Disclaimer : Tulisan ini sengaja dibuat dengan efek pe-lebay-an (hiperbola) dan penuh dengan gaya bahasa sarkasme untuk memberi kesan dramatis pada setiap bagian ceritanya. Tulisan ini juga dibuat untuk hiburan dan sarana nostalgila siswa DTU angkatan V semata, dan tanpa maksud untuk menjatuhkan nama seseorang/kelompok/instansi/paguyuban/ormas/atau sekte lainnya. Jika anda tidak sengaja mengklik tautan postingan ini, segera tekan alt + f4 sebanyak 3 kali atau ctrl + alt + del sebanyak-banyaknya.
"If you want to go fast, go alone . If you want to go far, go together"
African Proverb
*Suara
hentakan kaki diiringi tepukan tangan berirama*
Hum wara were...
Hum wara were...
Matisong samalise...
Matisong samalise...
Makan telo gosong sama-sama kulite...
Makan telo gosong sama-sama kulite...
Dejepe tetap Jawa...
Tetap Jawa selama-lamanya...
Dejepe tetap Jawa...
Tetap Jawa selama-lamanya...
Mungkin sepintas, kata-kata diatas terdengar seperti bahasa Swahili yang dinyanyiin secara lirih oleh sekumpulan Dukun Voodoo dibelahan Afrika sana. Tenang, ini bukan bentuk pemujaan suatu Sekte Animisme, bukan juga lirik gendam atau mantra sihir aliran sesat, melainkan Yel-yel yang diteriakkan dari bibir
Sampe sekarang, senior-senior di kantor yang-ngeliat-gue-pulang-Diklat-dengan-kondisi-hitam-legam-kayak-pantat-panci masih sering nanyain apa manfaat dari kegiatan ini
Gimana ya... Meskipun gue belum
tau secara spesifik apa manfaat dari kegiatan ini, tapi gue yakin pasti manfaatnya buanyak
banget !! *biar gak diciduk KI kalo ada yg baca postingan ini*. Ya, seenggaknya dengan diadainnya kegiatan ini, kita
bisa reunian gratis dengan temen seangkatan yang udah tercecer dari Sabang
sampe Merauke sejak bulan April yang lalu.
Pusdiklat, 8 Desember 2014
Setelah dinyatakan sehat oleh dokter ber-NIP dengan membayar 15 ribu perak yang dibuktiin dengan Surat Keterangan Ganteng dari Posyandu terdekat, gue dan 863 temen seangkatan
Kalo diliat dari raut wajahnya, mereka keliatan sangat bahagia, seolah-olah lupa dengan kerasnya kota penempatan yang belum muncul di google
maps, kerjaan kantor yang gak akan kelar dengan sendirinya setelah
ditinggal DTU selama 10 hari, dan gebetan yang mulai balikan lagi dengan suaminya.
Mereka kayanya belum tau, sesampenya di Lido, hak mereka sebagai warga sipil bakal
dicabut, kewajiban mereka akan selalu dituntut sampe terguling lunas,
makan dan minumnya gak akan tenang karena dikejer alarm nyasar,
dan sewaktu tidur napasnya bakal disekap bantal. #Lah ?
LIDO, MINGGU PENYEGARAN (8-10 Desember 2014)
"The first three days are the hardest"
Setelah diangkut Bus Tentara menuju Lido, seluruh siswa DTU berbaris rapih di lapangan depan area perkemahan. Disana kita diberi arahan untuk mengumpulkan semua barang berharga --handphone, dompet, jam tangan, kenangan bersama mantan dan impian homebase-- ke dalam plastik zip bening. Setelah itu kita berlari layaknya orang kebelet berak menuju tenda untuk rebutan velbed, lalu membungkus tas ke dalam trash bag hitam, kemudian menaruhnya di atas velbed, dan balik lagi ke lapangan untuk persiapan Upacara Pembukaan.
Selama 10 hari ke depan, 75% hidup kami akan dihabiskan di lapangan pembantaian
golf yang luasnya sekitar 200 x 75 m dengan permukaan yang semakin
bergelombang/berbukit ke arah timur. Disekitar lapangan ini dikelilingi pemandangan alam yang
lumayan bagus, ada gunung, rumput ilalang, pinus, jurang, dan Pevita Pearce yang lagi mandi di tepi danau. Letak lapangan ini tepat di sebelah selatan Balai Rehabilitasi
BNN. Jadi kalo ada yang sakaw karena kebanyakan push-up atau guling-guling,
mereka bisa langsung dilempar ke gedung sebelah. Praktis, kan ?
Setelah Upacara Pembukaan, seluruh siswa gak dibolehin pergi ke tenda, gak boleh ganti
baju, dan gak boleh mandi dengan alesan apapun. Meskipun badan kita baunya udah kaya bangke Komodo, atau ketek kita mulai tumbuh jamur merang, dan lapisan daki di selangkangan
tebelnya udah 2 inchi, kita bakal tetep tinggal di lapangan itu selama 3 hari,
tanpa mandi dan tanpa ganti baju.
Terus
tidurnya gimana, gan ?
Selama 3
hari pertama, semua siswa dilatih survival skillnya dengan tidur di
Hotel Berbintang-bintang, hotel yang kasurnya beralaskan rumput dan
beratapkan langit. Kalo ujan, kita cuma bisa berlindung dibalik dekapan ponco
(jas ujan) kresek yang harganya 5 rebuan kalo beli di Ind*omar*et. Sewaktu
tidur/duduk di atas rumput yang berembun (bekas ujan), biasanya pantat kita jadi
basah karena aernya meresap masuk ke sela-sela sempak dan ngebuat tidur jadi
makin gak nyaman.
Di atas jam
2 pagi, biasanya suhu semakin biadab. Rasa dingin semakin menusuk, bahkan
terasa sampe ke tulang pantat. Banyak siswa yang melapor ke tenda pelatih
karena menggigil disko akibat kedinginan, tapi naasnya, mereka yang melapor malah disuruh balik ke lapangan
dan menahan rasa dingin yang ada, seolah-olah menggigil akibat kedinginan adalah pilihan.
Kecuali kalo kita udah bener-bener menggigil, kita baru dibolehin tidur di Tenda Hajatan bersama siswa lainnya. Jam tidur di sini biasanya dimulai sekitar jam 10 setelah acara di tutup dengan Apel
malem, dan bangun jam 3 pagi dimana bencong pun baru mulai mangkal. Hal-hal
kayak gini yang bikin gue cuma bisa tidur 1-2 jam selama 3 hari pertama.
Sekitar jam 4 pagi, semua siswa dikumpulin di lapangan untuk senam. Dengan mata
yang masih sayup-sayup merah, kita semua dipaksa
berjingkrak-jingkrak ria ngikutin gerakan instruktur selama kurang lebih satu
jam. Kalo diperhatiin, kita semua keliatan kaya sekumpulan zombie yang lagi latian Goyang Dumang buat off-air di Inbox.
Abis senam, kegiatan dilanjut dengan Sholat shubuh dan persiapan sarapan pagi.
Setelah itu dilanjut Apel pagi, lalu latian PBB di tempat dan siangnya dilanjut longmarch sampe dengkul kopong. Setelah menempuh jarak tertentu (biasanya setara dengan perjalanan dari Monas ke Bekasi), kita akan kembali ke lapangan untuk persiapan makan siang.
Di hari ke
3, kita semua berhasil ngedapetin kehormatan itu. Kita (kecuali ibu hamil dan
para pesakitan) berguling ria dari depan podium upacara sampe ke atas bukit. Jarak
gulingnya sekitar 125 meter ke arah timur, yang mana kalo gue lari sejauh itu
dengan kondisi lapangan bergelombang kaya pantat Duo Serigala, di tengah jalan
gue udah pasti ngos-ngosan.
Sewaktu denger instruksi guling dari arah sumber suara, seketika suasana di lapangan berubah
jadi kaya di jalur Gaza. Semua orang yang kita kenal berusaha nyelametin dirinya masing-masing. It's "Every
man for himself" time. Kita semua berguling tanpa arah. Ada yang terjatuh dan tak
bisa bangkit lagi. Ada yang tenggelam dalam lautan muntah. Juga ada
yang tersesat dan tak tahu arah jalan pulang. Aku tanpamu butiran
debu. #Lah?
Di tengah
lapangan, banyak sekali muntahan siswa yang bentuknya kaya adonan martabak
telor. Gue yang ngeliat itu dari jauh langsung ngambil jalur guling ke arah
pinggir karena bebas muntahan. Perjalanan menuju tepi arena guling sangatlah
berat, gue harus guling dengan gaya menyamping diagonal dan melewati sekumpulan
muggle yang terkulai lemas di tengah lapangan.
"Hoekkk... hoeekkk.. HO...HHO...HHHOEEKKKKK....", dengan kepala yang masih
berputar gue ngeliat orang di depan gue muntah. Siswa itu muntah seolah-olah
ginjal dan pankreasnya ikut dimuntahin.
Beruntung, self control dan
akselerasi guling gue emang wahid, jadi gue bisa ngelindes orang yang lagi
muntah di depan gue untuk menghindari muntahannya. Abis itu gue bisa
berguling ria di pinggir lapangan menuju bukit kemerdekaan.
Di atas
bukit, gue dan pria-pria alfa lainnya ngeliatin sekumpulan muggle yang
bersusah payah guling ke arah sini. Gue serasa jadi peserta Quarter Quell yang
udah mempecundangi peserta lain di Hunger Games pada taun-taun
sebelumnya. Di belakang gue, banyak siswa yang terkulai lemas akibat
guling-guling, dan beberapa diantaranya berlari ke arah semak-semak dan pohon.
Dengan raut wajah yang pucat pasi seperti abis disedot Dementor, mereka
berlutut di depan pohon itu dan menyentuhnya dengan salah satu tangan mereka
sambil memuntahkan semua makanan yang baru aja mereka makan. Dari tempat gue duduk,
mereka keliatan kaya orang yang lagi nyembah pohon.
Di lapangan,
ada beberapa siswa yang didorong-dorong oleh pelatih supaya bisa terus guling sampe
bukit. Mereka keliatan bersusah payah merayap menuju bukit dimana gue duduk
bersama pria alfa lainnya. Dari kejauhan, mereka terlihat seperti sekumpulan Smeagol
yang sedang merayap menuju Mordor.
Setelah
semua siswa berkumpul di atas bukit, gue berpikir kita semua udah aman dan kita bakal dikasih waktu untuk
istirahat sebentar. But, i've never been so wrong. Kita semua langsung disuruh jungkir
balik (roll depan) sejauh +/- 50 meter menuruni bukit tadi. Beruntung sewaktu
kecil gue sering maen ginian di lapangan, makanya abis jungkir balik badan gue masih utuh semua, tanpa lecet.
Sewaktu
acara Jungkir Masal, gue ngeliat ada siswa yang jungkir baliknya cepet banget
kaya monyet sirkus akrobatik. Gue jadi curiga kayanya siswa tadi sebenernya
jelmaan Sun Go Kong Si Raja Kera dari Gua Suiliang di Gunung Hua Kuo.
Abis
jungkir, ternyata pelatih belum puas, kita semua disuruh merangkak ke tengah lapangan
dan dilanjut merayap ke arah Tenda Hajatan dengan hitungan mundur dari pelatih.
Kita semua tergopoh-gopoh ngerayap menuju Tenda Hajatan dengan harapan
penderitaan akan usai setelah melewati itu semua.
Sebenernya,
yang tersulit itu bukanlah guling, jungkir, atau ngerayap di siang bolong, tapi
ngehindarin muntahan siswa lain pas ngeguling dengan sisa nyawa yang ada. Karena sewaktu kita mabok, kita gak bisa menguasai engsel-engsel tubuh untuk mengarahkan guling kita. Misalnya si Didit, temen gue tingkat I. Setelah serangkaian aksi pembantaian
masal tadi, gue secara random ketemu dia di antara kerumunan siswa yang
terkapar di tengah lapangan. Didit mengaku kalo dia gak muntah sewaktu guling tadi, tapi dia malah kena
muntahan siswa lain sewaktu guling-guling. Sambil nunjukin bagian belakang
celana trainingnya yang kena muntah, Didit bilang, “Even worse...”.
Waktu itu
baju dan celana gue basah penuh keringet, begitu juga siswa yang lain. Gue
berdiri, ngeliatin keadaan sekitar yang sangat brutal, penuh muntah, dan
sesekali tercium bau Raflesia Arnoldi yang sangat menyengat menyeringai dari
badan siswa, dan ini adalah bau khas DTU Angkatan V.
Banyak sekali siswa yang
terkapar, terkulai lemas dengan badan terlentang menghadap langit. Beberapa di
antaranya berlarian ke arah semak belukar, menuju balik pohon untuk membuang
semua makanan di dalem perutnya, bahkan kalo udah gak kuat nahan, mereka muntah
di tempat. Keadaan waktu itu gak jauh beda dengan adegan perang bangsa orc
vs human vs dwarf vs elf di Film The Hobbit - The Battle
of Five Armies.
Malem harinya, untuk nurunin nasi setelah makan malem, kita longmarchlagi dengan rute yang sedikit berbeda. Kalo tadi siang terang, kalo sekarang gelap. Dan dengan Kekuatan Bulan yang tersimpan disela-sela daki, semua siswa DTU berjalan di antara kegelapan Lido yang dingin mencekam. Gue sih watir aja kalo lagi jalan tiba-tiba muncul dari balik pohon pinus sekumpulan White Walker dan nyerang kita pake pistol air. *crottt...crott..crott...*
Di hari ketiga ini, acara Minggu Penyegaran ditutup dengan menurunkan bendera “Latihan”
berwarna Ijo-Kuning yang diiringi hujan rintik-rintik. Dengan turunnya bendera
ijo-kuning tadi, berarti semua siswa DTU diperbolehkan untuk mandi, ganti baju, dan
tidur di Tenda Perkemahan untuk hari-hari selanjutnya.
Oke,
selanjutnya gue bakal jelasin dulu apa aja yang ada di DTU V ini.
OUTFIT
Seragam yang boleh dipake sewaktu DTU itu cuma 2, baju berprotektor dan seragam training biru yang dibagiin pas hari pertama. Baju berprotektor itu baju lengan panjang yang diujung sikunya ada bantalan busa, persis kaya seragam satpam puskesmas pas weekend.
Selain
seragam, kita juga diwajibin make sepatu olah raga, name tag, syal, dan topi berwarna biru
dongker yang telah dibagikan. Bagi kami name tag, syal, dan topi adalah horcrux
yang harus dijaga dan ga boleh ilang. Kalo ilang ? Ya lu liat aja apa jadinya
Voldemort waktu Nagini ditebas sama si Nevil Pantatpanjang. He's so fucking
dead.
Setiap kali ada syal atau topi yang ilang dan ditemuin sama pelatih, topi atau syal yang ilang itu bakal dikerek di tiang bendera sebelah barat. Dan saat apel, biasanya mereka-mereka yang horcruxnya ilang bakal disuruh balapan guling/ngerayap/jalan jongkok muterin barisan demi ngerebutin horcrux yang ada di tiang bendera. Jumlah horcrux di tiang bendera itu terbatas, lebih sedikit daripada jumlah siswa yang ngaku horcruxnya ilang. Gak heran, banyak siswa yang rela ngerayap kaya komodo kebelet berak demi ngedapetin horcrux yang ada.
Disini gue berpikir, seandainya ada mafia yang bisa nyelundupin topi atau syal serupa dan buka blackmarket di sini, pasti abisnya lebih cepet dari flashsale di lazadut. Seenggaknya, setelah DTU selesai orang itu bisa langsung umroh dan beli apartemen yang diiklanin Peni Rose tiap minggu pagi. Gile gak tuh ?
TENDA
Di DTU ini,
tenda dibagi jadi dua. Yang pertama, Tenda Kemah. Lokasi perkemahan ini berada
di bawah dengan menuruni jalan di samping Gedung Rehabilitasi BNN. Tenda-tenda
itu di susun berdasarkan nomer yang acuannya enggak jelas, jadi kalo lu dapet
tenda nomer 4, belum tentu juga belakang lu tenda nomer 5 atau 6, bisa jadi 17
atau bahkan 38. Tenda-tenda itu didirikan di atas tanah berumput yang
dikelilingi pohon pinus dengan keadaan tanah yang berundak-undak seperti
terasering. Di bawah perkemahan ini terdapat lapangan yang biasa dipake untuk
senam pagi di hari ke 4-10. Di sebelah kiri lapangan ini, terdapat danau yang
cukup luas untuk menampung 864 orang jikalau ada skenario busuk yang
mengharuskan kita nyemplung ke danau sewaktu denger alarm.
Tenda disini
menggunakan tenda tentara berwarna hijau army yang cuma
boleh dipake untuk tidur. Jadi kalo mau berak atau kencing silahkan di luar
tenda, jangan di dalem atau di atas tenda, nanti dikira orang gila. Di dalem
tenda cuma ada velbed yang diatasnya terdapat trashbag
hitam berisi tas/ransel/koper. Selain itu, gak ada
lagi. Jadi kalo mau jemur handuk, pakaian, atau sempak, harus dijemur di luar
tenda. Entah mau dijemur di kawat jemuran, atau mau disangkutin di pohon pinus
depan tenda, yang penting jangan ada jemuran bergelantungan di dalem tenda.
Kecuali ada siswa yang udah bosen hidup normal dan ketagihan ngerayap sampe Gunung
Salak.
Yang kedua,
Tenda Besar. Tenda ini berwarna putih dengan alas setengah-karpet-setengah
terpal, dan sangat cocok untuk menggelar pernikahan PNS yang dibatasi 400
undangan. Tenda ini berada di dataran yang lebih tinggi dari tenda perkemahan,
dan letaknya di sebelah barat lapangan golf yang deket dengan Gedung
Rehabilitasi BNN. Tenda ini emang gak begitu luas, tapi seenggaknya cukup untuk
maen bola kasti dan menampung 864 siswa DTU ketika ujan lebat dan cuaca
panas yang sangat menyengat. Jujur, gue sendiri gak ngerti kenapa di DTU ini
kita make tenda yang bentuknya lebih mirip tenda untuk hajatan ketimbang tenda
penampungan. Emangnya kalo ujan, kita mau dikumpulin di dalem tenda buat
dangdutan? Atau makan prasmanan sambil ngeliatin temen kita saweran sama
sinden? Kan, engga. Dan kenapa kita gak make tenda yang ada panggungnya? Supaya
pas ujan dan ketika duduk siap, pantat kita gak kebasahan karena aer ngerembes dari
sela-sela terpal menuju sempak yang udah gak diganti 3 hari 3 malem. Seenggaknya tenda yang dipake saat DTU itu kaya panggung DWP14. Jadi kalo ujan
gede kita gak akan kebanjiran, dan setelah acara selesai kita bisa sekalian
ngundang David Guetta untuk duet sama Cita Citata buat ngeramein suasana
setelah dibantai selama 10 hari.
Oh, iya. Tenda
besar ini juga berfungsi sebagai tempat ibadah saat kegiatan outdoor di
lapangan, dan sebagai tempat diadakannya kegiatan Bintal dari KaPeKa dan Direktorat KI.
MCK
MCK, ini
adalah sesuatu hal yang paling bikin siswa DTU pengen ngelus dada siswi dan
cukup untuk membuat Pak Beye bilang, "Saya prihatin", karena
kondisinya kaya toilet pasca perang dunia ke II.
Kedua, Toilet
bambu, letaknya di sebelah selatan MCK panggung dan ada juga di belakang tenda
perkemahan. Arsitektur toilet ini sebenernya lebih mirip kandang Bandot
ketimbang toilet umum. Toilet yang diduga kuat dibangun secara darurat dalam
satu malam layaknya Candi Prambanan ini dibentuk tanpa sekat, dan terbuat dari
bambu yang ditancepin ke tanah serta dikelilingi terpal biru dengan atap
terbuka. Di dalemnya hanya ada kran, ember, dan gayung untuk tameng ketika adu
"pedang". Problema yang muncul dari toilet ini bermacam-macam, mulai
dari kran macet, becek yang menggenang ketika hujan, sampe dengan bau pesing
yang sangat menyengat sehingga mampu membunuh seekor Bison Afrika jika terhirup
secara langsung lebih dari 10 menit. Khusus di toilet bambu di sudut kiri atas
perkemahan, diatasnya terdapat lusinan sempak yang nyangkut di pohon karena
sengaja dibuang secara keji oleh bekas pemiliknya.
Dan yang
terakhir, Kamar Mandi tembok. Berupa bangunan (yaiyalah, masa kaya kapal
selam?) dan terletak di tiap-tiap sudut atas tenda perkemahan. Bentuknya paling
manusiawi di antara yang lain karena dilengkapi WC jongkok, air yang
mengalir,dan kamar mandi shower. Gak heran, banyak siswa yang rela
ngantri sampe kakinya kesemutan demi merasakan mandi berkualitas di tempat ini.
Oh ya, di
sebelah kanan toilet bambu yang di deket Lapangan Golf, ada pipa paralon yang
dilubangi tiap 50 cm untuk wudhu. Ngeliat tempat wudhu yang lebih mirip pipa
buatan untuk nyiram tanaman Echeng Gondok, pada awalnya siswa banyak yang wudhu
di toilet bambu tadi. Tapi semua ini gak bertahan lama, dan tempat ini pun
kembali fungsinya sebagai toilet masal ketika seorang siswa menjulurkan
tititnya ke arah kran sementara di sebelahnya sedang kumur-kumur untuk wudhu. Well,
this is the most awkward shit that i’ve ever witnessed.
MAKAN
Prosesi
makan-memakan di DTU ini hanya berlangsung di lapangan terbuka, namun bisa dipindah
ke Tenda Hajatan jika dan hanya jika terjadi 3 hal; hujan deras, panas yang
sangat menyengat, dan meletusnya Gunung Salak. Makanan di sini disajikan oleh
pihak catering menggunakan lunch box biru dengan menu yang cukup
variatif, dari mulai sayur-mayur dengan topping ulet, kikil yang
bentuknya kaya kulit bekas sunat, daging rendang yang kerasnya kaya
kulit sendal, sup bihun yang rasanya kaya bubur janin, dan ayam
goreng yang rasanya kaya daging Platypus. Overall, makanan yang
disediain panitia rasanya lumayan enak dan cukup untuk ngisi perut pegawai yang
setiap kali rapat dikasih singkong dan ubi-ubian.
Suasana
makan di DTU ini cenderung lebih nyantai ketimbang Capacity Building, tapi gak
juga sesantai Prajab kemaren. Waktu itu, gue percaya gue bisa survive dengan
cara makan yang berlaku. Namun semuanya berubah di hari ke 3, ketika peraturan
“Alarm Gembira” diberlakukan secara brutal.
Saat alarm
gembira berbunyi, seketika itu juga keadaan menjadi chaos, semua siswa
berlari berhamburan menuju tempat perlindungannya masing-masing. Kompi 1 dan 2 ke arah timur dibalik bukit, kompi 3 dan 4 ke arah barat di
balik Tenda Hajatan, sedangkan siswi cukup berlari ke arah selatan dibalik
gundukan kecil. Dan saat alarm kedua berbunyi, keadaan menjadi chaos lagi,
karena semua siswa harus berlari menuju lapangan untuk ngabisin makanan secara
random dan secepet mungkin, tanpa peduli itu nasi bekas penderita ebola atau
flu babi. Dan seinget gue, alarm itu bunyi sampe 3 kali. Entah udah berapa
penyakit yang masuk tubuh gue pas tuker-tukeran makanan saat "Alarm
Gembira" berlangsung.
Pada saat
Alarm Gembira selanjutnya, gue menemukan trik supaya bisa survive dan
menghabiskan makanan yang ada. Triknya adalah dengan bersembunyi dibalik bukit
terdekat dan mengambil makanan paling deket yang udah mau abis. Gak peduli itu
makanan siapa, yang penting makanan di depan gue abis duluan.
Selain Alarm Gembira, kadang-kadang cara makannya pun dibikin aneh-aneh. Misalnya, setiap siswa harus make tutup lunch boxnya di atas kepala yang diganjel dengan tali name tag, persis kaya make topi wisuda.
Di DTU ini, kita juga dapet extra fooding (snack) yang dibagikan setiap jam 10 pagi dan 8 malem. Isi snacknya macem-macem, ada roti, kue kering,
PANDEMIK
Udah gue duga, kalo tiap hari kaya gini terus, pasti bakal banyak yang sakit
Selain penyakit mainstream tadi, ada juga yang kena sariawan stadium 4. Bibir
siswa tersebut mengelupas dan luka parah dibeberapa titik kaya abis cipokan
sama Piranha. Gue sendiri agak ngeri ngeliatnya waktu ketemu di tempat wudhu.
Bibirnya itu berubah jadi lebih maju, lebar, dan jontor kaya hasil persilangan
ikan Sapu-sapu dan Mujaer. Mungkin ini alesan kenapa kita disunahkan untuk bawa
kartu BPJS.
HARI KE-4, 11 DESEMBER 2014.
1. Cardio.
Kegiatan di DTU ini sebenernya mirip dengan Zombie Apocalypse. Untuk bisa lepas dari jeratan hukum dalam kegiatan apapun, kita harus bisa lari seolah-olah lagi dikejer sekumpulan Zombie. Dalam keadaan seperti ini, sebenernya kita gak perlu jadi orang yang paling cepet, kita cuma perlu lari lebih cepet dari temen-temen di sekitar kita. Seenggaknya, kalo ada alarm atau bunyi pluit nyasar, kita bukan orang yang terakhir masuk barisan. Selama kita bukan yang terakhir dalam apapun, berarti kita aman.
2. Don't try to be a hero.
3. Sunblock.
Bagi sebagian orang, sunblock adalah salah satu horcrux setelah topi, syal, dan name-tag. Dengan sunblock, meskipun kulit kita tetep item kaya pantat panci, seenggaknya kulit gak akan kebakar dan ngelupas kaya Makoto Sishio. Gak heran, banyak oknum siswa yang rela dipush-up gegara ketauan bawa sunblock di saku celananya. Berbeda dengan siswi, mereka lebih cerdik dengan nyelundupin sunblock di dalem goodie bag yang seharusnya jadi tempat mukenah. Biasanya setelah sholat dzuhur, kegiatan oles-mengoles sunblock dilaksanakan secara sembunyi-sembunyi di sekitar tenda dan lapangan.
4. Stay invisible.
5. Enjoy the little things.
"Kenapa sih kita harus ikut ginian ?"
"Kenapa sih kita harus nurutin perkataan mereka?"
"Kenapa sih siswa gak boleh milih tidur di tenda siswi?" *plakkk* *ditabok pake sepatu jebol*
1. Jangan kebanyakan ngeluh (kecuali ngeluh itu dibayar)
2. Bersyukur (daripada DTU taun depan bareng angkatan di bawah lu)
3. Ngobrol dengan semua temen yang kita kenal.
Bagi gue, ngobrol dengan temen-temen terdekat adalah pain killer paling ampuh selama DTU. Kegiatan apapun terasa jauh lebih mudah kalo ada temen yang bisa diajak ketawa bareng. Disuruh guling-guling malah ketawa, disuruh jalan jongkok malah sambil ngobrol, disuruh merayap malah ngetawain nasib dan warna kulit sendiri.
. . .
Sejak malem ke-3, aer di kamer mandi perkemahan mulai mogok kerja dan sering mati ga jelas,
terutama showernya. Alhasil, persaingan untuk memperebutkan kursi jamban
pun semakit sengit, dan antrian mandi makin gak masuk akal panjangnya. Daripada gak pernah mandi karena antriannya udah sepanjang tembok China, gue akhirnya memberanikan diri untuk masuk toilet bambu yang tanahnya udah berubah jadi kubangan lumpur. "Fak dis syit. Dari pada gak mandi lagi...", pikir gue waktu itu sambil ngelangkahin kaki untuk mandi di toilet ini.
Di dalem situ, gue dengan sangat-sangat terpaksa mandi bareng siswa-siswa lainnya. Waktu itu gue cuma mau mandi jika dan hanya jika keadaan langit udah gelap, karena gue gak mau muntah di dalem toilet gegara ngeliat siswa kumur-kumur di kran yang sebelumnya dia pake sendiri untuk mandiin titit dan pantatnya. Jangan sampe rekor clean sheet tanpa muntah di 3 hari pertama digagalkan gara-gara ngeliat kebrutalan di toilet bambu ini.
Emang sih, sebenernya mandi itu prosesi sakral yang sebaiknya dilakukan
secara individu dan bukan berjamaah. Tapi karena keterbatasan waktu dan kegentingan memaksa, prosesi sakral itu kini ternodai dan
berubah menjadi ajang pamer titit termegah seantero Lido yang jauh dari sisi kemanusiaan. Di sebuah toilet bambu berukuran 10x3 meter, Perhelatan Akbar tersebut digelar dengan meriah dan penuh tawa.
"Eh, anjrit. Nyiramnya yang bener donk. Kena titit gue nih."
"Eh, gue udah bersih, ya! Lu mandi yang bener donk."
"Eh, gue lagi pake baju nih. Air lu nyiprat kemana-mana !"
"Eh, pantat lo jangan diarahin kesini donk. Gue abis muntah di lapangan masa mau muntah lagi disini ?"
"Eh, itu titit siapa cuma segede jerawat ? wkwkwk..."
Setelah apel malem, siswa diperbolehkan tidur di tenda dengan syarat setiap tenda harus menumbalkan 2 orang penghuninya untuk jaga serambi. Di tenda gue, jaga serambi dilakukan dengan sistem syariah, maksud gue sistem shift-shiftan. Jadi dengan sistem ini, setiap penghuni nantinya akan berduet dengan penghuni di depan velbednya untuk jaga serambi selama kurang lebih 1 jam secara bergantian.
Sewaktu gue jaga serambi, gue sempetin untuk keliling sekitar tenda siapa tau ada siswi yang nyasar dan minta ditemenin ke toilet. Waktu itu udaranya dingin banget, kalo udah dingin kaya gini bawaannya itu pengen guling-guling pipis mulu, dan akhirnya gue melipir ke toilet buat guling-guling. Waktu itu sekitar jam 1an, dan ternyata kamer mandinya rame banget kaya PRJ di Kemayoran. Beberapa siswa yang gak bisa nahan '"selangnya" terpaksa pipis di semak-semak belakang kamar mandi. Kalo gue jelas gak mau pipis di situ malem-malem, mendingan ngantri lama ketimbang tititnya ilang diumpetin setan.
Abis dari kamar mandi, gue balik lagi ke tenda buat ngelanjutin jaga serambi. Pas di jalan, gue ketemu seorang siswa-yang-gak-gue-kenali-karena-gelap dengan santainya pipis di depan tendanya sendiri. Kayanya otak orang itu udah kesumbat pasir sewaktu guling-guling di lapangan. Bayangin, gimana jadinya kalo dibalik tenda yang dia pipisin itu ternyata ada kepala temennya sendiri yang lagi tidur? Mungkin besok paginya, temennya itu bakal ditemukan dalam keadaan mulut berbusa karena keracunan amonia.
"Eh, anjrit. Nyiramnya yang bener donk. Kena titit gue nih."
"Eh, gue udah bersih, ya! Lu mandi yang bener donk."
"Eh, gue lagi pake baju nih. Air lu nyiprat kemana-mana !"
"Eh, pantat lo jangan diarahin kesini donk. Gue abis muntah di lapangan masa mau muntah lagi disini ?"
"Eh, itu titit siapa cuma segede jerawat ? wkwkwk..."
. . .
Setelah apel malem, siswa diperbolehkan tidur di tenda dengan syarat setiap tenda harus menumbalkan 2 orang penghuninya untuk jaga serambi. Di tenda gue, jaga serambi dilakukan dengan sistem syariah, maksud gue sistem shift-shiftan. Jadi dengan sistem ini, setiap penghuni nantinya akan berduet dengan penghuni di depan velbednya untuk jaga serambi selama kurang lebih 1 jam secara bergantian.
HARI KE-5, 12 DESEMBER 2014
Things to do today :
1. Wake up.
2. Survive to live another day.
3. Sleep again.
Things to do today :
1. Wake up.
2. Survive to live another day.
3. Sleep again.
Kegiatan hari ini berlangsung seperti biasa, setelah sarapan pagi kita dapet materi PBB (lagi), dan diberi kesempatan untuk "bermain" dan "bercanda" dengan cara diguling ke kiri, dan ke kiri, ke kanan, dan ke kanan sampe muntah kawat. Spesial di hari ini, kita dapet kehormatan untuk ngedengerin materi dari Kapeka di siang bolong. Sewaktu dengerin materi ceramah, mata itu rasanya berat banget kaya digelendotin setan, bahkan beberapa siswa matanya mulai menutup sebagian dan bolanya matanya berubah jadi putih semua kayak kesurupan siluman ayam. Kita merem bukan berarti kita gak mau dengerin pembicara, tapi gue rasa semua mamalia berjalan tegak pun bakalan ngantuk berat kalo disuruh dengerin materi dengan kondisi fisik kurang tidur dan abis jungkir balik dari lereng Gunung Salak.
"Kalian boleh ngantuk, asal jangan tidur. Kalo gak kuat, yang tidur cukup satu mata aja. Gantian. Kalo mata kanan merem, yang kiri harus melek. Kalo ketauan tidur, saya suruh kalian semua ngerayap sampe Gunung Salak", ucap seorang pelatih dari pinggir tenda.
"Oke, kali ini gue harus kuat. Gue gak boleh
Selain melawan ngantuk yang luar biasa, sebagian siswa juga harus nahan
perihnya gesekan kulit leher dengan kerah baju yang rasanya kaya digarukin
setan kalo keringetan. Ngasih fokus perhatian ke arah narasumber adalah hal
yang paling sulit untuk dilakuin saat itu, bahkan gue rela merayap sampe Gunung
Salak asal dibolehin tidur setengah jam di dalem tenda. Kalo ada siswa yang gak
ngantuk sedikit pun dan bisa fokus nerima materi siang itu, "Gue yakin
dia itu robot psikopat yang tititnya udah dikebiri pake gunting kuku".
Malem harinya, sewaktu mau tidur di tenda gue dapet info A-Satu dari temen
sebelah. Info itu dia dapet dari Agen Intel di Bepepeka, katanya besok itu (Hari ke-6) "Dia-yang-namanya-gak-boleh-disebut"
bakal dateng ke Lido untuk "bermain" dan "bercanda" dengan kita. Waktu denger kalimat ini
idung gue sedikit deg-degan, dan berharap dari kawah Gunung Salak tiba-tiba keluar
Kaiju dan nyerang Lido, terus DTU V dianggap selesai. Karena kalo bener
dia-yang-namanya-gak-boleh-disebut itu dateng, dan ditambah dengan dukungan semesta yang
memberi cuaca ekstrim, nasib kita bakal kaya sekumpulan ikan salmon yang siap
dimangsa beruang di permukaan sungai. So basically, we're fucked up.
Tapi gue sadar, meskipun kita jadi kaya ikan Salmon, seenggaknya kita selalu berjuang (di DTU) sampe akhir, meski harus ngelawan arus (dia-yang-namanya-gak-boleh-disebut), meski saat di puncak ikan-ikan salmon (kita) itu harus dimakan beruang. Azeeekkk.. *Benerin biji yang kejepit*
LIVING HELL ON EARTH, 13-15 DESEMBER 2014
Seorang siswa yang berasal dari tengah lapangan mengangkat tangannya saat seorang pelatih memberikan materi.
"Siswa Y izin ke belakang, pelatih !", ucap siswa Y dengan lantang.
"Kamu mau ngapain ? Ke belakang ? Ke belakang mana ? Ke semak sana ? Itu jurang!", ucap seorang pelatih dengan cengkok dangdutnya penuh jiwa korsa.
"......................", siswa Y senyam-senyum kebingungan lalu duduk lagi.
Beberapa menit kemudian siswa Y berdiri lagi.
"Kamu mau ngapain lagi ?", tanya pelatih tadi.
"Izin, ke toilet pelatih ! Udah diujung !", ucap siswa Y sambil ngejepit selangkangannya karena nahan pipis.
"Kamu mau ke belakang sana ? Apa mau ke toilet ?!"
"Gak jelas juga kamu, siswa. Kamu disini jangan aneh-aneh. Kamu kalo aneh-aneh, saya bikin aneh-aneh juga, kamu !", ucap pelatih tadi dari atas podium.
"......................", siswa Y masih senyam-senyum gak jelas sambil ngejepit selangkangannya.
"Ya udah cepet sana. Itungan 20, kamu harus udah balik lagi kesini.", ucap pelatih tadi dengan nada agak santai.
Siswa tadi langsung lari secepet Usain Bolt menuju toilet di samping Tenda.
. . .
"Iki lho uwonge.", ucap Jefry dalam bahasa jawa sambil menepuk pundak
gue.
"Sopo, le ?", gue tanya balik.
"Yo iku Pelatih X, Pelatih-yang-namanya-gak-boleh-disebut'.", jawabnya mencoba ngeyakinin
gue.
Ternyata info dari intelijen sebelah emang terbukti wahid, dan ini artinya gue harus lebih aware terhadap marabahaya yang bakal menghadang mulai saat ini. *benerin sempak yang nyelip*
Sebagian siswa mungkin bertanya-tanya, "siapa sih orang ini?".
Ada beberapa rumor yang beredar tentang Pelatih X, katanya dia itu pernah dilatih Ra's Al Ghul dan sempet ditawarin untuk jadi kandidat pemimpin The League of Shadows. Tapi setelah kalah dari Bane di Sesi Pantohir, akhirnya dia memutuskan untuk mengembara ke Endonesa dan jadi musuh bebuyutannya Saras 008. Di lain cerita, ada juga yang bilang kalo dia bisa matahin baja penopang jembatan Suramadu dengan sekali melotot, dan diduga kuat memiliki kemampuan metal bending sehebat Kuvira. Oke, yang barusan itu ngawur.
Sebelumnya, Dia-yang-namanya-gak-boleh-disebut adalah seorang legenda bagi warga Prajab Lebak Bulus, Prajab Petukangan, dan Samapta Bea Cukai. Dia-yang-namanya-gak-boleh-disebut ini hanyalah mitos yang menyebar dari mulut ke mulut, dari angkatan ke angkatan, dari diklat ke diklat, sampe akhirnya bener-bener muncul di hadapan kita saat itu. Dialah pelatih yang mampu ngebuat lebih dari 50% siswa diklat muntah kawat dan meninggalkan trauma mendalam ketika mendengar suaranya. Jadi Pelatih X ini semacem jurus pamungkas yang di-summon Pusdiklat untuk membinasakan siswa-siswa Diklat.
Sewaktu Pelatih X berjalan melewati kerumunan siswa, mereka yang ngeliat kedatangannya cenderung minggir, bersembunyi di antara barisan, atau bahkan loncat ke semak-semak seolah-olah ia memiliki Haki tingkat tinggi. Kalo lagi upacara, adalah haram hukumnya melakukan kontak mata dengan dia, kecuali lu udah bosen hidup tenang dan pengen betis lu bermetamorfosis jadi tales bogor gegara kebanyakan jalan jongkok muterin lapangan. Sewaktu lu ditunjuk atau nama lu disebut sama dia, itu rasanya kaya ditiupin Sangkakala di sebelah kuping. Engsel-engsel tubuh jadi gak terkendali, ngomong jadi gagap, keringet dingin mulai bercucuran, perut tiba-tiba mules, idung deg-degan, dan muka langsung Harlem Shake gak jelas. Pokoknya, kalo orang itu mendekat, kita berharap punya kemampuan ngilang kaya Obito. Believe me, we'd rather fight Khal Drogo than meet him face to face.
Ada beberapa rumor yang beredar tentang Pelatih X, katanya dia itu pernah dilatih Ra's Al Ghul dan sempet ditawarin untuk jadi kandidat pemimpin The League of Shadows. Tapi setelah kalah dari Bane di Sesi Pantohir, akhirnya dia memutuskan untuk mengembara ke Endonesa dan jadi musuh bebuyutannya Saras 008. Di lain cerita, ada juga yang bilang kalo dia bisa matahin baja penopang jembatan Suramadu dengan sekali melotot, dan diduga kuat memiliki kemampuan metal bending sehebat Kuvira. Oke, yang barusan itu ngawur.
Hari-hari selanjutnya, kehidupan di Lido semakin menguras fisik dan mental. Lapangan
golf yang tadinya ijo, berubah jadi coklat karena dipake buat arena guling liar. Sejarah mencatat, dalam satu hari setidaknya kita bisa guling-guling 6-10x bolak balik lapangan golf. Kalo hari-hari sebelumnya kita guling cuma sekali dari tenda menuju bukit, tapi sejak hari ini, kita guling berkali-kali sampe dia turun dari podium dan nyerahin komando ke pelatih yang lain. Mungkin buat dia, ini adalah permainan.
Polanya selalu sama, pertama dia nyari kesalahan kita (yang mana pasti selalu terjadi), kemudian nyuruh kita tiarap dan guling sampe bukit dalam hitungan yang dia tentuin sendiri. Kalo sampe itungan berakhir dan kita semua (bahkan satu orang aja) telat nyampe ke bukit, kita disuruh guling balik ke titik awal dan berulang terus menerus sampe One Piece tamat. Gue tau cobaan kali ini sama susahnya dengan kelas PPN yang diajar Pak Richie, karena baru sekali guling aja udah banyak siswa yang muntah dan terkapar pasrah di tengah lapangan. Akhirnya kita bermain watak, siswa yang nyampe garis finish duluan balik lagi buat nyeret temennya yang terkapar di tengah lapangan ke garis finish. Sayangnya momen ini dimanfaatin sama siswa-siswa bejat yang sebenernya udah gak kuat guling sampe finish tapi pura-pura balik lagi buat bantu temennya. Setelah beberapa kali guling, tipu muslihat ini diketahui oleh Pelatih X dan ngebuat peraturan baru kalo yang mau nolong temennya harus udah nyampe garis finish terlebih dulu.
Sewaktu narikin temen ke garis finish, gue baru "ngeh" kalo keadaan waktu itu bener-bener brutal dan chaos, orang udah gak peduli lagi kalo bajunya dekil kaya pantat sapi, celananya sobek sampe ke selangkangan, atau sikut serta lututnya lecet dan berdarah. Bagi kami yang terpenting nyampe garis finish dan gak disuruh yang aneh-aneh lagi. Situasi waktu itu udah kaya adegan pertama film Saving Private Ryan pas tentara US nyerang Nazi di pantai Normandia.
Bedanya, kalo di film banyak pertumpahan darah, sedangkan disini banyak
muntahan siswa.
Polanya selalu sama, pertama dia nyari kesalahan kita (yang mana pasti selalu terjadi), kemudian nyuruh kita tiarap dan guling sampe bukit dalam hitungan yang dia tentuin sendiri. Kalo sampe itungan berakhir dan kita semua (bahkan satu orang aja) telat nyampe ke bukit, kita disuruh guling balik ke titik awal dan berulang terus menerus sampe One Piece tamat. Gue tau cobaan kali ini sama susahnya dengan kelas PPN yang diajar Pak Richie, karena baru sekali guling aja udah banyak siswa yang muntah dan terkapar pasrah di tengah lapangan. Akhirnya kita bermain watak, siswa yang nyampe garis finish duluan balik lagi buat nyeret temennya yang terkapar di tengah lapangan ke garis finish. Sayangnya momen ini dimanfaatin sama siswa-siswa bejat yang sebenernya udah gak kuat guling sampe finish tapi pura-pura balik lagi buat bantu temennya. Setelah beberapa kali guling, tipu muslihat ini diketahui oleh Pelatih X dan ngebuat peraturan baru kalo yang mau nolong temennya harus udah nyampe garis finish terlebih dulu.
Mungkin lebih dari 50% siswa yang muntah di lapangan, sisanya berlarian ke arah semak-semak dan pohon terdekat. Tim Medis pun berdatangan untuk ngebantu mereka yang terkapar atau pingsan di belakang barisan. Waktu itu gue masih ngos-ngosan, duduk di atas bukti kecil di belakang barisan sambil ngeliatin temen-temen gue yang muntah dengan semangat jiwa korsa. At this point, i have been thinking, "Do they even have any compassion and feel terrible when they do this to us, or they just smile, laugh, and have a cup of tea with satan?"
. . .
Setelah minta obat, Jefry balik ke barisan dan ngobrol dengan gue. Katanya kejadian yang dia alamin itu gak begitu parah. "Nang kompi A ono sing luwih parah, cuk.", begitu katanya. Jadi menurut cerita si Jefry, di Kompi A itu ada siswa yang kalo disuruh push up dia malah sit up. Bukan karena dia sok ide atau sistem saraf kognitifnya gagal memahami perintah, tapi karena dia abis kecelakaan dan di sepanjang tangannya itu masih tertanam sebuah gips. "Kalo baju di tangannya dilipet, itu keliatan bro jaitannya, dari sini sampe sini", ucap Jefry sambil ngedeskripsiin panjangnya jaitan di tangan siswa tersebut. Dan waktu guling-guling kemaren, siswa itu tetep ikut, bahkan merayap, merangkak, dan jungkir balik. *nelen ludah*
"Terus gapapa ?", tanya gue penasaran.
"Yo gapopo, le. Arek iku kuwat, kok.", jawab Jefry santai seolah-olah penderitaannya itu gak seberapa.
Deni itu termasuk orang yang jarang sakit, karena penyakit pun takut kalo liat dia lagi marah sambil banting-banting pohon di depan kantornya. Jadi sejak malem minggu itu, si Deni tetiba kena demam. Gue sempet heran, ilmu hitam macam apa yang bisa nembus kulit Deni sampe dia bisa demam? #Oke lupakan. Besoknya, entah dengan tipu muslihat macam apa si Deni bisa istirahat di Tenda Perkemahan dengan damai. Tapi kedamaian itu gak berlangsung lama ketika Pelatih X dateng ke tendanya dan ngebangunin dia dengan kecupan sepatu bootsnya.
. . .
Di antara 3 hari ini, hari minggu adalah yang paling absurd. Selepas longmarch sore, semua siswa balik lagi ke tenda besar untuk menunaikan sholat ashar. Pas lagi wudhu, tetiba ada seorang tahanan kabur dari tempat rehabilitasi BNN. Dia loncat dari celah pager kawat yang bolong, dan lari dengan cepet kaya orang kebelet boker ke arah bawah. Herannya, anak-anak yang liat kejadian tersebut cuma melongo sambil bilang, "Apa tuh?" dengan tanpa dosa.
HARI KE-9, 16 DESEMBER 2014
Banyak siswa yang mendadak sehat, padahal kemaren mereka ngeluh badannya itu serasa abis dipukulin Mad Dog. Tapi sekarang, raut wajah mereka keliatan lebih bahagia dari anak magang yang baru dapet rapelan tukin. Yang cape mendadak seger, yang ngantuk jadi melek, dan yang sekarat idup lagi. Sejak bangun tadi pagi, kita semua punya impian yang sama, yaitu ngelewatin hari ini dengan keadaan mental yang waras dan fisik yang utuh. Karena DTU tinggal sehari lagi.
Hari ini, kegiatan utamanya adalah latian sekaligus gladi Upacara Penutupan DTU. Gue kira kegiatan hari ini gak bakal bikin badan pincang-pincang kaya kemaren. Ternyata gue salah, latian upacara kali ini malah bikin betis jadi segede pelepah pisang, dan kalo jalan itu serasa dipasangin jangkar.
. . .
Selama DTU gue jadi kenal lebih banyak temen seangkatan, itu karena tiap hari kita disatukan dengan
MALAM INAUGURASI
Setelah seharian latian upacara, malemnya kita semua dikumpulin di lapangan, lalu baris membentuk huruf 'U' dan mengitari setumpuk kayu bakar di tengahnya. Ini semua adalah persiapan sebuah perhelatan akbar untuk menutup malah terakhir di DTU. Pada malem ini, kita semua akan bersumpah dan berjanji di depan bendera merah putih untuk menjaga nama baik dan menjunjung tinggi nilai-nilai kementerian. Padahal waktu ngeliat api unggun, gue kira malem ini kita bakal ngucapin sumpahnya Night's Watch untuk ngejaga Seven Kingdoms. Pfftt...
Oke, yang barusan itu ngawur.
Malem ini suasananya asik banget, beda banget dengan kemaren. Kalo kemaren jam-jam segini paling kita lagi ngantri di kamer mandi atau merenungi nasib wajah yang makin item kaya pantat panci sambil rebahan di velbed, dan sesekali ngelupasin kulit wajah yang mulai kering. Coba tiap malem kaya gini, seenggaknya bisa ngurangin rasa pegel di punggung setelah seharian dibina
RABU, 17 DESEMBER 2014
Ini hari terakhir kita DTU, dan semua siswa keliatannya sangat bersemangat sejak senam pagi tadi. Contohnya temen sekelas gue, si Elyasa, yang saking semangatnya sampe berani ngendap-ngendap buat boker di WC cewe karena udah gak kuat nahan mules sewaktu senam pagi. Atau si Jefri, yang tetiba jadi sehat wal afiat seolah-olah lupa kalo besoknya dia harus ikut operasi usus buntu. Kalo gue ? Rasanya campur aduk kaya seblak basah. Di satu sisi gue ga mau pisah sama manusia-manusia setengah retard ini, di sisi lain gue ngerasa lega karena seenggaknya penderitaan ini akan segera berakhir. *ngelap ingus*
Gue bertanya-tanya sama diri gue sendiri, "Kalo yang putih aja jadi gitu, gimana muka gue yang dari awal udah item?". Tapi diantara semua siswa DTU yang ada, cuma Brian yang itemnya gak berubah dan kulitnya enggak ngelupas meskipun doi gak make sunblock. Kalo masalah kulitnya yang gak nambah item setelah dijemur 10 hari itu masih wajar, karena itemnya kulit Brian emang udah ga bisa ditolerir lagi, udah maksimal. Tapi kulitnya itu kok bisa tahan panas, nggak kebakar, atau ngelupas kaya yang laen ? Gue jadi curiga kalo si Brian itu tahan api karena punya keturunan House of Targaryen yang mengalir di dalam darahnya yang berwana ijo kaya darah belalang.
Setelah 3 jam perjalanan, akhirnya kita nyampe di Pusdiklat. Pas gue turun dari bis dan ngeliat anak-anak ngejinjing carriernya, gue jadi ngerasa berat buat balik ke kosan. Rasanya gue pengen ngumpul lebih lama dengan manusia-manusia imbisil ini, bukan karena gue mau DTU diulang, atau udah mulai ketagihan diguling-guling, tapi karena momen kaya gini jarang banget terjadi. Meskipun ada, itupun nanti 3 atau 4 bulan lagi pada saat kita DSTD, dan itu juga ga bisa sepenuhnya bareng 864 orang karena bakalan dibuat 2 gelombang. Yah, apa mau dikata, mungkin ajang reuni terbesar ini berakhir disini, tapi rasanya memori surem selama DTU gak akan pernah lupa sampe salah satu dari kita kena Alzheimer. "DTU itu emang manis untuk dikenang, tapi terlalu pahit kalo sampe diulang."
. . .
PS : Special thanks to Brian, Ajis, Didit, Nagara, Jefri, Deni, Elyasa, Agung Rulis, temen-temen kelas J, Kompi 2, dan semua siswa yang udah bikin suasana DTU jadi lebih mirip srimulat. Dan untuk semua orang yang pernah ngasih sunblock ke gue, biarpun cuma secolek, entah itu sunblock beneran atau cuma autan, "YOU'RE THE REAL MVP !"
Ditulis dari sebuah kamar yang kalo pintunya ditutup jadi kepanasan dan kalo dibuka jadi banyak nyamuknya, 31 Desember 2014
Salam jungkir,
kren bangat artikelnya gan...
ReplyDeletelucu dan sangat menarik deh pokoknya...
makasih banyak gan atas infonya..
Mantap gan, tapi kepanjangan HEHEHE :)
ReplyDelete