Vote for Yourself !




"All that is necessary for the triumph of evil is that good men do nothing." - Edmund Burke


What could be the most extremely dangerous form of disability in this year ? 
Disabiltas fisik ? Disabilitas mental ? Atau buta perasaan karena ditinggalin gebetan yang lebih milih cowonya yang kaya monyet afrika ? Gue rasa bukan itu semua, tapi bentuk disabilitas yang paling berbahaya adalah Buta Politik. Sebagaimana seorang Penyair Jerman bernama Bertolt Brecht pernah bilang bahwa Buta Politik itu gak bisa mendengar, gak berbicara, dan gak berpartisipasi dalam peristiwa politik. Dia gak tau kalo biaya hidup, harga kacang, harga ikan sapu-sapu, harga tepung, harga sempak, biaya sewa, harga Kapal Pesiar, harga sepatu dan obat, semuanya tergantung pada keputusan politik. Orang yang buta politik begitu bodoh sehingga ia bangga dan membusungkan dadanya mengatakan bahwa ia membenci politik. Si dungu tidak tahu bahwa dari kebodohan politiknya lahir pelacur, anak terlantar, dan pencuri terburuk dari semua pencuri, politisi buruk, rusaknya perusahaan nasional dan multinasional.
Dulu, sewaktu pikiran gue masih tersegel di jaman jahiliyah, gue pernah golput dengan nyoblosin semua jidat caleg di kertas suara. Pikir gue waktu itu, 'Halah, paling sama aja, harga paket internet tetep mahal, nasib kita tetep gini-gini juga'.
 
Waktu itu gue belum sadar kalo pilihan gue untuk nyoblosin semua jidat caleg adalah perbuatan paling tolol kedua setelah memendam perasaan ke seorang cewe. Karena dengan golput berarti gue udah ngebiarin orang-orang yang gak kompeten (koruptor, pengemplang pajak, mantan narapidana, bandar petasan, mafia perasaan) itu duduk mewakili suara kita. Gue sadar kalo gue gak berhak untuk ngeluh ini-itu -- Kenapa BPJS malah bikin ribet ? Kenapa koneksi internet di negara ini gak ada yang stabil ? Kenapa harga bawang bisa lebih mahal dari paket BB bulanan ? -- Karena gue sendiri milih untuk diem dan gak peduli.
Gue ambil contoh sederhana, yaitu pemilihan ketua kelas. Misalnya ada sebuah kelas dengan jumlah populasi 40 orang, 5 diantaranya dicalonkan sebagai kandidat ketua kelas (sebut aja A,B,C,D,E). Katakanlah ke-5 makhluk ini memliki kepribadian yang berbeda, si A adalah sosok yang berintegritas dan jujur, si B termasuk cowo yang ganteng maut dan maniak drama korea, si C adalah sindikat maling pulpen dan tukang bullying, si D adalah sosiopat dan berpandangan skeptis, dan si E adalah mafia absen sekaligus kartel pulpen narkoba. Ketika pemilihan ketua kelas berlangsung, hanya sekitar 10 orang yang mencari tau rekam jejak setiap kandidat ketua kelas (mulai dari kepribadian, ranking, organisasi, akun sosmednya, pacar, mantan, sampe selingkuhannya) dan benar-benar memilih yang terbaik menurut mereka. Yang lainnya hanya mengandalkan itungan kancing atau bahkan memilih berdasarkan tingkat ke-ganteng-an kandidat, dan sisanya memilih untuk gak peduli dengan golput.
Misalnya dalam pemilihan ini si B menang karena kegantengannya yang sering dimirip-miripin dengan jempol kakinya Zumi Zola dan karena punya koleksi lusinan dorama dan Running Man. Sebulan kemudian pada masa kepemimpinan si B, banyak sekali kekacauan yang terjadi di kelas -- seperti ilangnya belasan spidol, pembagian kelompok yang gak imbang, dan banyak guru yang marah karena tata kelola kelas yang gak bener. Beberapa siswa mulai mengeluh kenapa banyak sekali kemahatololan yang terjadi dalam sebulan terakhir, terutama dari kalangan oposisi (yang milih selain si B). Sedangkan sebagian simpatisan si B mulai sadar bahwa ke-ganteng-an dan lusinan koleksi Drama Korea  dan Running Man itu gak ngejamin lancarnya kegiatan belajar mengajar. Ketika diadakan rapat pertanggung jawaban di akhir bulan, salah seorang golput berteriak sotoy memaki si B, 'Heh, goblok. Bisa gak lo mimpin kelas ?'. Merasa gak terima, salah seorang simpatisan fanatik si B mengambil kapur dan melemparnya ke arah selangkangan si golput dan berkata, 'Heh, turunan kera ! Kalo ngomong itu ngaca dulu. Sebelum lu nunjuk-nunjuk kesalahan orang lain, pastiin dulu jari lu bersih. Dulu waktu voting lu kemana, nyet ? Kenapa baru sekarang koar-koarnya ?!'
 
Si golput ini belum sadar kalo usahanya untuk melakukan pemakzulan terhadap si B adalah tindakan sia-sia, karena suaranya itu gak berarti sejak awal. Katakanlah 25% dari populasi memilih untuk golput, itu artinya 10 suara di kelas menjadi gak berarti, dan eksistensi mereka di kelas gak ada bedanya dengan papan tulis atau meja belajar sebagai benda mati yang cuma menuh-menuhin kelas. Secara gak langsung, 10 orang itu sama aja udah ngebiarin si B menang -- seandainya 10 orang ini ikut voting, kayanya si B belum tentu menang. Kalo emang mereka gak mau dipimpin oleh imbisil seperti si B dan menginginkan yang terbaik, seenggaknya mereka meluangkan waktu untuk ngepoin setiap kandidat ketua kelas dan milih yang terbaik menurut mereka. Kalo mereka masih ngeluh tapi tetep memilih golput, ya udah, nikmatin aja kemahatololan yang terjadi. Karena itu sama aja kayak ngajakin cewek makan, tapi bilangnya 'terserah', giliran dibeliin gorengan malah gak mau dimakan karena berminyak, giliran dibeliin ikan sapu-sapu cobek malah ngambek karena gak doyan makanan laut, dibeliin soto ayam campur teh manis malah dikira mau ngeracun. Terus cowonya bilang, 'Jadi bebeb maunya apa ? Kenapa tadi gak milih aja ? Bebeb mau dikarbol juga?'
 
Semakin lama, dan semakin banyak baca primbon dan tulisan di belakang kaos dagadu djokja, gue sadar bahwa banyaknya kebijakan absurd di negeri ini karena banyaknya wrong man in the wrong place, terutama dalam posisi pimpinan atau pembuat kebijakan. Percaya atau engga, prinsip "we get the leader we deserve" masih berlaku. Pemimpin itu mencerminkan rakyatnya, kita yang milih, kita juga yang merasakan dampaknya selama 5 taun ke depan. Kalo kita milih untuk gak peduli sama sekali, ya wajar kita dapet pemimpin yang gak peduli juga. Begitu juga sebaliknya.
 
Tiap pemilu, banyak dari kita yang hanya milih caleg berdasarkan tingkat kegantengan di foto balighonya ketimbang pribadi calonnya. Makanya banyak sekali partai-partai yang masukin artis di bursa caleg, itu bukan karena partai itu bego dan gak beralasan, tapi karena (masyarakat) kita udah terbukti lebih memilih penampilan ketimbang kepribadian. Bahkan hanya dengan 5 bungkus indomi kita udah rela menukar 5 taun masa depan kita ke orang-orang yang gak kita kenal. Jadi jangan heran kalo pemilu di negeri ini hanyalah sebuah kontes popularitas, gak ada bedanya dengan Indonesian Idol, X-Factor, atau KDI.
Beberapa dari kita masih berpikir kalo kertas suara itu cuma sekedar kertas yang berkewajiban untuk dicolok-colok tiap 5 taun sekali dan gak bawa perubahan apapun. Kita seringkali gak sadar kalo foto caleg di kertas yang kita colok-colok tiap 5 taun sekali itu ternyata penting sekeleuss dan menentukan nasib bangsa 5 taun kedepannya. Kertas-kertas seharga 167 Triliun itu secara tidak langsung menghasilkan pasangan pemimpin dan wakil rakyat yang mewakili (?) suara kita, termasuk kebijakan-kebijakan absurd yang dihasilkannya.
 
Perlu diketahui, men. 167 Triliun itu gak sedikit, kalo duit segitu dibelanjain, bisa dipake buat :

  1. Bikin 36 jembatan Suramadu. 
  2. Bikin 27 stadion sekelas stadion termegah di dunia yaitu Lebak Bulus Yokohama Stadium
  3. Bikin 2000 Km jalan tol.
  4. Bikin 1,8 Juta rumah murah.
  5. Bikin 1500 RSUD sekelas RSUD Bojonegoro yang megah
  6. Bikin 165.000 buah bangunan sekolah dasar permanen.
  7. Beli 20 armada Sukhoi Su 27 buat nyerang Malon kalo mereka rese.
  8. Beli 165 juta Ton beras.
  9. Akuisisi 8 perusahaan multinasional sekelas produsen Indomi untuk menguasai perut Mahasiswa.
  10. Bikin 12 set armor Iron Man (lengkap dari Mark I-VII) sekaligus JARVIS (Super Computer). 

Kalo duit 167 Triliun dari pembayar pajak itu sebegitu banyaknya, apa masih mau disia-siain dengan golput ?

Gue sadar pemerintah kita emang lebih seneng hambur-hamburin duit pembayar pajak demi selembar kertas untuk dicolok-colok pake paku tiap 5 taun sekali, tapi kalo masih pada mau golput, mending gak usah ngadain pemilu aja. Kita bisa modernisasi tata cara pemilu pake metode alternatif, seperti cukup dengan Hompimpa diantara capres dan cawapresnya. Kan lumayan bisa ngehemat 167 Triliun tiap 5 tahun, dan kita tetep punya Presiden-Wakil Presiden, DPR, juga DPD.

 
Atau kalo mau ekstrim, kita jadi negara dengan bentuk monarki absolut. Tapi apa kita mau dipimpin sama seorang diktator nantinya ? Apa kita kita mau seluruh kekayaan negara hanya dikuasai oleh 1% penduduk elit ? Apa kita mau ngeliat teman dari 1% orang tadi jadi semakin kaya karena dapet pengurangan pembayaran pajak, dan ngasih dana talangan (bail-out) sewaktu mereka kalah "taruhan" ? Apa kita tega ngebiarin orang-orang yang kurang beruntung gak dapet jaminan pendidikan dan kesehatan yang layak karena 1% orang itu ngebuat kebijakan absurd ? Atau ngebiarin semua media keliatan seolah-olah 'bebas-bicara' padahal dikontrol secara rahasia oleh 1 orang dan keluarganya ? Atau ngebiarin 1% orang tadi nyadap semua telpon dengan alesan keamanan nasional atau ngebohong kenapa ikut-ikutan perang dengan negara lain ? Atau ngeliat penjara penuh dengan kelompok oposisi dan gak ada yang berani komplen ? Atau ngebiarin media nakut-nakutin penduduknya supaya mendukung kebijakan absurd yang dibuat kaum elit ? Tapi beruntunglah kita, karena Endonesa itu negara demokrasi.
Q : Terus gue harus gimana, men ?
A : Ya lu coblos aja jidat caleg dan pasangan capres-cawapres ntar tanggal 9 April dan 9 Juli 2014, lu milih yang menurut lu terbaik.

Q : Kalo gue gak mau gimana ? Gue gak peduli tuh.
A : Kalo lu gak peduli dengan orang lain, gapapa, itu hak lu. Tapi masa sih lu ga peduli dengan diri lu sendiri ? Nyobloslah karena lu sendiri pengen ngerasain perubahan yang lebih baik, perubahan yang dihasilkan oleh kebijakan-kebijakan orang yang lu pilih.


Q : Kalo gak ada yang cocok gimana, men ? Gimana kalo mereka ternyata busuk semua ? Kalo gue salah milih, berarti gue udah berpartisipasi dalam pemakzulan negara ini untuk 5 taun ke depan.
A :
Kalo lu bener-bener ngeblank tentang profil kandidat dan gak tau mana yang lebih baik, pilih aja yang tingkat kebejatan kandidat/partainya paling rendah. Kalopun menurut lu mereka busuk semua, lu pilih aja yang terbaik dari mereka. Mending mana, yang paling baik dari yang busuk, atau yang paling busuk dari yang busuk berkuasa di negara ini?

Q : Terus lu punya tips gak buat milih caleg/capres yang ketje ?
A : Bentar, men. Gue bakar dupa dulu...

 
Kalo bicara kriteria caleg/capres yang baik, pasti semua pengennya yang sempurna --Jujur kaya Nabi, berkharisma kaya Sukarno, cerdas kaya Habibi, ganteng kaya Syahrul Gunawan, Suaranya kaya Judika, heading Klose, tendangan Roberto Carlos, Marking Sergio Ramos, IP minimal 3,5 keatas, gak pernah bolos kuliah apalagi gak naik kelas. Tapi nyari yang kaya gini nyaris gak mungkin, karena untuk bisa tau detil kepribadian mereka lu harus kenal para kandidat sejak lama, kecuali lu punya akses NSA level 8 untuk masang semua CCTV di rumah tiap kandidat dan ngepoin mereka satu persatu. 
Gue sendiri sebenernya gak punya kriteria khusus buat nentuin pemimpin terbaik, karena di Endonesa kalo ada pemimpin yang gak korup aja udah bagus bingits. Kalo posisi Capres-Cawapres gue lebih ngeliat ke arah Individunya karena menurut gue individu seorang presiden lebih kuat daripada desakan partai ketika ada konflik, dan jumlah pasangan Capres-Cawapres itu sedikit, jadi keponya lebih gampang. Sedangkan untuk posisi caleg, gue lebih condong ke arah partainya, karena menurut gue desakan partai lebih kuat daripada individu calegnya ketika ada konflik, dan untuk mantau ratusan caleg dari partai yang berbeda butuh waktu lama. Selebihnya, gue cuma menyeleksi mereka berdasarkan urutan ini :


1. Pernah kena kasus, gak ?



Bagi gue ini poin paling krusial, gue langsung nge-blacklist mereka (kandidat) yang pernah kena kasus pelanggaran hukum atau apapun yang pernah dituduhkan kepada mereka, karena gue gak mau punya pemimpin yang udah jelas-jelas pernah ngelanggar hukum yang dibuat negaranya sendiri. Kasusnya bisa apa aja, mulai dari penyuapan, korupsi, pencucian uang, HAM, lumpur, pelanggaran kode etik, utang grup perusahaannya yang besar-besaran, bekas model porno, preman, pemberi harapan palsu dengan ngebiarin seseorang jatuh (cinta) tanpa ada niatan untuk menangkapnya, dll. Oleh karena itu kita harus tau rekam jejak para caleg/capres sebanyak-banyaknya. Caranya bisa dengan googling 'kebaikan dan keburukan' para kandidat, ngubek-ngubek website KPU, baca-baca primbon koran/portal berita online, tanya ke dukun temen, atau bisa cari disini atau disini, kalo ente males buka PC/Laptop cukup pake aplikasi android ini atau ini, atau kalo lu punya referensi lain yang lebih valid ya itu lebih bagus. Pokoknya jangan pernah berhenti nyari caleg yang paling baik.

Gue kasih contoh, nih. Lanjut dari cerita pemilihan ketua kelas yang tadi. Kalo Ketua Kelas dianalogikan sebagai Presiden, dan DPR adalah perangkat kelas (seksi-seksi terkait) dan seandainya lu duduk di kelas tersebut sebagai salah satu murid, apa lu mau milih Ketua Kelas yang dulunya pernah diseret ke meja Bimbingan Konseling karena pernah mukulin temen sekelasnya dan kabur dari hukuman ? Apa lu mau milih Ketua Kelas yang pernah ketauan ngembat uang kas untuk ngerental PS ? Apa lu mau milih Ketua Kelas yang sering bolos dan ngebayar Seksi Absensi biar dianggep masuk ? Apa lu mau punya Ketua Kelas yang hobinya diem-diem nyolongin pulpen dari laci meja anak-anak ? Apa lu mau punya Ketua Kelas yang rankingnya paling buncit dan IQnya cuma 2 digit ? Kalo gue sih, enggak. Karena simpelnya, orang yang gak bisa menghargai hal kecil yang dimiliki seseorang, bagaimana ia bisa menghargai 237 juta penduduk Endonesa ? 

2. Bayar pajak, gak ?


Lebih dari 70% penerimaan negara didominasi oleh pajak, dan pajak itu adalah kontribusi nyata setiap warga negara kepada negaranya. Presiden itu lembaga eksekutif, sedangkan DPR itu lembaga legislatif dengan salah satu fungsinya adalah budgetair (menetapkan APBN). Untuk ngejalanin fungsi budgetair, DPR bisa dianalogiin sebagai bendahara kelas yang kerjanya ngatur keuangan kelas. Nah, sekarang kalo lu sebagai siswa di kelas dalam cerita sebelumnya, kira-kira lu mau milih ketua kelas dan bendahara yang kaya apa ? Apa lu mau milih ketua kelas dan bendahara yang cuma taunya cara ngabisin duit kelas untuk hal yang gak jelas ? Apa lu mau punya ketua kelas dan bendahara yang ngantur keuangan kelas tapi gak mau bayar uang kas, sementara elu dan temen-temen lu wajib bayar uang kas setiap bulannya ? Gue sih kaga mau. Atau jangan-jangan mereka ngebet jadi Ketua Kelas dan Bendahara supaya bisa mastiin kalo mereka sendiri kebal hukum dan gak akan kena tagih uang kas ? Apa masih realistis kalo kita berharap banyak dari pemimpin model gini ?

Makanya gue lebih setuju kalo setiap politisi yang nyalonin diri diwajibkan terlebih dulu memenuhi semua kewajiban perpajakannya, baik pajak Orang Pribadi maupun semua Pajak Badan (Perusahaan) yang berada di bawah "Group" kekuasaannya. Dan data mengenai pemenuhan kewajiban perpajakannya itu dilaporkan dan dipublikasi oleh KPU supaya masyarakat tau apakah calon bendahara yang bakalan ngatur uang kas sebesar 1500 Triliun itu termasuk orang yang bayar uang kas atau enggak.

3. Money politic, gak ?
 
Percaya atau engga, Money politic adalah awal dari korupsi. Money politic itu bentuknya macem-macem, tapi yang paling absurd adalah "Serangan fajar"
. Menurut mitos yang beredar, serangan ini biasanya dieksekusi pada H-1 pemilu, ditandai dengan adanya oknum yang nyoba ngasih duit atau indomi dan minta lu buat nyoblos caleg pilihan mereka. Kalo ada yang gini, cukup inget satu hal, 'Ambil uang/indominya, tapi jangan coblos calegnya'.

 
Soalnya caleg yang suka saweran harta itu karena pengen ngambil 'jatah' yang lebih besar sewaktu menjabat (minimal sama) dan caleg model begini is more likely to be a piece of shit. Jadi kalo dia udah ngabisin dana kampanye 10 M, ya minimal dalam 5 taun harus udah balik modal. Kira-kira duit dari mana tuh ? Kantong Doraemon ?

4. Kompeten, gak ?
 
Kalo nge
liat foto caleg yang bertebaran di mana-mana, gue sempet curiga kalo tingkat pengangguran di Negeri ini emang tinggi. Kalo mereka (caleg) sendiri gak punya kerjaan karena gak punya kemampuan yang bisa memenuhi kualifikasi yang diberikan pemberi kerja (employer), kok berani-beraninya mereka nyalon jadi anggota legislatif yang jelas-jelas tanggung jawab dan kualifikasinya (seharusnya) lebih tinggi dari itu?

Makanya disini kita harus cermat dalam memilih, jangan sampe negara kita ngeluarin duit Rp 1 milyar per orang/tahun cuma buat ngegaji sekelompok "sirkus". Perlu diketahui juga, gaji DPR kita itu terbesar ke 4 di Dunia yaitu mencapai 18 kali dari pendapatan per kapita penduduk Endonesa, ngalahin negara lain seperti Amerika.
 
Apa lu rela duit segitu banyak dipake buat ngegaji ke orang-orang yang gak kompeten dalam bidangnya, yang bahkan ngisi CV (Daftar Riwayat Hidup) aja gak jelas ?

Sebagai calon pemimpin, kompeten itu berarti seseorang harus tau apa tugas pokok mereka sekaligus benar-benar bisa menyelesaikan tugasnya dengan baik, dan idealnya seorang pemimpin itu harus bisa merasa, bukan merasa bisa. Misalnya, ada orang ngakunya Menteri di Kominfo, ya minimal dia harus tau kalo nyabut Flashdisk itu harus 'safely remove' dulu. Atau ada orang yang ngejabat sebagai Menteri di Kemenpora, ya minimal bisa lah ya back flip 2x terus salto depan sambil perfect split. Atau ada yang ngejabat di Kementrian Pertanian, ya minimal harus bisa bedain mana singkong cowo dan yang mana singkong cewe. Aneh kan ? Ya iya, gue juga bingung.


5. Punya program apa dan bagaimana cara merealisasikannya ?

Kalo para kandidat berhasil ngelewatin (lulus) poin 1, 2, dan 3, berarti kandidat yang tersisa bisa dibilang 'aman', mereka (bisa jadi) bukanlah orang yang punya rekam jejak yang buruk dan berniat busuk. Selanjutnya, kita harus tau program apa aja dan visi misi seperti apa yang akan mereka berikan ketika menjabat. Nyari tau visi-misi mereka bisa dengan cara googling 'Visi-Misi' tiap partai atau kalo ente emang kelewat males, bisa coba liat disini.

Banyak Capres yang punya visi untuk mengentaskan kemiskinan dan pengangguran di Indonesia, padahal mengentaskan kemiskinan dan pengangguran di Jakarta aja belum mampu, apalagi se-Endonesa. Semua Calon Gubernur/Bupati/Walikota pengen ngeberesin kemacetan di daerahnya masing-masing, tapi mereka gak tau gimana caranya menjabarkan tujuan itu secara detil. Hampir semua kandidat mengumbar janji manis ketika berkampanye, mereka semua ngomongin tentang mensejahterakan rakyat dengan program-programnya --sekolah gratis, berobat gratis, pacar gratis, dll. Tapi jarang sekali dari mereka yang ngomongin gimana caranya ngedapetin dana, dan optimalisasi penerimaan negara buat merealisasikan janji-janjinya itu, karena sesungguhnya sisi ini jauh lebih penting ketimbang berdebat gimana caranya ngabisin duit 1500 Triliun dalam satu periode, kecuali negara ini mau didanai dengan utang.

Kalo ngomongin soal penerimaan negara berarti kita berbicara tentang pajak (karena lebih dari 70% didominasi oleh pajak). Anehnya jarang sekali ada kandidat yang berani ngomongin tentang pajak. Pastinya, kalo gak ada konsep penerimaan negara yang jelas, janji-janji mereka soal mensejahterakan rakyat is a total bullshit. Emangnya itu program mau pake duit dari mana ? Kantong Doraemon lagi?
Jangan sampe muncul program-program yang keliatannya populis (cuma buat ngejer pencitraan), tapi ternyata belum mateng karena dananya gak ada, setengah-setengah, dan malah bikin ribet.

6. Asal dana kampanyenya dari mana ?


Gue setuju bingits kalo seandainya dana kampanye itu dibatasi. Biar adil dan semua partai punya sumber daya yang seimbang, jadi timsesnya pun harus lebih kreatif, gak asal sekedar nyari sponsor dari pengusaha sebanyak-banyaknya dan berlomba nancepin poster dan baligho segede layar tancep di tiap pengkolan jalan.
 
Partai pun seharusnya terbuka tentang dana kampanye --asalnya dari mana dan jumlahnya berapa. Bahkan kalo perlu para caleg dan capresnya itu wajib dibikinin kostum kaya MotoGP atau Formula 1, jadi ketika mereka lagi kampanye terbuka atau debat capres, masyarakat bisa langsung tau perusahaan-perusahaan apa aja yang jadi sponsor dibalik pencalonan dirinya. Perusahaan tambang kah ? Pemilik konsesi hutan kah ? Bankir kah ? Pemegang Hak Impor kah ? Pabrik otomotif kah ? atau Bandar Petasan ?
  
Kalo udah tau siapa penyandang dana dibalik pencalonannya, sekarang kita mulai menebak-nebak skenario macam apa dibalik semuanya. Soalnya gue sendiri (masih) percaya, perusahaan-perusahaan semacem itu berkemungkinan punya "deal" dengan calon yang disponsorinya. Gak akan ada perusahaan yang mau ngasih duit Milyaran dengan sukarela, apalagi kalo alesannya karena percaya dengan calonnya dan demi Endonesa yang lebih baik. That's bullshit. Kalo emang pengen Endonesa lebih baik, ya tinggal sumbangin aja yang banyak lewat CSR atau langsung bikin puluhan Yayasan Panti Asuhan, dan bayar pajak yang bener. Utang pajak aja masih banyak yang nunggak, kok bisa-bisanya bilang 'untuk Endonesa yang lebih baik'. Pffftttt...

7. Jangan gampang percaya, gan !



Jangan gampang percaya, gan, termasuk dengan tulisan ini. Gue nulis ini bukan bermaksud untuk sok ngajarin orang gimana caranya ngegunain hak pilih dan nyinyirin mereka yang golput, bukan itu. Gue nulis ini hanya untuk memberi stimulus orang yang sebenernya masih peduli dengan nasib bangsa, tapi gak tau harus gimana. Gue mau orang-orang nyari jawabannya sendiri berdasarkan sumber yang mereka percaya. Gue mau mereka percaya sama pilihan mereka sendiri, bukan sekedar percaya dengan apa kata orang lain (ikut-ikutan).

Kita juga gak boleh ketipu dengan foto caleg yang udah kelewat narsis, apalagi yang ultra-absurd kaya di thread ini. Karena keabsurdan foto itu mengindikasikan tingkat kecerdasan seseorang. Kalo fotonya aja kaya gitu, gimana orangnya ? And what do you expect from people like them ?
Belakangan ini juga sering muncul survey-survey gak jelas yang diterbitkan oleh lembaga independen yang kredibilitasnya masih dipertanyakan. Setiap stasiun TV juga malah ikut-ikutan ngeluarin survey yang hasilnya 99,99% mengunggulkan si empunya media. Respondennya pun masih diragukan, bisa jadi yang disurvey adalah pegawai kantor media atau simpatisan partainya sendiri. Survey pun kadangkala cuma nunjukin popularitas seorang kandidat, padahal kriteria kandidat berkualitas itu gak cukup dari faktor popularitas doank, melainkan juga faktor kepemimpinan, prestasi, moralitas, ketampanan, dan keahliannya dalam menggocek lawan di depan gawang. Loh ?
Banyak juga Parpol yang suka ngeklaim pencapaian orang lain. Misalnya Partai Sempak Biru mengklaim kalo swasembada Sapi adalah hasil kerja kerasnya, padahal Partai Kornet Sapi lah yang mewujudkannya, karena Menteri Pertaniannya berasal dari Partai Kornet Sapi. Atau misalnya Pemerintah mengklaim bahwa penerimaan negara meningkat drastis karena usahanya, padahal itu hasil kerja keras para AR (Account Representative) dan FPP di KPP, TKI, pegawai kantor, cukong ikan sapu-sapu, eksportir, dan para pelaku bisnis lainnya. Makanya disini kita harus hati-hati dan jeli melihat keadaan, apalagi kalo berhubungan dengan bandit-bandit politik yang suka mengklaim kerjaan orang lain, because real eyes realize real lies.
 
Emang sih nyari berita yang aktual jaman sekarang itu susah, karena hampir semua media di Endonesa udah dikuasai bermacam-macam partai yang punya kepentingan masing-masing. RCTI + MNC, SCTV , Metro, ANTV+TVone, Trans Media udah dikuasai partai. Yang enggak dikuasai partai cuma satu, yaitu Indosiar, soalnya udah dikuasai Raden Kian Santang, Elang raksasa, dan Naga Terbang. Makanya kita harus pinter-pinter nyaring berita yang sekiranya punya nilai kebenaran objektif.





Mungkin cuma kesesatan ini yang bisa ane share sebagai bentuk kepedulian ane terhadap Dunia Persilatan Tanah Air, dan link-link yang ane referensiin emang belum tentu valid sekeleuss, tapi seenggaknya gue udah ada bahan pembanding. Jujur, ane pun gak begitu ngerti tentang politik, ane cuma bisa nuangin keluhan ane dan mensinergikannya dengan logika dan sumber bacaan yang emang ngawur. Ane pun berharap konstelasi politik di Endonesa semakin baik dengan adanya perubahan posisi Pimpinan di 2014 ini. Semoga gak ada lagi "sirkus-sirkus" Senayan yang cuma numpang absen, atau posisi pimpinan lainnya yang cuma bisa ngeklaim kerjaan orang, ngeluh ke media, atau paling mentok nyalah-nyalahin Kepala Dinas. #udahputusinaja


Sekali lagi, pertanyaan terakhir gue...
 



Apa lu yakin masih mau nyia-nyiain duit 167 Triliun dan ngeliat 1500 Triliun APBN kita diobok-obok sekelompok "sirkus" di Senayan ?
Apa lu bener-bener gak mau ngeliat perubahan besar buat bangsa Endonesa, dan lu ikut berpartisipasi dalam perubahan itu ? Apa lu bener-bener gak mau punya pemimpin yang bisa dibanggain, ketika lu ngeliat dia di TV lu langsung bilang, 'Itu presiden gue !', bukannya bilang, 'Halah, orang ini lagi!' ?














Cirebon, 19 Maret 2014


Salam tempel,

Penulis : frosthater ~ Sebuah blog yang menyediakan berbagai macam informasi

Artikel Vote for Yourself ! ini dipublish oleh frosthater pada hari Wednesday, March 19, 2014. Semoga artikel ini dapat bermanfaat.Terimakasih atas kunjungan Anda silahkan tinggalkan komentar.sudah ada 5 komentar: di postingan Vote for Yourself !
 

5 comment:

  1. Sayangnya buat anak rantau kaya gw prosedurnya gak bisa semudah ngetwiite di facebook atau boker di wc duduk .
    ditambah lagi caleg yang di coblos itu caleg daerah rantaunya , bukan daerah asalnya .. agak susahPDKTnya -_-

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ya balik, cung. Emang di jogja mau ngapain ? Kaya ada yang ngangenin aja, wakakaka

      Delete
  2. kata Mbah Plato, The Price Good Men Pay for Indifference to Public Affairs Is to Be Ruled by Evil Men... gw pilih yang paling mirip sama mantan gebetan ah...

    ReplyDelete