
"All that is necessary for the triumph of evil is that good men do nothing." - Edmund Burke
What could be the most extremely dangerous form of disability in this year ?
Disabiltas fisik ? Disabilitas mental ? Atau buta perasaan karena ditinggalin gebetan yang lebih milih cowonya
Dulu, sewaktu pikiran gue masih tersegel di jaman jahiliyah, gue pernah golput dengan nyoblosin semua jidat caleg di kertas suara. Pikir gue waktu itu, 'Halah, paling sama aja,

Gue ambil contoh sederhana, yaitu pemilihan ketua kelas. Misalnya ada sebuah kelas dengan jumlah populasi 40 orang, 5 diantaranya dicalonkan sebagai kandidat ketua kelas (sebut aja A,B,C,D,E). Katakanlah ke-5 makhluk ini memliki kepribadian yang berbeda, si A adalah sosok yang berintegritas dan jujur, si B termasuk cowo yang ganteng maut dan maniak drama korea, si C adalah sindikat maling pulpen dan tukang bullying, si D adalah sosiopat dan berpandangan skeptis, dan si E adalah mafia absen sekaligus kartel pulpen narkoba. Ketika pemilihan ketua kelas berlangsung, hanya sekitar 10 orang yang mencari tau rekam jejak setiap kandidat ketua kelas (mulai dari kepribadian, ranking, organisasi, akun sosmednya, pacar, mantan, sampe selingkuhannya) dan benar-benar memilih yang terbaik menurut mereka. Yang lainnya hanya mengandalkan itungan kancing atau bahkan memilih berdasarkan tingkat ke-ganteng-an kandidat, dan sisanya memilih untuk gak peduli dengan golput.






- Bikin 36 jembatan Suramadu.
- Bikin 27 stadion sekelas stadion termegah di dunia yaitu
Lebak BulusYokohama Stadium - Bikin 2000 Km jalan tol.
- Bikin 1,8 Juta rumah murah.
- Bikin 1500 RSUD sekelas RSUD Bojonegoro yang megah
- Bikin 165.000 buah bangunan sekolah dasar permanen.
- Beli 20 armada Sukhoi Su 27 buat nyerang Malon kalo mereka rese.
- Beli 165 juta Ton beras.
- Akuisisi 8 perusahaan multinasional sekelas produsen Indomi untuk menguasai perut Mahasiswa.
- Bikin 12 set armor Iron Man (lengkap dari Mark I-VII) sekaligus JARVIS (Super Computer).
Kalo duit 167 Triliun dari pembayar pajak itu sebegitu banyaknya, apa masih mau disia-siain dengan golput ?

Gue sadar pemerintah kita emang lebih seneng hambur-hamburin
duit pembayar pajak demi selembar kertas untuk dicolok-colok pake paku
tiap 5 taun sekali, tapi kalo masih pada mau golput, mending gak usah ngadain pemilu aja. Kita bisa modernisasi tata cara pemilu pake metode
alternatif, seperti cukup dengan Hompimpa diantara capres dan cawapresnya. Kan
lumayan bisa ngehemat 167 Triliun tiap 5 tahun, dan kita tetep punya
Presiden-Wakil Presiden, DPR, juga DPD.

Q : Terus gue harus gimana, men ?
A : Ya lu coblos aja jidat caleg dan pasangan capres-cawapres ntar tanggal 9 April dan 9 Juli 2014, lu milih yang menurut lu terbaik.
Q : Kalo gue gak mau gimana ? Gue gak peduli tuh.
A : Kalo lu gak peduli dengan orang lain, gapapa, itu hak lu. Tapi masa sih lu ga peduli dengan diri lu sendiri ? Nyobloslah karena lu sendiri pengen ngerasain perubahan yang lebih baik, perubahan yang dihasilkan oleh kebijakan-kebijakan orang yang lu pilih.
Q : Kalo gak ada yang cocok gimana, men ? Gimana kalo mereka ternyata busuk semua ? Kalo gue salah milih, berarti gue udah berpartisipasi dalam pemakzulan negara ini untuk 5 taun ke depan.
A : Kalo lu bener-bener ngeblank tentang profil kandidat dan gak tau mana yang lebih baik, pilih aja yang tingkat kebejatan kandidat/partainya paling rendah. Kalopun menurut lu mereka busuk semua, lu pilih aja yang terbaik dari mereka. Mending mana, yang paling baik dari yang busuk, atau yang paling busuk dari yang busuk berkuasa di negara ini?
Q : Terus lu punya tips gak buat milih caleg/capres yang ketje ?
A : Bentar, men. Gue bakar dupa dulu...


Gue sendiri sebenernya gak punya kriteria khusus buat nentuin pemimpin terbaik, karena di Endonesa kalo ada pemimpin yang gak korup aja udah bagus bingits. Kalo
posisi Capres-Cawapres gue lebih ngeliat ke arah Individunya karena
menurut gue individu seorang presiden lebih kuat daripada desakan partai
ketika ada konflik, dan jumlah pasangan Capres-Cawapres itu sedikit,
jadi keponya lebih gampang. Sedangkan untuk posisi caleg, gue lebih
condong ke arah partainya, karena menurut gue desakan partai lebih kuat
daripada individu calegnya ketika ada konflik, dan untuk mantau ratusan
caleg dari partai yang berbeda butuh waktu lama. Selebihnya,
gue cuma menyeleksi mereka berdasarkan urutan ini :
1. Pernah kena kasus, gak ?
Bagi gue ini poin paling krusial, gue langsung nge-blacklist mereka (kandidat) yang pernah kena kasus pelanggaran hukum atau apapun yang pernah dituduhkan kepada mereka, karena gue gak mau punya pemimpin yang udah jelas-jelas pernah ngelanggar hukum yang dibuat negaranya sendiri. Kasusnya bisa apa aja, mulai dari penyuapan, korupsi, pencucian uang, HAM, lumpur, pelanggaran kode etik, utang grup perusahaannya yang besar-besaran, bekas model porno, preman,


2. Bayar pajak, gak ?
Lebih dari 70% penerimaan negara didominasi oleh pajak, dan pajak itu adalah kontribusi nyata setiap warga negara kepada negaranya. Presiden itu lembaga eksekutif, sedangkan DPR itu lembaga legislatif dengan salah satu fungsinya adalah budgetair (menetapkan APBN). Untuk ngejalanin fungsi budgetair, DPR bisa dianalogiin sebagai bendahara kelas yang kerjanya ngatur keuangan kelas. Nah, sekarang kalo lu sebagai siswa di kelas dalam cerita sebelumnya, kira-kira lu mau milih ketua kelas dan bendahara yang kaya apa ? Apa lu mau milih ketua kelas dan bendahara yang cuma taunya cara ngabisin duit kelas untuk hal yang gak jelas ? Apa lu mau punya ketua kelas dan bendahara yang ngantur keuangan kelas tapi gak mau bayar uang kas, sementara elu dan temen-temen lu wajib bayar uang kas setiap bulannya ? Gue sih kaga mau. Atau jangan-jangan mereka ngebet jadi Ketua Kelas dan Bendahara supaya bisa mastiin kalo mereka sendiri kebal hukum dan gak akan kena tagih uang kas ? Apa masih realistis kalo kita berharap banyak dari pemimpin model gini ?


3. Money politic, gak ?
Percaya atau engga, Money politic adalah awal dari korupsi. Money politic itu bentuknya macem-macem, tapi yang paling absurd adalah "Serangan fajar". Menurut mitos yang beredar, serangan ini biasanya dieksekusi pada H-1 pemilu, ditandai dengan adanya oknum yang nyoba ngasih duit atau indomi dan minta lu buat nyoblos caleg pilihan mereka. Kalo ada yang gini, cukup inget satu hal, 'Ambil uang/indominya, tapi jangan coblos calegnya'.


4. Kompeten, gak ?
Kalo ngeliat foto caleg yang bertebaran di mana-mana, gue sempet curiga kalo tingkat pengangguran di Negeri ini emang tinggi. Kalo mereka (caleg) sendiri gak punya kerjaan karena gak punya kemampuan yang bisa memenuhi kualifikasi yang diberikan pemberi kerja (employer), kok berani-beraninya mereka nyalon jadi anggota legislatif yang jelas-jelas tanggung jawab dan kualifikasinya (seharusnya) lebih tinggi dari itu?


Sebagai calon pemimpin, kompeten itu berarti seseorang harus tau apa tugas pokok mereka sekaligus benar-benar bisa menyelesaikan tugasnya dengan baik, dan idealnya seorang pemimpin itu harus bisa merasa, bukan merasa bisa. Misalnya, ada orang ngakunya Menteri di Kominfo, ya minimal dia harus tau kalo nyabut Flashdisk itu harus 'safely remove' dulu. Atau ada orang yang ngejabat sebagai Menteri di Kemenpora, ya minimal bisa lah ya back flip 2x terus salto depan sambil perfect split. Atau ada yang ngejabat di Kementrian Pertanian, ya minimal harus bisa bedain mana singkong cowo dan yang mana singkong cewe. Aneh kan ? Ya iya, gue juga bingung.
5. Punya program apa dan bagaimana cara merealisasikannya ?
Kalo para kandidat berhasil ngelewatin (lulus) poin 1, 2, dan 3, berarti kandidat yang tersisa bisa dibilang 'aman', mereka (bisa jadi) bukanlah orang yang punya rekam jejak yang buruk dan berniat busuk. Selanjutnya, kita harus tau program apa aja dan visi misi seperti apa yang akan mereka berikan ketika menjabat. Nyari tau visi-misi mereka bisa dengan cara googling 'Visi-Misi' tiap partai atau kalo ente emang kelewat males, bisa coba liat disini.
Banyak Capres yang punya visi untuk mengentaskan kemiskinan dan pengangguran di Indonesia, padahal mengentaskan kemiskinan dan pengangguran di Jakarta aja belum mampu, apalagi se-Endonesa. Semua Calon Gubernur/Bupati/Walikota pengen ngeberesin kemacetan di daerahnya masing-masing, tapi mereka gak tau gimana caranya menjabarkan tujuan itu secara detil. Hampir semua kandidat mengumbar janji manis ketika berkampanye, mereka semua ngomongin tentang mensejahterakan rakyat dengan program-programnya --sekolah gratis, berobat gratis, pacar gratis, dll. Tapi jarang sekali dari mereka yang ngomongin gimana caranya ngedapetin dana, dan optimalisasi penerimaan negara buat merealisasikan janji-janjinya itu, karena sesungguhnya sisi ini jauh lebih penting ketimbang berdebat gimana caranya ngabisin duit 1500 Triliun dalam satu periode, kecuali negara ini mau didanai dengan utang.
Kalo ngomongin soal penerimaan negara berarti kita berbicara tentang pajak (karena lebih dari 70% didominasi oleh pajak). Anehnya jarang sekali ada kandidat yang berani ngomongin tentang pajak. Pastinya, kalo gak ada konsep penerimaan negara yang jelas, janji-janji mereka soal mensejahterakan rakyat is a total bullshit. Emangnya itu program mau pake duit dari mana ? Kantong Doraemon lagi?
Jangan sampe muncul program-program yang keliatannya populis (cuma buat ngejer pencitraan), tapi ternyata belum mateng karena dananya gak ada, setengah-setengah, dan malah bikin ribet.
6. Asal dana kampanyenya dari mana ?
Gue setuju bingits kalo seandainya dana kampanye itu dibatasi. Biar adil dan semua partai punya sumber daya yang seimbang, jadi timsesnya pun harus lebih kreatif, gak asal sekedar nyari sponsor dari pengusaha sebanyak-banyaknya dan berlomba nancepin poster dan baligho segede layar tancep di tiap pengkolan jalan.



7. Jangan gampang percaya, gan !
Jangan gampang percaya, gan, termasuk dengan tulisan ini. Gue nulis ini bukan bermaksud untuk sok ngajarin orang gimana caranya ngegunain hak pilih dan nyinyirin mereka yang golput, bukan itu. Gue nulis ini hanya untuk memberi stimulus orang yang sebenernya masih peduli dengan nasib bangsa, tapi gak tau harus gimana. Gue mau orang-orang nyari jawabannya sendiri berdasarkan sumber yang mereka percaya. Gue mau mereka percaya sama pilihan mereka sendiri, bukan sekedar percaya dengan apa kata orang lain (ikut-ikutan).
Kita juga gak boleh ketipu dengan foto caleg yang udah kelewat narsis, apalagi yang ultra-absurd kaya di thread ini. Karena keabsurdan foto itu mengindikasikan tingkat kecerdasan seseorang. Kalo fotonya aja kaya gitu, gimana orangnya ? And what do you expect from people like them ?
Belakangan ini juga sering muncul survey-survey gak jelas yang diterbitkan oleh lembaga independen yang kredibilitasnya masih dipertanyakan. Setiap stasiun TV juga malah ikut-ikutan ngeluarin survey yang hasilnya 99,99% mengunggulkan si empunya media. Respondennya pun masih diragukan, bisa jadi yang disurvey adalah pegawai kantor media atau simpatisan partainya sendiri. Survey pun kadangkala cuma nunjukin popularitas seorang kandidat, padahal kriteria kandidat berkualitas itu gak cukup dari faktor popularitas doank, melainkan juga faktor kepemimpinan, prestasi, moralitas, ketampanan, dan keahliannya dalam menggocek lawan di depan gawang. Loh ?
Banyak juga Parpol yang suka ngeklaim pencapaian orang lain. Misalnya Partai Sempak Biru mengklaim kalo swasembada Sapi adalah hasil kerja kerasnya, padahal Partai Kornet Sapi lah yang mewujudkannya, karena Menteri Pertaniannya berasal dari Partai Kornet Sapi. Atau misalnya Pemerintah mengklaim bahwa penerimaan negara meningkat drastis karena usahanya, padahal itu hasil kerja keras para AR (Account Representative) dan FPP di KPP, TKI, pegawai kantor, cukong ikan sapu-sapu, eksportir, dan para pelaku bisnis lainnya. Makanya disini kita harus hati-hati dan jeli melihat keadaan, apalagi kalo berhubungan dengan bandit-bandit politik yang suka mengklaim kerjaan orang lain, because real eyes realize real lies.
Emang sih nyari berita yang aktual jaman sekarang itu susah, karena hampir semua media di Endonesa udah dikuasai bermacam-macam partai yang punya kepentingan masing-masing. RCTI + MNC, SCTV , Metro, ANTV+TVone, Trans Media udah dikuasai partai. Yang enggak dikuasai partai cuma satu, yaitu Indosiar, soalnya udah dikuasai Raden Kian Santang, Elang raksasa, dan Naga Terbang. Makanya kita harus pinter-pinter nyaring berita yang sekiranya punya nilai kebenaran objektif.
Mungkin cumakesesatan ini yang bisa ane share sebagai bentuk kepedulian ane terhadap Dunia Persilatan Tanah Air, dan link-link yang ane referensiin emang belum tentu valid sekeleuss, tapi seenggaknya gue udah ada bahan pembanding. Jujur, ane pun gak begitu ngerti tentang politik, ane cuma bisa nuangin keluhan ane dan mensinergikannya dengan logika dan sumber bacaan yang emang ngawur. Ane pun berharap konstelasi politik di Endonesa semakin baik dengan adanya perubahan posisi Pimpinan di 2014 ini. Semoga gak ada lagi "sirkus-sirkus" Senayan yang cuma numpang absen, atau posisi pimpinan lainnya yang cuma bisa ngeklaim kerjaan orang, ngeluh ke media, atau paling mentok nyalah-nyalahin Kepala Dinas. #udahputusinaja
Sekali lagi, pertanyaan terakhir gue...
Apa lu yakin masih mau nyia-nyiain duit 167 Triliun dan ngeliat 1500 Triliun APBN kita diobok-obok sekelompok "sirkus" di Senayan ?
Apa lu bener-bener gak mau ngeliat perubahan besar buat bangsa Endonesa, dan lu ikut berpartisipasi dalam perubahan itu ? Apa lu bener-bener gak mau punya pemimpin yang bisa dibanggain, ketika lu ngeliat dia di TV lu langsung bilang, 'Itu presiden gue !', bukannya bilang, 'Halah, orang ini lagi!' ?
Jangan gampang percaya, gan, termasuk dengan tulisan ini. Gue nulis ini bukan bermaksud untuk sok ngajarin orang gimana caranya ngegunain hak pilih dan nyinyirin mereka yang golput, bukan itu. Gue nulis ini hanya untuk memberi stimulus orang yang sebenernya masih peduli dengan nasib bangsa, tapi gak tau harus gimana. Gue mau orang-orang nyari jawabannya sendiri berdasarkan sumber yang mereka percaya. Gue mau mereka percaya sama pilihan mereka sendiri, bukan sekedar percaya dengan apa kata orang lain (ikut-ikutan).
Kita juga gak boleh ketipu dengan foto caleg yang udah kelewat narsis, apalagi yang ultra-absurd kaya di thread ini. Karena keabsurdan foto itu mengindikasikan tingkat kecerdasan seseorang. Kalo fotonya aja kaya gitu, gimana orangnya ? And what do you expect from people like them ?




Mungkin cuma

Sekali lagi, pertanyaan terakhir gue...
Apa lu yakin masih mau nyia-nyiain duit 167 Triliun dan ngeliat 1500 Triliun APBN kita diobok-obok sekelompok "sirkus" di Senayan ?
Apa lu bener-bener gak mau ngeliat perubahan besar buat bangsa Endonesa, dan lu ikut berpartisipasi dalam perubahan itu ? Apa lu bener-bener gak mau punya pemimpin yang bisa dibanggain, ketika lu ngeliat dia di TV lu langsung bilang, 'Itu presiden gue !', bukannya bilang, 'Halah, orang ini lagi!' ?

Cirebon, 19 Maret 2014

Salam tempel,
Sayangnya buat anak rantau kaya gw prosedurnya gak bisa semudah ngetwiite di facebook atau boker di wc duduk .
ReplyDeleteditambah lagi caleg yang di coblos itu caleg daerah rantaunya , bukan daerah asalnya .. agak susahPDKTnya -_-
Ya balik, cung. Emang di jogja mau ngapain ? Kaya ada yang ngangenin aja, wakakaka
Deletekata Mbah Plato, The Price Good Men Pay for Indifference to Public Affairs Is to Be Ruled by Evil Men... gw pilih yang paling mirip sama mantan gebetan ah...
ReplyDeleteKapan lu move-onnya, nggot....
Deleteabis pemilu presiden, coy
Delete