Ujian

http://jakartagreater.com/wp-content/uploads/2013/08/indonesia.jpg
*Backsound : Heartless Bastards - Only For You*



Disclaimer : Sebelum membaca postingan ini, pastikan tampang anda tidak OOT, harap berpikir jernih, jangan baper apalagi bawa-bawa mantan *cries in swahili*, dan lupakan semua hal tentang pilkada DKI untuk  menghindari perdebatan tidak penting yang dapat menghasilkan umpatan yang jauh lebih kotor daripada perkataannya Awkarin. Seperti pepatah kuno Bangsa Namec yang terpahat pada dinding peletakan batu pertama Candi Hambalang, "Hubungan pertemanan seseorang akan diuji sampai titik nadir ketika terjadinya dua hal; saat salah satunya sedang mengalami kesulitan, dan saat berlangsungnya pemilu".

 
So buckle your seatbelts, motherfucker! Because in the next paragraphs, i'm going to tell you something that i only learned a few days ago from the internet. So sit down, shut up and enjoy the experience of my 10 pm caffeine induced self hatred fueled writing extravaganza.
*benerin sempak nyelip*








 

Gue selalu penasaran, terutama semenjak gue kerja, sebenernya duit negara ini sumbernya dari mana? Siapa sih yang bayar? Dan yang paling penting, apakah uangnya halal? Gue khawatir kalo misalkan pajak itu haram, terus gaji semua pegawai yang asalnya dari APBN itu gimana? Terus duit yang diterima atas barang atau jasa yang disediakan rekanan itu gimana? Atau jalan yang setiap hari kita injak, yang pembuatannya dibikin dengan aspal yang dibayar lewat APBN, itu gimana? Atau fasilitas umum seperti Sekolah, Rumah Sakit, maupun Mesjid yang dibangun dibayar lewat APBN?
Ini sebuah pertanyaan serius, karena ini bakalan jadi ironi terbesar di negeri ini jika pajak yang jadi sumber utama pembangunan ternyata haram, padahal sekitar 90% warga negaranya adalah muslim. And this is the truth i need to know...

http://www.kemenkeu.go.id/SP/menjaga-apbn-sebagai-instrumen-kebijakan-yang-kredibel-efektif-dan-efisien-serta-berkelanjutan

Akhir Desember kemaren, "kantong" negara bakal diuji sampai pada titik paling kritis. Realisasi Penerimaan Negara di akhir Desember 2016 cuma 83,4% atau 1.283,6 triliun, padahal targetnya 1.539,2 triliun. Akhirnya, defisit akibat belanja negara yang mencapai 1.859,5 triliun harus dibiayai dengan utang sebsar 330,3 trilun. Negara kita ngutang lagi 330 triliun. Coba lo bayangin duit segitu kalo dipake buat bikin origami Gundam? Segede apa Gundamnya?


https://web.facebook.com/DitjenPajakRI/photos/a.136755132500.135190.56523417500/10154721268522501/?type=3&theater

Kemungkinan shortfall sebenernya udah diperkirakan oleh Pemerintah, bahkan sejak awal APBN dibuat. Agak lucu emang, ketika kita bikin anggaran belanja yang overbudget meskipun kita tau gak akan punya duit buat bayar itu semua. Dan ini terjadi setiap tahun.

Kalo penerimaan pajak gak tercapai, terus gimana?
Karena dalam struktur APBN jenis penerimaan negara cuma ada 3, maka solusinya cuma dua; ngutang ratusan triliun atau mengharapkan ada negara lain yang mau ngasih hibah ratusan triliun. Keduanya memang terdengar konyol, karena utang kita udah ribuan Triliun, apalagi opsi kedua jauh lebih mustahil untuk terjadi. Jadi, satu-satunya cara supaya negara ini tetep berjalan di tahun-tahun selanjutnya tanpa menambah utang adalah melalui peningkatan penerimaan pajak.

Tapi kan hasil SDA kita banyak?
Memang banyak, tapi itu gak cukup. Dalam pos Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tahun 2015, sektor penerimaan SDA hanya mendapatkan 254.3 T yang bahkan gak cukup untuk ngegaji PNS se Indonesia. PDB dari pertambangan dan penggalian yang dianggap terbesar pun hanya 879,3 T, kalah jauh dibandingkan Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan sebesar 1560,4 T. Intinya, pembiayaan dari sektor SDA belum lah cukup.

Berarti APBN kita cuma bisa ditopang oleh pajak donk?
Ya, untuk saat ini cuma bisa ditopang oleh pajak. Kecuali semua staf ahli Menteri Keuangan berguru ke Padepokan Kanjeng Dimas untuk melipatgandakan duit di kas negara serta laba BUMN.

Tapi menurut Syariat Islam pajak kan ga boleh?
Seandainya pajak itu haram, lalu infrastruktur yang dibayar pake uang pajak itu gimana? Jalan, sekolah, rumah sakit, layanan umum, bahkan subsidi dan gaji PNS/TNI/POLRI itu dibiayai dari pajak. Kalau gaji mereka dinyatakan haram, pasti banyak yang protes, kalo dibilang halal, berarti ada penetapan standar ganda, dimana pajaknya dinyatakan haram, tapi apapun yang dibiayai oleh pajak dianggap halal. Atau bilang pajak itu haram tapi terus make infrastruktur yang dibiayai pajak tanpa malu. Itu sama aja kaya sebuah keluarga yang kerjaan bapaknya ngerampok, tapi istri dan anaknya mau make uang pemberian bapaknya karena menurut mereka itu halal meskipun hasil ngerampok. Bingung kan ente? Sama ane juga.
Perdebatan halal-haramnya pajak itu gak ada abisnya, sama kaya perdebatan rutin di akhir taun tentang pengucapan selamat natal dan perayaan taun baru. Tiap kubu pro dan kontra punya dalil, hadits, maupun pendapat ulama (ijtihad) masing-masing yang dianggap shahih dan kuat. Misalnya, dalil kontra tentang larangan Allah SWT agar tidak memakan harta sesama dengan cara yang bathil (QS.[2]:188 dan QS.[4]:29), dan hadits Rasulullah SAW yang diterjemahkan menjadi "Sesungguhnya pemungut Al Maks (pemungut pajak) masuk neraka" (HR Ahmad 4/109). Sedangkan mereka yang pro, merunut pada perintah Allah SWT dalam QS [2]:177 untuk (mengeluarkan harta selain Zakat dan) memberikan harta yang dicintai dan QS. [6]:141 untuk mengeluarkan harta tatkala panen. Pendapat ini juga didukung antara lain oleh Abu Zahrah, Imam al-Ghazali, Sa’id Hawwa, Sayyid Sabiq (Fiqhus Sunnah, Kitab Zakat, hal. 281). Sebenernya masih banyak dalil dan argumen lainnya, dan perdebatan tentang dalil seperti ini udah banyak yang bahas dan salah satunya disini.
Perdebatan tentang boleh atau enggaknya memungut pajak dengan “perang dalil” enggak akan menghasilkan apapun kalo gak di awali dengan pemahaman yang sama tentang apa aja sumber-sumber pendapatan negara yang di perbolehkan dalam Islam. Pendapatan Negara pada zaman pemerintahan Rasulullah Muhammad SAW (610-632M) dan Khulafaurrasyidin (632-650M) diklasifikasikan menjadi 3 kelompok besar, yaitu :
  1. Ghanimah
    Ghanimah adalah harta rampasan perang yang diperoleh dari kaum kafir. Saat ini menghidupi negara dari rampasan perang itu nyaris mustahil. Karena itu artinya kita harus berperang terus-menerus hanya untuk bertahan hidup. Dengan kekuatan personil dan teknologi militer yang kita punya, kita gak akan bisa terus menang kalo negara yang kita perangi akhirnya dibantu oleh Rusia, China, Amerika dan Sekutu, atau negara yang biasa ente sebut sebagai Negara Kafir. Jangan sampe nafsu untuk menguasai negara sekitar malah jadi pembuka jalan bagi Amerika dan Sekutu supaya bisa mengirim drone dan USS Zumwalt ke perairan kita untuk menjejalkan demokrasinya sebagai alibi penguasaan SDA di tanah air. Lagipula, yang masih menggunakan harta rampasan untuk bertahan hidup saat ini hanyalah ISIS.
  2. Fa’i
    Fa'i adalah harta rampasan yang diperoleh dari musuh tanpa terjadinya pertempuran. Fa’i dibagi lagi atas 3 macam yaitu ;
    • Kharaj
      Yaitu sewa tanah yang dipungut dari non Muslim.
    • Ushr
      Adalah bea masuk yang dikenakan kepada semua pedagang yang melintasi perbatasan negara, yang wajib dibayar hanya sekali dalam setahun dan hanya berlaku bagi barang yang nilainya lebih dari 200 dirham. Tingkat bea yang diberikan kepada non Muslim adalah 5% dan kepada Muslim sebesar 2,5%.
    • Jizyah (Upeti) atau Pajak kepala
      Adalah Pajak yang dibayarkan oleh orang non Muslim untuk jaminan perlindungan jiwa, properti, ibadah, bebas dari nilai-nilai, dan tidak wajib militer.
  3. Shadaqah atau Zakat
    Zakat (Shadaqah) adalah kewajiban kaum Muslim atas harta tertentu yang mencapai nishab tertentu dan dibayar pada waktu tertentu.
Selain itu, ada juga pendapatan lain yang gak tetap, yaitu: ghulul, kaffarat, luqathah, waqaf, uang tebusan, khums/rikaz, pinjaman, amwal fadhla, nawa’ib, hadiah, dan lain-lain.
Dari pengertian di atas, pendapatan negara pada pemerintahan Islam periode awal bersumber dari Non Muslim (Ghanimah, Fa’i, Kharaj, Jizyah, ‘Ushr) dan dari kaum Muslimin yang berupa Zakat. Namun seiring dengan ekspansi Negara Api yang mengakibatkan banyaknya Non Muslim masuk Islam, dan perubahan zaman yang memunculkan istilah HAM, sehingga kita udah gak bisa sembarangan menggiring ratusan Tank dan ribuan tentara untuk perang sama negara lain cuma karena Tuhan dan kitab suci kita berbeda dengan mereka, maka perolehan Ghanimah, Fa’i, Kharaj, Jizyah dan ‘Ushr pun berkurang. Padahal dari sumber-sumber inilah dibiayai berbagai pengeluaran umum Negara seperti menggaji tentara dan aparat, membangun fasilitas serta berbagai pengeluaran umum.
Karena sumber-sumber pendapatan negara berupa Ghanimah, Fa’i, Kharaj, Jizyah dan ‘Ushr di zaman sekarang udah gak ada, maka muncul pemikiran baru (Ijtihad) dari para ulama yang kemudian di sahkan oleh Ulil Amri (pemerintah) sebagai sumber pendapatan baru untuk menghilangkan kemudharatan yang lebih besar. Salah satu hasil Ijtihad itu adalah Pajak (Dharibah).
Banyak yang keliru dan menyamakan Al Maks dengan Dharibah, padahal keduanya berbeda. Pajak yang gak dibolehin itu disebut Al Maks, berupa pungutan liar yang dilakukan oleh oknum/preman yang tidak diperintahkan oleh Rasulullah SAW. Sedangkan pajak yang diterapkan untuk mengisi kekosongan kas negara adalah Dharibah yang artinya beban/kewajiban tambahan bagi kaum Muslim setelah Zakat. Karena sejak awal penyebutan semua istilah pungutan kita sebut pajak, maka terjadilah kerancuan dalam pengertiannya. Memang udah jadi budaya kita untuk menggeneralisir sesuatu, seperti beli mie instan di warung kita nyebutnya "Indomie", padahal gak semua mie instan merknya Indomie. Atau beli Air Galon di toko kita nyebutnya "Aqua", padahal gak semuanya bermerk Aqua. Begitu juga pajak, ada barang impor dikenain Bea Masuk, orang kita nyebutnya "ditarikin" pajak, bahkan ada kenaikan biaya administrasi STNK yang tiap 5 taun sekali, orang kita bilangnya "pajak" kendaraan naik berkali-kali lipat. Padahal sebenernya itu semua beda, baik maksud, subjek, objek dan tujuan penggunaannya.
Makanya segera bentuk Negara Syariah supaya kita sejahtera dan barokah!
Ane gak tau definisi sejahtera dan barokah menurut ente itu seperti apa, tapi satu hal, membentuk Negara dengan embel-embel syariah itu gak semudah ngajuin KPR Syariah atau Tabungan Syariah. Banyak sekali yang akan dikorbankan, baik manusianya maupun ideologi Pancasila yang selama ini dibangun oleh founding fathers bangsa ini. Dan ane harap, yang ente maksud "Syariah" itu bukan berarti kita harus gabung dengan Daulah Islamiyah/Islamic State (IS). Karena ane ga mau liat kota-kota besar di Indonesia berubah jadi Aleppo hanya karena sebagian orang berhasrat mendirikan Islamic State.
Oke, anggep aja DPR dan MPR kita setuju untuk mengubah ideologi Pancasila kembali menjadi Piagam Jakarta, dan anggep aja gak ada intervensi barat yang mencoba menjejalkan kembali demokrasinya kepada nusantara. Itu berarti, mulai detik itu juga nama "Indonesia" sudah hilang bersamaan dengan lenyapnya Pancasila. Lalu, entah siapapun saat itu presidennya, ia akan digantikan dengan sistem Khalifah, yang wallahu alam bishawab ane gak tau siapa yang bakal jadi khalifah pertama?

Bibib Rijiek kah? Semoga tidak.

Ente gak setuju dengan NKRI Syariah?! Ente gak suka dengan Habib sang Imam Besar Umat Islam?! Ente muslim macam apa?! Ente kafir?!


Kafir muka ente kaya loading bar SMADAV!
Ane ngedukung semua hal yang membuat bangsa ini maju dan sejahtera, terutama untuk kemakmuran umat Islam. Anggapan bahwa Bibib Rijiek sebagai imam besar umat Islam se-Indonesia itu kan cuma sepihak. Lagipula, sejak kapan ketidaksepemahaman dengan ente ataupun Bibib Rijiek membuat seseorang jadi kafir. Dulu, Nabi Muhammad SAW dengan susah payah mengislamkan penduduk di Bumi, sekarang ketika muslim jumlahnya 1,6 miliar orang, ente dengan gampangnya mengkafirkan orang. Memangnya ente siapa?
Lagipula, dengan dibentuknya Negara Syariah dengan Sistem Khalifah enggak akan gitu aja menghilangkan masalah utama terkait penerimaan negara. Karena nyari 2000 triliun sebagai sumber pendanaan APBN itu gak semudah ngorek upil pake jempol kaki. Emangnya ada negara yang bener-bener murni tanpa pajak?

Makanya kita ikhtiar, ada kok negara yang bisa hidup tanpa pajak. Negara di Timur Tengah misalnya.
Ah, masa? Sekarang coba buka link ini. Apakah ada negara yang 100% murni tanpa pajak?
Jawabannya gak ada. Bahkan Uni Emirat Arab pun tetep narikin pajak dari peruasahaan minyak dan perbankan asing. Di negara-negara tersebut mungkin ada yang gak narikin pajak, tapi mereka menggantinya dengan istilah kontribusi, iuran, atau sumbangan yang bersifat wajib, dan itu semua gak beda jauh dengan pajak. Kalo hanya mengganti kata "pajak" dengan kata lain yang terlihat lebih halus, kita juga bisa. Iuran wajib, kontribusi syariah, dharibah, or whatever you may call it.
Seorang anggota HTI pernah mencoba meramu APBN Syariah, namun ternyata 3 unsur penerimaan utama (Ghanimah, Fa'i, Shadaqoh) tidak diperhitungkan karena menurut beliau sifatnya tidak menentu dan idealnya tidak ada. APBN Syariah tersebut hanya memuat penerimaan negara yang berasal dari SDA, which is good, namun perhitungannya terlalu sederhana dan agak aneh. Sebagai contoh, perhitungan pendapatan migas yang hanya memasukkan komponen biaya produksi dan distribusi sebesar 10%, itu berarti profitnya 90%. Ane gak tau beliau dapet gelar doktor dari mana, tapi secara logika, kalo biayanya hanya 10%, seharusnya dalam laporan keuangan Pertamina (yang notabene mampu menghasilkan 322 ribu barel per hari) bisa ngedapetin laba ratusan triliun. Lagipula, masuk akal enggak kalo ada usaha yang labanya nyampe 90%? Kira-kira usaha apa yang punya profit margin sebesar itu selain bisnis penggandaan uang dan jualan narkoba? Bahkan dalam 5 tahun terakhir (2012-2016), perusahan minyak kelas kakap seperti Exxon Mobil cuma ngedapetin profit margin rata-rata 7,02%.
Kekeliruan serupa juga didapati dalam penghitungan profit untuk Gas Alam yang hanya memasukan komponen biaya produksi dan distribusi sebesar 10%. Sedangkan untuk SDA lainnya, perlu dilakukan penghitungan ulang yang lebih detil dan komprehensif supaya ngedapetin potensi penerimaan negara yang sebenernya.
Seperti kita ketahui, SDA sektor pertambangan saat ini sedang turun. Harga minyak dunia yang terus menurun menyebabkan beberapa perusahaan minyak merestrukturisasi usaha dan memangkas jumlah pegawainya. Bahkan sejak tiga tahun yang lalu industri batu bara mulai lesu karena penurunan harga batubara acuan yang sampe sekarang belum juga pulih. SDA sektor pertambangan yang dulu berjaya kini mulai tergerus, apalagi saat ini mulai bermunculan sumber energi baru yang ramah lingkungan dan terbarukan.
Bahkan Arab Saudi yang dikenal pengekspor minyak terbesar pun saat ini mengalami defisit anggaran dan akan berhutang melalui Lembaga Keuangan Internasional dikarenakan turunnya harga minyak dunia. Bahkan beberapa media menyebutkan setelah memotong gaji PNS untuk menutupi defisit anggaran, Arab Saudi akan mencabut subsidi, menaikkan pajak dan harga BBM, dan berencana untuk meninggalkan minyak sebagai sumber pendapatan utamanya.
Menggunakan SDA sektor pertambangan sebagai pendapatan utama negara untuk saat ini rasanya sulit. Kecuali negara kita mau ikutan bisnis Batu Bacan yang kemaren-kemaren sempet ngehits dan harganya meroket.

Gimana kalo kita manfaatin zakat dan sodaqoh sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat?
Setau ane, zakat dan sodaqoh itu gak bisa sembarangan dipake buat ngebiayain ini dan itu. Karena peruntukannya untuk tiap jenis zakat/sodaqoh itu spesifik. Misalnya, zakat maal yang hanya bisa dialokasikan pada Mustahik yang terdiri dari 8 Ashnaf sesuai QS At Taubah ayat 60. CMIIW.
Bahkan kalo kita anggep zakat/infaq/sodaqoh itu bisa dipake buat segala bentuk pengeluaran negara, jumlah penerimaan Dana Zakat, Infaq, dan Sodaqoh yang tercatat pada laporan keuangan BAZNAS 2015 yang telah diaudit hanya sekitar 94 miliar. Memang itu belum termasuk badan amil zakat sejenisnya yang tersebar di kota/kabupaten lainnya, tapi setidaknya itu bisa menjadi gambaran bahwa badan pengumpul zakat yang terbesar di Indonesia aja cuma dapet segitu, bijimana dengan yang lainnya?
BAZNAS sendiri memperkirakan potensi penerimaan zakat sebesar 217 triliun. Jika tercapai semua, jumlah segitu emang gede, tapi belum cukup buat menambal APBN kita yang jumlahnya sekarang nyampe 2000 triliun di tahun 2017 nanti. Bahkan jika mewajibkan seluruh orang membayar zakat mal/profesi, maka dengan perhitungan kasar, kemungkinan terbesar yang diperoleh berdasarkan PDB 2015 adalah 288 trilun (2,5% x 11.540 triliun). Angka tersebut bisa dicapai dengan asumsi bahwa semua warga negara adalah muslim dan mereka taat membayar zakat profesi/maal, dan uang yang terkumpul di tahun 2015 sudah seluruhnya mencapai nishab dan haul.
Namun kenyataannya, banyak orang-orang yang namanya sering muncul di forbes tetapi pada kolom agama di KTPnya muncul kata yang berbeda dengan penduduk mayoritas di tanah air. Pernah denger istilah "10% orang menguasai 90% perekonomian" ? Coba buka link ini, dan googling orangnya, terus liat foto-fotonya. I think you'll know what i mean.
Lalu, apakah mereka kebanyakannya muslim? Apakah mereka wajib zakat?
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sendiri kadang masih suka pelit dan penuh perhitungan kalo ngeluarin duit. Jangankan zakat, ngisi kotak amal pas jumatan yang hadiahnya surga aja banyak yang ngebiarin lewat gitu aja. Ada yang pura-pura tidur lah, pura-pura gak liat kotak amal lah, ngaku gak ada receh lah. Aneh-aneh aja alesannya. Bahkan sewaktu nyelengin beberapa lembar "Pattimura" pun kayanya berat banget, tangan serasa diglendotin bayi gajah, susah keluarnya dari kantong. Padahal kalo nonton sama cewenya, jangankan "Sukarno-Hatta", "Benjamin Franklin" aja dipake buat bungkus popcorn.

Ya udah, gimana kalo semua orang diwajibkan bayar zakat?
Lah? Kan jumlahnya tetep kecil dibanding APBN kita?

Ya udah kita ajak ulama untuk ber-ijtihad dan naikin besaran zakatnya. Gimana kalo 15%?
Seandainya mereka tetep gak mau bayar, terus mau apa?

Kasih hukuman yang tegas, kalo perlu didenda!
Loh... jangkrik. Terus bedanya apa sama pajak?

Tetep beda lah, kalo pajak itu kan nyusahin rakyat ?!
Lah, Xianying... Menurut ente yang disusahin itu rakyat yang mana?
Kalo ente pegawai dengan gaji di bawah 4,5 juta/bulan, ente gak akan dikenain pajak penghasilan. Lebih dari 4,5 jt/bulan, baru kena pajak mulai dari 5% sampe 30% (untuk penghasilan bersih di atas 500 juta/tahun). Jadi semakin kaya ente, pajaknya makin gede. Adil kan? Yang bilang pajak itu nyusahin rakyat adalah orang kaya yang nyari alesan biar gak bayar pajak, dan orang yang belum pernah bayar pajak atau yang e-KTPnya gak jadi-jadi setelah sekian taun.
Terus kalo ente pengusaha, bayarnya cuma 1%/bulan dari omset. Gak ribet. Yang ribet itu kalo ente bikin perusahaan, pajaknya macem-macem. Apalagi kalo omset ente di atas 4,8 Miliar, ente juga diwajibin buat mungut PPN.
Kalo di negara maju, pajak itu bisa jauh lebih ribet. Seharusnya kita mendukung segala upaya untuk memudahkan pembayaran dan pelaporan pajak, bukan mengeluh terus tanpa solusi.

Makan di restoran dipajakin, beli rokok dipajakin, rumah dipajakin, beli barang dari luar negeri dipajakin, pajak STNK dinaikin berkali-kali lipat. Apa-apa dipajakin.
Pajak yang ente sebutin itu termasuk pajak objektif, maksudnya pajak tersebut melekat pada objeknya. Bukan pajak subjektif seperti pajak penghasilan. Jadi kalo gak mau kena pajak, ya jangan beli barang, lu barter aja kaya suku Mesopotamia. Kalo gak mau kena PBB, ya jangan beli rumah, ente balik lagi aja ke zaman Paleolitikum, hidup secara nomaden dari gua ke gua. Kalo ga mau kena pajak kendaraan bermotor, ya jangan beli motor, kan masih bisa naek sepeda atau berkuda layaknya ksatria. Lagipula, yang naik itu biaya penerbitan STNK, bukan pajaknya.
Makanya ente kalo sekolah itu jangan cuma sampe gerbang doang, biar gak jadi korban Fans Page pembodohan yang mencari keuntungan dengan meraup like dan amin sebanyak mungkin.

Ini penindasan!
Penindasan? Penindasan biji ente gendut!
Kalo yang ente maksud penindasan terhadap 10 juta orang yang menanggung beban APBN dari taun ke taun. Ane setuju banget.
Ini fakta yang perlu kita ketahui, bahwa jumlah penduduk Indonesia saat ini udah lebih dari 250 juta. Tapi yang taat lapor pajak penghasilan (SPT) cuma 10 juta. Padahal seharusnya ada 60 juta orang yang dianggap mampu untuk menanggung APBN kita.
Apakah itu adil kalo biaya hidup negara dengan penduduk 250 juta ini cuma ditanggung oleh 10 juta orang aja?
Miris, karena 10 juta itu gak nyampe 5%nya, sementara lebih dari 95%nya masih bisa bebas berlenggang sambil gabiletong (garuk biji lewat kantong) saat menggunakan fasilitas publik tanpa tau siapa yang bayar ini semua. Enak banget kan? Yang patungan 5%nya, yang 95% ikut make bareng-bareng. Terus ngeluh lagi kalo fasilitasnya jelek.
Mereka cuma tau, itu uang rakyat, entah rakyat mana yang dimaksud. Pokoknya uang itu harus balik lagi ke rakyat, sekolah gratis, kesehatan gratis, jalan harus semua diaspal, listrik disubsidi, bensin disubsidi, pokoknya semua kalo bisa gratis dan disubsidi. Kalo ditanya itu uangnya dari mana? Ya bodo amat duitnya dari mana.
Ente waras?

 https://web.facebook.com/jprastowo/posts/10210571803590620

Kadang merengek dan nyinyirin pemerintah itu belum cukup. Untuk menunjukkan kekesalan terhadap pemerintah, orang-orang seperti ini mulai menyerukan "boikot pajak", padahal mereka sendiri bisa jadi selama ini belum pernah lapor SPT tahunan. Enggak mau bayar, tapi ngeluhnya paling vokal di medsos. Aneh.
Jalan raya, sekolah, rumah sakit, tempat ibadah, beasiswa LPDP, subsidi BBM, subsidi listrik, dan subsidi kesehatan termasuk BPJS, itu semua dibiayai dengan uang pajak. Meskipun rasa sakit karena mencintai diam-diam ataupun rasa nyeri di dada akibat ditinggal nikah mantan itu gak ditanggung oleh BPJS, bukan berarti pemerintah gak mau mensubsidi para fakir asmara. Pada 2016, pemerintah mengalokasikan dana sekitar 25,5 triliun untuk mensubsidi 92,4 juta jiwa peserta PBI jaminan kesehatan melalui BPJS. Dan itu semua berasal dari pajak yang dibayar para pembayar pajak, bukan duit hasil dipupukin yang terus tumbuh gitu aja di atas tanah.
Seandainya pajak itu diboikot, dan gak ada satupun yang bayar pajak, yang untung itu petugas pajak dan 10 juta Wajib Pajak yang rutin bayar pajak. Karena sejujurnya, Petugas pajak jadi gak ada kerjaan di kantor, mereka akhirnya bisa bebas maen Zuma sambil garuk-garuk manuk di depan meja dari jam 7.30 sampe jam 5 sore pun ingin negaranya bebas dari pajak dan mandiri lewat hasil SDAnya. Selain itu, 10 juta Wajib Pajak yang biasa ngelaporin pajaknya akhirnya bisa bebas menikmati uangnya, mereka yang kaya bisa jalan-jalan ke Disneyland pake elang pribadi atau muterin Maldives naek kapal selam, dan terus menumpuk kekayaannya tanpa perlu rasa takut diundang konseling sama petugas pajak. Bodo amat lah dengan Pancasila sila kelima!
Yang rugi? Ya, 95% orang yang udah terbiasa gak bayar pajak. Yang biasanya nikmatin fasilitas gratis, besok-besok belum tentu bisa nikmatin fasilitas umum kaya sekarang. Jalan raya berlubang segede kolam lele pun gak akan ada yang benerin. Sekolah mau roboh, reyot kaya kandang sapi pun gak ada yang benerin. Mau rumah sakit jadi kumuh dan angker kaya tempat uji nyali pun gak ada yang benerin. Intinya, semua orang yang bakal kena dampak buruknya.
Lagipula kalo pajak menurut ente nyusahin rakyat, terus seharusnya negara ini dibiayai dengan apa? Dari hasil jualan followers di instagram? 

Pake SDA lah, kan alam kita kaya.
Ya elah tong, di atas kan udah gue kasih tau kalo PNBP dari SDA itu gak cukup. Bahkan akhir taun kemaren kita udah keluar lagi dari OPEC (padahal kita belum genap setaun gabung lagi dengan OPEC). Pasti ente gak tau kan ? Karena menurut ente isu kayak gini gak lebih penting dari isu Pilkada DKI, jokes bom panci, meme fitsa hats, rumah apung, ataupun skandal chatnya firza. *brb nge-save gambar dari WA*
Oke, misalnya saat ini semua tambang itu sepenuhnya dikuasai negara, itu berarti semua Ijin Pertambangan dan Penggalian seperti IUP, Kontrak Karya, PKP2B Generasi I, II, dan III, Izin galian C, Kontrak Bagi Hasil dan lainnya hanya dikuasai oleh negara melalui BUMN seperti Pertamina dan Bukit Asam. Jadi kaum marjinal seperti ente gak bisa lagi menambang logam mineral, gas, maupun minyak atau bahkan sekedar maculin pasir atau batu di perbukitan depan rumah. Karena itu semua cuma boleh dilakukan oleh negara. Tapi sayangnya, meskipun semua dikelola pemerintah, PDB dari pertambangan dan penggalian cuma menghasilkan 879,3 T sementara APBN 2015 itu 2.039,5 triliun. Jelas sekali itu semua gak cukup. Pendanaan negara bisa dicukupi jika negara juga mengambil alih secara penuh semua sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan yang menghasilkan PDB sebesar 1560,4 T. Barulah itu semua cukup untuk membiaya negara dalam satu tahun.
Namun akibatnya, semua orang gak bisa sembarangan nebang pohon, nanem ganja singkong di kebon belakang rumah, memanen cabe-cabean, atau sekedar maculin sawah buat ditanemin padi. Warga dan nelayan di sekitar pantai pun gak bisa sembarangan mancing keributan di sungai, apalagi menangkap ikan dengan harapan palsu jaring di tengah laut itu. Karena semua SDA cuma boleh dikelola dan dikuasai oleh negara.
But, oh wait... isn't that communism? Or socialism? or facism?

Tambang kita banyak, tapi kenapa malah dikasih ke asing?
Jawabannya simpel, pertama karena mereka yang punya modal besar saat itu, kedua karena adanya UU Penanaman Modal Asing dan UU Minerba yang memperbolehkan mereka mengeruk SDA kita. Kalo ditanya lagi kenapa UU tersebut bisa muncul, silahkan tanya sama orang yang tanda tangan UU tersebut. Itupun kalo mereka masih hidup.

 

Satu hal yang gue tau, biaya eksplorasi minyak itu gak murah. Pertamina selaku perpanjangan tangan dari pemerintah mungkin mau aja ngebor sana-sini buat nyari minyak selama ada dana untuk eksplorasi dan punya teknologinya. Tapi sayangnya dana tersebut gak banyak, dan Pertamina sendiri butuh modal tambahan. Kalo gak dari Pemerintah, ya dari Swasta. Tapi apa mau BUMN terbesar kita diprivatisasi?
"Sekali mencari minyak di laut dalam, satu bor biayanya bisa sampai 250 juta dolar Amerika Serikat (AS), biasanya dibutuhkan tiga sampai empat kali pencarian dengan total biaya mencapai Rp13 triliun", - Wamen ESDM Arcandra Tahar

Dari 4 kali pengeboran bisa dapet 1 sumur aja udah hebat banget, bahkan itu dengan teknologi canggih dan orang-orang terhebat. Kalo dalam 4 kali pengeboran gak dapet apa-apa, ya duit 13 triliun jadi debu. Ilang gak berbekas, kaya mantan ente yang kabur sama gebetan barunya. 

Sekarang seandainya Pemerintah melalui Pertamina disuruh eksplorasi minyak sendiri supaya kita punya sumur yang lebih banyak. Pertanyaannya, itu duitnya dari mana? Kalo dibiayai swasta, kira-kira ada enggak orang Indonesia yang siap ngasih duit 13 triliun dengan risiko kalo gak dapet apa-apa ya harus ikhlas? Ane haqul yaqin sampe Boy Anak Jalanan hidup lagi di-Edo Tensei sama Orochimaru juga belum tentu ada yang mau.
Bahkan kalo kita mendesak Pemerintah untuk modalin Pertamina mengeksplorasi minyak, ujung-ujungnya duit yang dipake untuk modal berasal dari pajak lagi. Makanya, untuk mengakali hal itu Pemerintah menggandeng pihak manapun yang mau berinvestasi di sektor migas dengan sistem Production Sharing Contract (Kontrak Bagi Hasil) yang rencananya akan berubah menjadi sistem Gross Split. Kontraktor migas juga menanggung penuh semua risiko eksplorasi. Jangka waktu kontraknya 30 tahun, dan setelah itu aset PSC tersebut jadi milik Pemerintah. Karena yang mampu ngeluarin duit triliunan cuma kontraktor asing, akhirnya merekalah yang diberi hak pengeboran oleh pemerintah. Kalo ada kontraktor lokal yang siap menanggung segala risiko dan biayanya, ane rasa mereka juga bakal dipersilahkan buat ngebor minyak sampe modalnya abis.
Untuk pertambangan mineral perlakuannya beda lagi. Pemerintah cuma dapet bagian dari pajak, royalti, dan divestasi saham yang jumlahnya gak seberapa dibanding lobang yang dibikin di Grasberg. Yang menarik itu tentang divestasi saham, kontraktor tambang mineral asing seperti Freecrot dan Nyemot (sekarang ganti nama jadi "Amman") diminta melepaskan sahamnya dengan persentase tertentu dalam jangka waktu tertentu. Lucunya ketika Freecrot dan Nyemot mau melepas sahamnya ke pemerintah, ada aja pihak yang sepertinya gak seneng kalo pemerintah kita punya saham di Freecrott dan Nyemot. Makhluk-makhluk seperti itu mencoba mencecar pemerintah dengan pertanyaan "Untuk apa membeli saham?". Padahal tujuannya jelas, supaya kita keliatan keren di mata Internasional bisa nguasain tambang di negeri sendiri.
Makanya kalo ada yang menentang pembelian saham divestasi, perlu juga ditanyakan nasionalisme mereka. Atau jangan-jangan sebenarnya mereka yang pro asing?

Makanya usir asing sekarang juga!
Udah pernah liat peta ini?



Gambar bintang merah yang tersebar disekeliling Indonesia adalah letak pangkalan Gojek perang Amerika dan Sekutu. Seandainya kita berhasil merebut paksa SDA yang dikuasai asing saat ini, ane yakin mereka gak akan gitu aja nyerahin ke kita. Mereka akan bersatu dan mengajukan gugatan ke Badan Arbitrase Internasional. Jika mereka menang dan kita tetep ngotot untuk mempertahankan SDA kita. Menurut ente, itu pangkalan militer buat apa? Buat mangkal tukang cireng?
Brace yourself, democracy is coming... 

Lagipula, seandainya kita menang dalam gugatan arbitrase atau bahkan jika kontraktor asing itu pergi secara sukarela. Pertanyaannya, apakah kita punya modal yang cukup untuk mengelolanya? Apa kita mampu dengan SDM dan teknologi yang sekarang kita punya?
Mengusir asing bukan hanya akan melumpuhkan industri-industri sampingan yang selama ini bergantung pada pada mereka, tapi juga dampaknya akan berpengaruh ke APBN. Karena bisa dibilang, sebagian besar penerimaan pajak itu berasal dari mereka.

Ah.. Masa? Mana mungkin mereka bayar sebanyak itu?
Ga ada yang tau pastinya berapa jumlah pajak yang dibayar baik oleh WNI ataupun WNA ke kas negara. Tapi sebagai gambaran, kita bisa ngeliat penerimaan pajak berdasarkan jenis Kantor Pajak yang mengadiministrasikannya. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) ada 4 jenis;
  1. Pratama
    Jumlahnya ada sekitar 309 dan kerjanya ngurusin Wajib Pajak (WP) baru, Orang Pribadi, Bendahara Pemerintah, Badan Usaha kecil/menengah, dan kaum-kaum marjinal yang kalo fesbukan masih make 0.fesbuk.com seperti ente.
  2. Madya
    Kerjanya ngurusin WP terbesar di tiap Kantor Wilayahnya (Kanwil).
  3. Khusus
    Dibawahi oleh Kanwil Jakarta Khusus, KPPnya terdiri dari 6 KPP Penanaman Modal Asing, 1 KPP Migas, 1 KPP Badan dan Orang Asing, dan 1 KPP Perusahaan Masuk Bursa. Simpelnya, ini KPP "Khusus" Asing.
  4. Wajib Pajak Besar (LTO)
    Isinya WP kelas kakap, WP yang kalo bangkrut bisa ngerembet ke yang lain, bahkan bisa bikin krisis moneter dan ngebuat negara terpaksa nge-bail out mereka. WP disini didominasi oleh perusahaan-perusahaan multinasional, perbankan nasional, BUMN, cabang/anak perusahaan asing, dan Orang Pribadi yang namanya pernah muncul di Forbes.
 

Mari kitorang ngobrolin tentang fakta target penerimaan pajak berdasarkan data, bukan berdasarkan asumsi, emosi, atau bahkan "katanya" dan "katanya". Perlu diketahui bahwa 2/3 atau sekitar 67% target penerimaan pajak didapet dari perusahaan besar atau orang kaya yang terdaftar di KPP Non Pratama. Dengan jumlah WP yang gak nyampe 100 ribu, mereka mampu nyumbangin 903,9 triliun dari pendapatan mereka ke kas negara. Dan hanya 33% atau atau sekitar 448,6 triliun yang didapet dari KPP Pratama, padahal jumlah WPnya nyampe 30 jutaan. Itu artinya, klaim orang-orang yang menyatakan bahwa pajak itu memeras rakyat kecil sudah terbantahkan, terlebih kalo ngeliat kenyataan bahwa WP yang aktif melapor/menyetor hanya 10 juta WP. Meskipun banyak yang menyebut konglomerat sebagai penjahat ekonomi, tapi ironisnya mereka berperan banyak dalam APBN kita. Absurd, tapi begitulah faktanya. Penjelasan lebih lanjut bisa dibaca di sini.


Komentar dari pegawai yang bekerja di salah satu KPP yang menangani WP Besar

KPP yang terdaftar di Kanwil Khusus itu kebanyakannya ngurusin Asing semua, kecuali PMB, dia ngurusin perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek. Jumlah target penerimaan pajak dari Kanwil Khusus Asing itu sekitar 200 triliun lebih. Sedangkan di LTO, banyak perusahaan asing yang terdaftar disitu, mulai dari tambang asing, perbankan asing, bahkan sampe retail asing kelas kakap. Seandainya 25% penerimaan di LTO berasal dari WP asing, itu setara 100 triliun. Jumlah kontribusi asing dari KPP Khusus dan LTO aja seenggaknya udah nyentuh angka 300 triliun. Itu belum termasuk WP asing yang terdaftar di KPP Madya atau WP Asing yang baru berdiri dan terdaftar di KPP Pratama.


Coba bayangin kalo mereka diusir seketika, duit 300 triliun siapa yang mau ganti? Belum lagi berapa jumlah kepala keluarga yang bakalan kehilangan pekerjaannya karena PHK seketika? Atau usaha-usaha kecil/menengah yang selama ini bergantung sama mereka? Dampaknya bakal jadi sistemik. Jangan sampe niat yang menurut ente baik untuk menunjukan kedaulatan NKRI, tapi malah bikin perekonomian terguncyang dan rakyat kecil lebih sulit dalam mencari pekerjaan.

Ane tetep gak setuju sama penjelasan ente karena itu hoax!
Hoax itu kalo ente masang profile picture hasil 37x jepretan tapi yang dipilih cuma satu dan dipermak pake filter Camera360 supaya keliatan ganteng kaya Si Boy anak jajanan. Padahal tampang aslinya gak lebih ganteng dari tutup balsem. Bahkan kalo lagi ngisi bensin di SPBU, petugasnya yang gak sengaja ngeliat tampang ente bakalan terpaksa nunduk pas bilang "dimulai dari angka nol ya" karena dia berusaha mencium aroma bensin buat nahan mual akibat ngeliat muka ente.

Sebelum bilang ini hoax, silakan ente tabayyun dan mengkoreksi setiap kesalahan yang ada di tulisan ini. Hoax itu bisa tersebar karena orang males baca, tapi sembarang nge-share tulisan. Ane sendiri gak heran kalo di Indonesia itu banyak sekali orang yang kemakan hoax, karena minat baca masyarakat kita sangat rendah. Bahkan menurut survey UNESCO, minat baca kita hanya 0,1% yang artinya dalam 1000 orang hanya ada satu orang yang minat baca. Sementara jumlah tweet per detik di Jakarta sendiri bisa nyampe 240 tweet/detik. Itu artinya orang kita caper, lebih suka ngomong dari pada baca, meskipun omongannya gak jelas. Jadi gak heran kalo ada portal berita abal-abal dengan judul click bait bisa dapet puluhan ribu share meskipun isinya pas diklik malah redirect ke "Invalid URL" atau bahkan "404:Not found".
Kalo ente muslim, seharusnya ente paham kenapa firman Allah SWT yang pertama kali turun itu adalah perintah untuk membaca [QS. Al-Alaq: 1-5] ? Karena membaca itu sangatlah penting. Iqra'. Bacalah...
 

Entahlah, tapi menurut ane Pajak itu mendzalimi orang.
Ane gak akan memaksakan kehendak supaya orang lain setuju dengan penjelasan ane. Karena itu adalah hak setiap orang, apalagi kalo orang itu udah membuat ilusi kebenaran yang ia yakini sendiri. Terus ane bisa apa? 
Bolehlah orang-orang benci pajak dan menyebutnya sebagai kedzaliman. Itu hak mereka. Mungkin karena mereka gak tau banyak tentang objek pajak, apalagi mekanismenya yang ribet, ngebuat mereka mules-mules dan alergi setiap bulan Maret dan April.
  
Mekanisme zakat emang lebih simpel. Tapi kalo diterapin saat ini, rasanya zakat belum bisa mengakomodasi semua kebutuhan negara yang nantinya akan dikembalikan lagi ke rakyat dalam bentuk berbeda. Infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan misalnya. 


Untuk rakyat? Uangnya kan banyak yang dikorupsi?
Salah satu peran rakyat yang paling vital dalam sebuah negara adalah fungsi pengawasan. Ketika kita ngeliat ada yang enggak beres, seharusnya kita bertanya secara kritis atau bahkan protes. Yang terjadi saat ini, ketika tau ada yang korupsi bukannya dilaporin, tapi ditonton aja kaya sinetron dan malah ada yang berharap "kecipratan" duitnya.

 
Kenapa mereka milih diem? Karena mereka gak peduli.
Kenapa gak peduli? Karena mereka gak merasa itu uang mereka yang dikorupsi.
Kenapa mereka merasa itu bukan uang mereka? Karena mereka gak pernah bayar pajak.

 
"Bukan punya gue juga, bodo amat..."

Intinya, ketidakpedulian mereka terhadap negara ini terlebih dikarenakan mereka merasa gak memiliki dan gak pernah berkontribusi. Mereka gak merasa kehilangan, makanya mereka gak protes dan milih diem. Beda dengan yang merasa memiliki, ada bagian dari kepemilikan dia berupa uang pajak yang pernah ia bayar. Makanya ketika ada yang ketauan korupsi di sekitarnya, mereka melawan.

Sama kasusnya seperti kasir minimarket yang suka nguntit uang recehan dari laci mesin kasir. Kenapa? Karena merasa itu bukan uangnya. Begitu pula kalo kita gak pernah bayar uang kas di kelas, ketika duitnya dipake sama bendahara buat beli pulsa yang katanya buat nge-jarkom tugas padahal dipake buat telpon sama mantannya biar balikan. Ada sebagian dari diri kita yang protes, tapi sebagian lagi berbisik, "Ya udah lah biarin aja. Bukan duit gue ini..."

Tapi pemerintah kita emang gak becus kok, ngapain bayar pajak? 
Untuk sebagian kaum-kaum proletar yang tampangnya OOT, pajak itu emang gak enak, meskipun tanpa disadari kita semua membutuhkannya. Sama kaya obat, pait namun menyembuhkan. Kalo mau sembuh, mau gak mau ya kita harus minum obat itu. Kecuali ente berobat ke dukun.
  
Ane tau sikap pesimis maupun skeptis yang dimiliki kaum-kaum marjinal pengguna fesbuk bersubsidi seperti ente itu berasal dari kekecewaan karena menganggap pemerintah gagal mensejahterakan masyarakatnya. Sama seperti ente, ane juga kecewa berat terhadap pembangunan infrastruktur yang kerap mangkrak gak jelas, yang seharusnya jadi wisma, malah jadi tempat uji nyali. Jangankan mensejahterakan masyarakatnya, lah jaringan internet yang berbayar aja koneksinya payah banget. Coba deh ente pikir, kira-kira masuk akal ga? Ane mau internetan dengan jaringan 4G dari atas gedung di sekitaran Jakarta aja susahnya setengah mampus, sementara Taliban, Al Qaeda, sama ISIS bisa upload video dengan qualitas full HD dari dalem goa di tengah padang pasir antah berantah. How the fuck is that even possible?

http://www.independent.co.uk/news/world/politics/credit-suisse-global-wealth-world-most-unequal-countries-revealed-a7434431.html

Di taun 2016, Indonesia dapet peringkat ke-4 sebagai negara dengan tingkat kesenjangan ekonomi tertinggi di dunia, dimana 1% orang terkaya di Indonesia menguasai 49,3% kekayaan secara nasional. Itu artinya, 2,5 juta orang di Indonesia menguasai hampir 50% aset di Indonesia. Gambaran dari sebuah ketimpangan ekonomi yang luar biasa. Ane rasa demo-demo kemaren pun sebenernya lebih karena refleksi atas keadaan ini. Kekecewaan masyarakat yang memuncak pada satu kesempatan yang memperbolehkan mereka turun ke jalan pada suatu saat.
 
Satu-satunya jalan supaya tumpukan kekayaan mereka dapat disebar secara merata dengan cara yang legal sesuai Undang-Undang adalah melalui pajak. Ironisnya, satu-satunya jalan inilah yang dibenci kebanyakan orang. Bahkan oleh mereka yang gak pernah bayar pajak. 
  
Ane tau, kaum-kaum penganut paham bumi datar seperti ente banyak yang gak suka dengan presiden yang sekarang. Entah sebanyak apapun infrastruktur yang ia bangun, ente akan membencinya dengan alesan ente sendiri. Tapi jangan sampe kebencian itu ngebuat ente ikut ikutan membenci bangsa dan negara ente sendiri. Jujur, gue sendiri gak terlalu memusingkan siapa yang duduk di kursi eksekutif, mau Pakde Wiwi atau om Wowo, atau bahkan Hokage ke 3 yang jadi presidennya, pasti bakalan ada yang jadi oposisi dan punya pemikiran sama seperti ente yang selalu benci dengan presiden saat ini. So, what's the point?
  
Haters itu tersebar dari berbagai jenjang pendidikan, dari yang kemaren-baru-bisa-ngetik-di-hape-touchscreen, sampe yang mengaku bergelar doktor. Memiliki jenjang pendidikan yang tinggi enggak berarti seseorang otomatis jadi pintar. Makanya ane heran kalo orang yang dapet beasiswa luar negeri seperti LPDP dan masih nanya uang pajaknya kemana dan buat apa? Pengen banget ane teleport ke sampingnya dan berbisik ke kupingnya dengan satu tarik tarikan nafas, "Buat bayar ente kuliah GUOBBBLOOOOOOKK", dengan huruf O sepanjang 6 harakat karena kemahatololannya.
Tapi ane masih gak ngerti kalo ada PNS yang ngeluh dan benci dengan pajak, atau bahkan ikut menyerukan boikot pajak. Lha emangnya gaji mereka itu datengnya dari mana? Dari jualan ketoprak?

Ada benernya juga sih. Tapi ane udah terlanjur kecewa sama mantan ane pemerintah.
Ane tau banyak dari kita yang kecewa, dan itu gak sedikit. Tapi jauh lebih dalem lagi, orang-orang seperti ente itu sebenernya masih punya perasaan "memiliki" terhadap bangsa ini, ente juga ingin menyelamatkan bangsa ini, dan membuatnya jauh lebih baik lagi. Dan itulah alesan sebenernya kenapa ente sekolah, sejak kecil terus bermimpi, dan punya cita-cita jadi Dokter, Polisi, Tentara, Presiden, atau bahkan tukang cireng yang entah apa hubunganya dengan nyelametin bangsa. Ane cuma mau ngasih tau, kalo pun pada akhirnya ente gagal nyelametin bangsa ini dan mengikuti jejak Yonglek jadi Youtuber atau jadi Selebgram kaya Awkwkwkarin, dan akhirnya cuma bisa nyelametin satu orang, atau bahkan jika satu orang yang ente selametin ternyata diri ente sendiri. It's okay.
Entah harus berapa banyak lagi paragraf omong kosong yang harus gue tulis supaya postingan ini keliatan bagus. Tapi intinya, pajak itu emang gak enak, gak ada yang suka, tapi ia harus ada dalam elemen pendanaan sebuah negara. Karena pajak itu adalah harga yang harus dibayar dalam sebuah peradaban modern. Gue harap gak akan terjadi sebuah masa ketika masyarakat udah memutuskan untuk gak akan pernah bayar pajak, dan semua urusan dipasrahkan kepada pasar bebas atau pihak swasta. Dan saat itulah kita tahu mahalnya biaya hidup kita.
Kalo terasa berat, ya wajar aja. Karena hampir semua orang merasa seperti itu kok, anggep aja ini ujian dunia. Jadi mohon bersabar, karena ini ujian.

Mohon bersabar ini ujian.
Ujian dari Allah.
Ujian dari Allah.
Ini adalah perjuangan.
Mohon.. Mohon.. Mohon ditahan emosi.
Mohon ditahan emosi.
Memang mengecewakan...Ya.
Astagfirullah al azim ya Allah.
Istighfar bapak.
Mohon istighfar bapak.
Suruh pergi aja suruh pergi.
Suruh pergi itu tadi.
Motornya tolong.
Motornya tolong digeser.
Ini tidak.

Tentunya...
Walaupun ini tindakan yang tidak bertanggung jawab...Ya.
Kekecewaan setiap manusia punya kecewa.
Apalagi masalah cinta.
Jodoh adalah di tangan Allah.

Mohon bersabar...







31 Desember 2016

Mohon bersabar, ini ujian...

Penulis : frosthater ~ Sebuah blog yang menyediakan berbagai macam informasi

Artikel Ujian ini dipublish oleh frosthater pada hari Saturday, December 31, 2016. Semoga artikel ini dapat bermanfaat.Terimakasih atas kunjungan Anda silahkan tinggalkan komentar.sudah ada 3 komentar: di postingan Ujian
 

3 comment:

  1. Bahaha kesambet apa lu cay nulis ginian? Haha
    Gw share ya cuk

    ReplyDelete
  2. Lama ga baca tulisan lo, masih oke walau kebanyakan copas teori wkakaka

    ReplyDelete