang jadi berat seakan-akan ada yang nempelin double tape di balik kelopak matanya. Kalo kemaren-kemaren siswa yang ketauan tidur pas upacara bakal di olesin Freshcare di atas bibir dan dipipinya, tapi hari ini banyak siswa yang menyerahkan wajahnya dengan sukarela untuk diolesin Freshcare biar gak ngantuk. Ini semua akibat akumulasi kurangnya tidur sejak hari pertama sampe acara Inaugurasi tadi malem.
Setelah upacara penutupan selesai, tiap-tiap kompi nampilin yel-yelnya masing-masing sebagai penutup acara. Lalu kita semua dikumpulin di tenda hajatan untuk makan siang dan snack. Sewaktu makan, gue ngeliatin muka temen-temen gue yang makin gak jelas bentuknya. Temen gue yang tadinya putih, tiba-tiba jadi lebih army look, dan hampir gak bisa dikenali, persis kaya Kirk Lazarus (Robert Downey Jr.) di film Tropic Thunder.



Gue bertanya-tanya sama diri gue sendiri, "Kalo yang putih aja jadi gitu, gimana muka gue yang dari awal udah item?". Tapi diantara semua siswa DTU yang ada, cuma Brian yang itemnya gak berubah dan kulitnya enggak ngelupas meskipun doi gak make sunblock. Kalo masalah kulitnya yang gak nambah item setelah dijemur 10 hari itu masih wajar, karena itemnya kulit Brian emang udah ga bisa ditolerir lagi, udah maksimal. Tapi kulitnya itu kok bisa tahan panas, nggak kebakar, atau ngelupas kaya yang laen ? Gue jadi curiga kalo si Brian itu tahan api karena punya keturunan House of Targaryen yang mengalir di dalam darahnya yang berwana ijo kaya darah belalang. 
Abis makan, kita semua balik ke tenda buat packing dan langsung naik ke Bus Tentara yang udah nunggu di lapangan bawah untuk segera meluncur ke Pusdiklat. 

Setelah 3 jam perjalanan, akhirnya kita nyampe di Pusdiklat. Pas gue turun dari bis dan ngeliat anak-anak ngejinjing carriernya, gue jadi ngerasa berat buat balik ke kosan. Rasanya gue pengen ngumpul lebih lama dengan manusia-manusia imbisil ini, bukan karena gue mau DTU diulang, atau udah mulai ketagihan diguling-guling, tapi karena momen kaya gini jarang banget terjadi. Meskipun ada, itupun nanti 3 atau 4 bulan lagi pada saat kita DSTD, dan itu juga ga bisa sepenuhnya bareng 864 orang karena bakalan dibuat 2 gelombang. Yah, apa mau dikata, mungkin ajang reuni terbesar ini berakhir disini, tapi rasanya memori surem selama DTU gak akan pernah lupa sampe salah satu dari kita kena Alzheimer. "DTU itu emang manis untuk dikenang, tapi terlalu pahit kalo sampe diulang."
 
. . .
 
Beberapa hari setelah DTU selesai, ada temen gue yang bela-belain ke salon buat perawatan karena gak mau mukanya jadi kaya pantat wajan. Dan akhirnya gue sadar, bahwa pernyataan "DTU bikin cowok jadi lebih macho" itu hanyalah mitos.





PS : Special thanks to Brian, Ajis, Didit, Nagara, Jefri, Deni, Elyasa, Agung Rulis, temen-temen kelas J, Kompi 2, dan semua siswa yang udah bikin suasana DTU jadi lebih mirip srimulat. Dan untuk semua orang yang pernah ngasih sunblock ke gue, biarpun cuma secolek, entah itu sunblock beneran atau cuma autan,  "YOU'RE THE REAL MVP !"











Ditulis dari sebuah kamar yang kalo pintunya ditutup jadi kepanasan dan kalo dibuka jadi banyak nyamuknya, 31 Desember 2014













Salam jungkir,

Penulis : frosthater ~ Sebuah blog yang menyediakan berbagai macam informasi

Artikel Para Penyembah Pohon ini dipublish oleh frosthater pada hari Wednesday, December 31, 2014. Semoga artikel ini dapat bermanfaat.Terimakasih atas kunjungan Anda silahkan tinggalkan komentar.sudah ada 2 komentar: di postingan Para Penyembah Pohon
 

2 comment:

  1. kren bangat artikelnya gan...
    lucu dan sangat menarik deh pokoknya...
    makasih banyak gan atas infonya..

    ReplyDelete
  2. Mantap gan, tapi kepanjangan HEHEHE :)

    ReplyDelete