Sekitar Awal 2008…
Jam 6 lebih gue nyampe di gerbang Smanda. Gue dateng pagi-pagi bukan karena gue murid teladan, bukan juga karena mau nyalin tugas murid lain, tapi karena guemau sarapan di kantin, tepatnya di warung Bu Timin. Di depan gerbang udah berdiri seorangkapiten guru, seorang satpam, dan satu batalyon anggota DK
(Dewan Keamanan). Mereka semua rela gak nonton acara Mama Dedeh dan
dateng pagi-pagi untuk mengawasi siswa yang masuk ke sekolah. Mereka ini perhatian
banget, dari ujung rambut sampe ujung sepatu siswa yang masuk diliatin secara
detil. Kalo ada yang rambutnya gondrong atau model rambutnya kaya buntut ikan
Cupang, siswa langsung dikasih pilihan, pulang ke rumah atau dapet door prize gunting gratis di
tempat. Kalo ada yang baju dan celana seragamnya gak sesuai standar atau ketat
kaya bungkus lontong, mereka langsung disuruh pulang. Kalo ada atribut yang gak
lengkap atau memakai perhiasan berlebihan (misalnya make anting segede jangkar
kapal atau pake sabuk tinju), mereka langsung dideportasi ke rumahnya
masing-masing. Beruntunglah, Smanda gak pernah bikin standar wajah untuk
siswa/siswi-nya, kalo seandainya dibuat kayanya cuma 25% (termasuk gue) yang
masuk lewat gerbang depan, sisanya bakal manjat dari tembok bekas pangkalan
DAMRI supaya bisa masuk.
Guru yang berdiri paling depan tadi adalah Pak Feri. Seorang legenda, pengajar, sekaligus salah satu Kepala Sekolah terbaik yang pernah dimiliki Smanda. Beliau berangkat dengan Vespa antiknya yang diparkir di dekat Perpustakaan dan segera berdiri di barisan terdepan untuk menyambut murid-muridnya yang ingin menyicipi tiap tetes pendidikan di Smanda. Bagi gue, Pak Feri adalah Yoda yang berupaya mendidik semua murid-muridnya menjadi Jedi Knight.
Smanda punya ciri khas tersendiri, warna ungu, 06.45, dan standar penampilan yang lebih ketat dari dinas militer di negara manapun. Smanda itu identik dengan warna ungu, gue gak tau kenapa harus warna ungu, padahal ungu itu identik dengan Janda. Kalo 06.45 adalah awal kegiatan belajar mengajar di mulai, 15 menit lebih pagi dari SMA manapun di Cirebon saat itu. Sedangkan tentang standar penampilan di Smanda emang gak bisa dipungkiri ketatnya bukan main. Rambut cowo gak boleh nempel telinga atau kerah baju, dan model rambutnya gak boleh dibikin aneh-aneh. Kalo ente pengen tampil modis dengan gaya rambut yang dipilox warna warni kaya personil Suju, punya poni hordeng ala Emo, atau berniat gondrong kaya akar beringin, lebih baik ga usah. Kecuali ente pengen karir rambut ente tamat secara bengis di depan parkiran Smanda.
Waktu kelas 2, gue pernah kena razia rambut bareng temen-temen gue, bukan karena model rambut gue yang mirip personil Suju tapi karena gue males cukur (cuma cukur kalo mau ujian/3 bulan sekali). Setelah diberi Door Prize potong rambut dari Wakasek secara brutal, rambut gue berubah seperti hasil cetakan kue putu dengan jambang sebelah kanan yang gak sinkron dengan sebelah kiri. Besoknya gue harus tabah menahan aib diledekin anak-anak karena gue terpaksa meratakan jambang rambut gue, dan tiap kali liat kaca gue terbata-bata karena kepala gue sekarang lebih keliatan kaya jamur kuping.
Untuk masalah seragam beda lagi. Baju dan celana gak boleh aneh-aneh dan harus sesuai standar sekolah lengkap dengan atribut seperti badge/nama/logo OSIS polos tanpa modifikasi. Misalnya lu sengaja ngeganti logo Osis dengan lambang Hogwarts karena ente fans berat Harry Potter, atau masang 8 Badge pokemon di baju pramuka karena ngerasa udah pernah 8 kali ikut TTCT Pramuka, atau nyoba nempelin nama akun Friendsternya di seragam Putih Abu-abunya. Hal-hal demikian dilarang oleh pihak Sekolah.
Selain itu, celana atau rok juga punya kode etik sendiri, dari mulai warna kain sampe model dan bentuknya. Jadi kita gak boleh make variasi yang berlebihan. Misalnya hari jumat ente make seragam pramuka dikombinasi dengan celana Polisi, atau make celana ketat (skinny) dan gombrang juga dilarang. Sedangkan untuk siswi juga dilarang make rok di atas lutut serta bermotif aneh. Misalnya siswi A make rok dengan motif renda-renda bunga Kamboja.
Aksesoris seperti sabuk, sepatu, topi, dan kaos kaki juga ternyata punya standar tersendiri. Untuk sabuk kita wajib make sabuk hitam bertotok dan polos, jadi gak ada lagi model sabuk yang aneh dengan totok segede sabuk tinju atau bermotif Kamen Rider seperti di sekolah lain. Sepatu juga gak boleh macem-macem, harus sepatu warior. Kalo ada yang ketauan pake model lain (kecuali pantofel untuk anak Paskib), semisal sepatu slop, crocs, atau bahkan sepatu kuda, kita bisa dideportasi ke rumah masing-masing.
Jam 6 lebih gue nyampe di gerbang Smanda. Gue dateng pagi-pagi bukan karena gue murid teladan, bukan juga karena mau nyalin tugas murid lain, tapi karena guemau sarapan di kantin, tepatnya di warung Bu Timin. Di depan gerbang udah berdiri seorang
Guru yang berdiri paling depan tadi adalah Pak Feri. Seorang legenda, pengajar, sekaligus salah satu Kepala Sekolah terbaik yang pernah dimiliki Smanda. Beliau berangkat dengan Vespa antiknya yang diparkir di dekat Perpustakaan dan segera berdiri di barisan terdepan untuk menyambut murid-muridnya yang ingin menyicipi tiap tetes pendidikan di Smanda. Bagi gue, Pak Feri adalah Yoda yang berupaya mendidik semua murid-muridnya menjadi Jedi Knight.
Smanda punya ciri khas tersendiri, warna ungu, 06.45, dan standar penampilan yang lebih ketat dari dinas militer di negara manapun. Smanda itu identik dengan warna ungu, gue gak tau kenapa harus warna ungu, padahal ungu itu identik dengan Janda. Kalo 06.45 adalah awal kegiatan belajar mengajar di mulai, 15 menit lebih pagi dari SMA manapun di Cirebon saat itu. Sedangkan tentang standar penampilan di Smanda emang gak bisa dipungkiri ketatnya bukan main. Rambut cowo gak boleh nempel telinga atau kerah baju, dan model rambutnya gak boleh dibikin aneh-aneh. Kalo ente pengen tampil modis dengan gaya rambut yang dipilox warna warni kaya personil Suju, punya poni hordeng ala Emo, atau berniat gondrong kaya akar beringin, lebih baik ga usah. Kecuali ente pengen karir rambut ente tamat secara bengis di depan parkiran Smanda.
Waktu kelas 2, gue pernah kena razia rambut bareng temen-temen gue, bukan karena model rambut gue yang mirip personil Suju tapi karena gue males cukur (cuma cukur kalo mau ujian/3 bulan sekali). Setelah diberi Door Prize potong rambut dari Wakasek secara brutal, rambut gue berubah seperti hasil cetakan kue putu dengan jambang sebelah kanan yang gak sinkron dengan sebelah kiri. Besoknya gue harus tabah menahan aib diledekin anak-anak karena gue terpaksa meratakan jambang rambut gue, dan tiap kali liat kaca gue terbata-bata karena kepala gue sekarang lebih keliatan kaya jamur kuping.
Untuk masalah seragam beda lagi. Baju dan celana gak boleh aneh-aneh dan harus sesuai standar sekolah lengkap dengan atribut seperti badge/nama/logo OSIS polos tanpa modifikasi. Misalnya lu sengaja ngeganti logo Osis dengan lambang Hogwarts karena ente fans berat Harry Potter, atau masang 8 Badge pokemon di baju pramuka karena ngerasa udah pernah 8 kali ikut TTCT Pramuka, atau nyoba nempelin nama akun Friendsternya di seragam Putih Abu-abunya. Hal-hal demikian dilarang oleh pihak Sekolah.
Selain itu, celana atau rok juga punya kode etik sendiri, dari mulai warna kain sampe model dan bentuknya. Jadi kita gak boleh make variasi yang berlebihan. Misalnya hari jumat ente make seragam pramuka dikombinasi dengan celana Polisi, atau make celana ketat (skinny) dan gombrang juga dilarang. Sedangkan untuk siswi juga dilarang make rok di atas lutut serta bermotif aneh. Misalnya siswi A make rok dengan motif renda-renda bunga Kamboja.
Aksesoris seperti sabuk, sepatu, topi, dan kaos kaki juga ternyata punya standar tersendiri. Untuk sabuk kita wajib make sabuk hitam bertotok dan polos, jadi gak ada lagi model sabuk yang aneh dengan totok segede sabuk tinju atau bermotif Kamen Rider seperti di sekolah lain. Sepatu juga gak boleh macem-macem, harus sepatu warior. Kalo ada yang ketauan pake model lain (kecuali pantofel untuk anak Paskib), semisal sepatu slop, crocs, atau bahkan sepatu kuda, kita bisa dideportasi ke rumah masing-masing.
Kaos kaki juga punya standar tersendiri, yaitu berwarna
putih dan diatas mata kaki. Jadi kita gak boleh make kaos kaki warna warni dan/atau
bermotif, misalnya make stocking sampe ke paha. Kalo ketauan sama anak-anak,
kita bakal diiket di jaring gawang dan digebretin bola sama anak Smandaraya.
Walaupun cuma dipake seminggu sekali saat upacara, topi adalah salah satu benda krusial yang wajib dimiliki setiap siswa/i Smanda. Kalo ada siswa/i yang gak pake topi saat upacara, mereka langsung diisolasi ke barisan ‘para pelanggar’. Dibarisan itu bersatu para pelanggar dari seluruh penjuru Smanda dengan kesalahan yang bervariasi, dari yang gak make topi, yang suka ngobrol sewaktu pidato, sampe yang keciduk guru gara-gara hormat metal tiga jari.
Tiap Senin, siswa/i yang gak bawa topi bakal panik membabi buta dan mereka cenderung melakukan inspeksi dadakan ke tiap kolong meja demi mendapatkan sebuah topi. Ketika gue lupa bawa topi, gue bakal lari ke kantin buat nemuin Ato Sang penjual minuman dingin. Ato ini punya banyak koleksi topi di bawah meja dagangannya yang dia kumpulin dari topi-topi yang ketinggalan di Kantin sekolah. Jadi kalo kalian gak bawa topi, langsung aja dateng ke kantin dan temuin Ato sebelum upacara. Mintalah topinya secara gentle, niscaya lu bakal dikasih topi. Kalo gak dikasih, beli aja es teh manisnya satu gelas dan minta lagi secara baik-baik. Kalo masih gak dikasih, lu tinggal injek-injek bumi 3 kali sambil teriak, "Ini gayamu kan ?!"

Sampe sekarang gue masih gak paham dengan tradisi ‘ngegesek’ siswa di tiang. Kenapa siswa (korban) harus digesek di tiang basket, serta kapan dan siapa pencetus ritual sinting ini pertama kalinya. Digesek adalah sebuah prosesi ritual yang jauh dari kata manusiawi, brutal, dan barbar yang menyebabkan seorang siswa atau lebih (yang sedang ulang tahun, menang pemilihan ketua organisasi, atau sekedar dikerjain temen-temennya) ditackle kakinya, dipegang tangannya, serta dilumpuhkan secara paksa dan digiring ke tiang terdekat (tiang basket/tiang gawang/ tiang voli/tiang beton dan kalo kepepet bisa juga Pohon Mengkudu), setelah itu paha korban dibuka selebar-lebarnya dan digesekkan secara brutal ke atas dan ke bawah oleh dua orang siswa atau lebih. Meskipun sebagian besar tampang #smandacivilkeliatan alim, tapi ketika
mereka ngelakuin ritual ini jiwa mereka bisa 3 kali lebih barbar dari bangsa
Viking Skandinavia. Dan yang bikin gue heran, kenapa sebagian besar korban
ritual sinting ini malah keliatan lebih bahagia sambil cengar-cengir megangin
pantatnya kaya Tapir kena ambeyen.
Walaupun cuma dipake seminggu sekali saat upacara, topi adalah salah satu benda krusial yang wajib dimiliki setiap siswa/i Smanda. Kalo ada siswa/i yang gak pake topi saat upacara, mereka langsung diisolasi ke barisan ‘para pelanggar’. Dibarisan itu bersatu para pelanggar dari seluruh penjuru Smanda dengan kesalahan yang bervariasi, dari yang gak make topi, yang suka ngobrol sewaktu pidato, sampe yang keciduk guru gara-gara hormat metal tiga jari.
Tiap Senin, siswa/i yang gak bawa topi bakal panik membabi buta dan mereka cenderung melakukan inspeksi dadakan ke tiap kolong meja demi mendapatkan sebuah topi. Ketika gue lupa bawa topi, gue bakal lari ke kantin buat nemuin Ato Sang penjual minuman dingin. Ato ini punya banyak koleksi topi di bawah meja dagangannya yang dia kumpulin dari topi-topi yang ketinggalan di Kantin sekolah. Jadi kalo kalian gak bawa topi, langsung aja dateng ke kantin dan temuin Ato sebelum upacara. Mintalah topinya secara gentle, niscaya lu bakal dikasih topi. Kalo gak dikasih, beli aja es teh manisnya satu gelas dan minta lagi secara baik-baik. Kalo masih gak dikasih, lu tinggal injek-injek bumi 3 kali sambil teriak, "Ini gayamu kan ?!"

Sampe sekarang gue masih gak paham dengan tradisi ‘ngegesek’ siswa di tiang. Kenapa siswa (korban) harus digesek di tiang basket, serta kapan dan siapa pencetus ritual sinting ini pertama kalinya. Digesek adalah sebuah prosesi ritual yang jauh dari kata manusiawi, brutal, dan barbar yang menyebabkan seorang siswa atau lebih (yang sedang ulang tahun, menang pemilihan ketua organisasi, atau sekedar dikerjain temen-temennya) ditackle kakinya, dipegang tangannya, serta dilumpuhkan secara paksa dan digiring ke tiang terdekat (tiang basket/tiang gawang/ tiang voli/tiang beton dan kalo kepepet bisa juga Pohon Mengkudu), setelah itu paha korban dibuka selebar-lebarnya dan digesekkan secara brutal ke atas dan ke bawah oleh dua orang siswa atau lebih. Meskipun sebagian besar tampang #smandacivil
Di Smanda, ada beberapa guru yang memiliki kharisma (bukan
motor) tersendiri ketika mengajar, seolah-olah memiliki kekuatan khusus untuk
menghipnotis muri-murid. Kelas yang tadinya chaos ketika jam
istirahat, bisa berubah sunyi senyap seperti di Kuburan Cina seketika guru-guru
tertentu ngelangkahin kakinya ke dalem kelas. Semua murid tunduk dibawah
pengaruhnya. Jantung berdebar, tangan bergetar, bibir pecah-pecah dan
keringet dingin, itu yang gue rasain ketika ada guru sedang mencari seorang
korban untuk ngerjain soal di papan tulis. Setiap kali guru itu baca daftar
absen, gue berdoa supaya kolom nama gue invisible, kelewat,
atau bahkan salah baca.
Keringet dingin yang keluar bisa lebih banyak daripada orang yang nahan mules dan tampang kita bisa lebih pucat dari korban Cikungunya sewaktu guru mulai ngeliatin satu-persatu muridnya dari seluruh penjuru kelas untuk mencari sukarelawan. Hal terbaik yang bisa gue lakuin adalah dengan tetap diam dan berusaha menjadi tidak terlihat. Kalo ternyata semesta telah berkonspirasi untuk ngejadiin gue sebagai tumbalnya di hari itu, ini yang gue lakuin :
"Ya, kamu ! Maju kerjakan soal nomer 1 dan bawa bukunya ke depan!", ucap guru tadi sambil menunjuk ke arah gue.
Gue menoleh ke arah temen gue yang duduk tepat di belakang gue. Seketika anak-anak sekelas berubah jadi ikut-ikutan ngeliatin dia, "Loh, kok saya ?", ucapnya bingung. "Ayo maju. Kerjakan, dan bawa bukunya !", tegas Guru itu.
Dengan tampang pasrah anak itu maju sambil ngebawa bukunya. Gue ngelus dada, kali ini gue lepas dari jeratan maut
Tiap kali nama gue dipanggil, seakan-akan Sangkakala telah ditiup dan bersiap merenggut dunia gue. Gak cuma gue yang bereaksi lebay ketika namanya disebut, reaksi murid lain ketika dapet jackpot untuk ngerjain soal di papan tulis juga aneh-aneh. Ada yang sok cool pura-pura mikir di depan papan tulis sambil masukin salah satu tangannya ke kantong celana padahal di depan cuma nulis ulang rumusnya, ada yang diam-diam berbisik kepada temannya bagaimana cara ngerjain soal di papan tulis, ada juga yang udah berdiri sambil cengar-cengir seperti penderita gangguan jiwa selama 1 jam pelajaran karena gak tau apa-apa. Padahal kalo gue yang disuruh maju mungkin gue langsung mimisan di 3 menit pertama dan terbaring di UKS dengan mulut berbusa di 5 menit berikutnya.
Waktu kelas 3, kelas gue dapet Guru Kimia yang badai abis. Tiap beliau ngajar, pasti ada yang maju ke depan untuk ngerjain beberapa soal dari buku cetak berwarna coklat usang. Sebelumnya gue berpikir kalo seandainya gue bisa invisible dan bisa melesat secepat Gundala, gue punya kesempatan untuk menghindari kejaran soal-soal maut dari buku primbon milik beliau.Ternyata dugaan gue salah, kemanapun gue dan temen-temen milih tempat duduk, jeratan soal-soal kimia taun 90an akan tetep ngejer kita. Satu-satunya cara supaya nama kita gak maju ngerjain soal adalah dengan nenggak Etanol cair dari lab kimia dan pura-pura pingsan dengan mulut berbusa. Pelajaran kimia yang cuma 2 jam pelajaran bisa terasa seperti hidup 1 dekade di jalur Gaza yang dikelilingi pasukan Hamas. Apalagi kalo kita yang jadi tumbal untuk ngerjain soal di papan tulis. Dan entah dimanapun gue berada, bom-bom pertanyaan akan selalu menghampiri gue.
Pernah waktu itu gue lagi main bola bareng temen sekelas pas jam olah raga. Dari kelas yang terletak disebelah kiri ruang penyimpanan alat olah-raga di bawah tangga, gue ngeliat ada anak cewe yang pingsan dan di giring ke keluar dari kelas itu menuju UKS. Sewaktu gue dan beberapa temen nanya ke temen sekelasnya, katanya anak yang pingsan itu tumbang ketika disuruh maju sama guru Kimia yang ngajar gue di kelas 3. :))
Gue bukan murid yang paling baik, juga bukan yang paling bobrok di angkatan gue. Kalo laper, gue izin ke toilet dan menikung ke Koperasi Siswa sekedar beli kerupuk ‘setan’ atau minuman dingin. Kalo lapernya makin membuas, gue ngajakin temen makan bareng di Warung Bu Timin. Ngajakin temen makan bareng bukan berarti gue takut makan sendiri atau rasa persahabatan gue yang terlalu tinggi, tapi terlebih karena jika seandainya gue ketangkep Guru lagi makan di kantin saat KBM berlangsung, seenggaknya gue punya temen ngobrol ketika dijemur di lapangan Upacara.
Di kantin Smanda ada banyak sekali makanan, dari nasi campur, bakso, tumis baut dan mur, sampe empal gentong. Bisnis makanan dan minuman di sini dikuasi oleh beberapa kartel makanan. Diantaranya adalah :
1. Bu Timin.
Bu Timin adalah istrinya Pak Timin, sementara Pak Timin adalah istrinya Bu Timin. Pak Timin ini salah satu pawang sekolah yang terkenal tangguh dalam membasmihama kejahatan disekitar kampus, sedangkan Bu Timin adalah
penjual nasi campur paling besar di Kantin Smanda. Bu Timin ini bisa dibilang
penguasa bisnis nasi campur, dan seperempat konsumen kantin berada digenggaman
tangannya. Produk andalannya adalah Nasi campur, nasi goreng, dan nasi kuning
yang murah dengan porsi tukang becak. Motonya adalah, "Sama syop atau syayur lodyeh ?".
2. Ato
Seperti yang udah dibilang di paragraf sebelumnya, Ato adalah seorang penjual minuman paling menjanjikan di Kantin Smanda. Gak seperti produk-produk minuman dipinggir jalan yang isi airnya hanya 1/3, sedangkan 2/3nya adalah es batu, produk Ato ini selain karena harganya yang murah, juga lebih banyaknya jumlah air dibandingkan es batu dalam satu gelas membuat para penikmat minuman dingin tertarik pada produk yang dijualnya. Hal itu membuat Ato menjadi bandar minuman terbesar di kantin dengan pangsa pasar utamanya adalah murid-murid yang kehausan setelah maen bola. Motonya adalah, "Gelas atau plastik, boy ?"
3. Atun feat. Maknya’
Mereka adalah pasangan yang paling romantis di kantin Smanda dibandingkan pasangan-pasangan ABG yang pernah makan di kantin Smanda.Tiap berangkat dan pulang Atun (suami) menggenjot becak yang dinaiki Maknya’ (istri) beserta Empal gentongnya untuk berjualan di Kantin Smanda. Kurang romantis apa coba ?
Walaupun agak mahal, tapi kualitas rasa nasi lengko dan empal gentong hasil olah dua sejoli kawakan ini gak kalah eksklusif dengan makanan cepat saji di Mall-mall. Motonya, “Ada harga ada rasa"
4. Pedagang lain.
Masih banyak pedagang lain yang berjualan di kantin Smanda, seperti Ibu-ibu penjual nasi campur di sebelah kanan lapak Ato yang secara gak langsung jadi produk pesaing Bu Timin, dan Aa si penjual Tjampolay, susu, dan produk minuman dingin lainnya yang juga secara gak langsung jadi pesaing Ato. Selain itu, ada juga tukang bakso, mie ayam, dan somay rasa ikansapu-sapu.
Dari semua makanan dan minuman yang ada di kantin, kombinasi favorit gue adalah Nasi Lengko (Atun ft. Maknya) dan sirup melon (Ato). Pedagang disini juga cenderung ramah-ramah dan gak anarkis sewaktu berjualan. Gak kebayang juga kalo mereka perang, ada yang ngelempar syop, ada yang nyiram pake es jeruk, ada yang lempar gentong keramik, dan ada yang lempar-lemparan ikan sapu-sapu.
PS : Tulisan ini jangan dianggap terlalu serius (just for fun) karena banyak sekali pe-lebay-an kata serta dramatisasi keadaan yang cenderung mengkahayal. Tulisan ini sengaja gue tulis untuk mengenang memori #smandacivil yang udah melangkah jauh dari almamaternya dan juga untuk mengilhami #smandacivil yang masih aktif di sekolah . Gue juga berharap dengan adanya tulisan-tulisan semacem ini, gak akan ada #smandacivil yang (bisa) lupa dengan almamaternya. Entah karena amnesia akibat ditubruk gerobak Tukang Bubur yang kebelet naik haji, atau shock karena disuruh maju guru Bahasa Jepang. :)
Keringet dingin yang keluar bisa lebih banyak daripada orang yang nahan mules dan tampang kita bisa lebih pucat dari korban Cikungunya sewaktu guru mulai ngeliatin satu-persatu muridnya dari seluruh penjuru kelas untuk mencari sukarelawan. Hal terbaik yang bisa gue lakuin adalah dengan tetap diam dan berusaha menjadi tidak terlihat. Kalo ternyata semesta telah berkonspirasi untuk ngejadiin gue sebagai tumbalnya di hari itu, ini yang gue lakuin :
"Ya, kamu ! Maju kerjakan soal nomer 1 dan bawa bukunya ke depan!", ucap guru tadi sambil menunjuk ke arah gue.
Gue menoleh ke arah temen gue yang duduk tepat di belakang gue. Seketika anak-anak sekelas berubah jadi ikut-ikutan ngeliatin dia, "Loh, kok saya ?", ucapnya bingung. "Ayo maju. Kerjakan, dan bawa bukunya !", tegas Guru itu.
Dengan tampang pasrah anak itu maju sambil ngebawa bukunya. Gue ngelus dada, kali ini gue lepas dari jeratan maut
Tiap kali nama gue dipanggil, seakan-akan Sangkakala telah ditiup dan bersiap merenggut dunia gue. Gak cuma gue yang bereaksi lebay ketika namanya disebut, reaksi murid lain ketika dapet jackpot untuk ngerjain soal di papan tulis juga aneh-aneh. Ada yang sok cool pura-pura mikir di depan papan tulis sambil masukin salah satu tangannya ke kantong celana padahal di depan cuma nulis ulang rumusnya, ada yang diam-diam berbisik kepada temannya bagaimana cara ngerjain soal di papan tulis, ada juga yang udah berdiri sambil cengar-cengir seperti penderita gangguan jiwa selama 1 jam pelajaran karena gak tau apa-apa. Padahal kalo gue yang disuruh maju mungkin gue langsung mimisan di 3 menit pertama dan terbaring di UKS dengan mulut berbusa di 5 menit berikutnya.
Waktu kelas 3, kelas gue dapet Guru Kimia yang badai abis. Tiap beliau ngajar, pasti ada yang maju ke depan untuk ngerjain beberapa soal dari buku cetak berwarna coklat usang. Sebelumnya gue berpikir kalo seandainya gue bisa invisible dan bisa melesat secepat Gundala, gue punya kesempatan untuk menghindari kejaran soal-soal maut dari buku primbon milik beliau.Ternyata dugaan gue salah, kemanapun gue dan temen-temen milih tempat duduk, jeratan soal-soal kimia taun 90an akan tetep ngejer kita. Satu-satunya cara supaya nama kita gak maju ngerjain soal adalah dengan nenggak Etanol cair dari lab kimia dan pura-pura pingsan dengan mulut berbusa. Pelajaran kimia yang cuma 2 jam pelajaran bisa terasa seperti hidup 1 dekade di jalur Gaza yang dikelilingi pasukan Hamas. Apalagi kalo kita yang jadi tumbal untuk ngerjain soal di papan tulis. Dan entah dimanapun gue berada, bom-bom pertanyaan akan selalu menghampiri gue.
Pernah waktu itu gue lagi main bola bareng temen sekelas pas jam olah raga. Dari kelas yang terletak disebelah kiri ruang penyimpanan alat olah-raga di bawah tangga, gue ngeliat ada anak cewe yang pingsan dan di giring ke keluar dari kelas itu menuju UKS. Sewaktu gue dan beberapa temen nanya ke temen sekelasnya, katanya anak yang pingsan itu tumbang ketika disuruh maju sama guru Kimia yang ngajar gue di kelas 3. :))
Gue bukan murid yang paling baik, juga bukan yang paling bobrok di angkatan gue. Kalo laper, gue izin ke toilet dan menikung ke Koperasi Siswa sekedar beli kerupuk ‘setan’ atau minuman dingin. Kalo lapernya makin membuas, gue ngajakin temen makan bareng di Warung Bu Timin. Ngajakin temen makan bareng bukan berarti gue takut makan sendiri atau rasa persahabatan gue yang terlalu tinggi, tapi terlebih karena jika seandainya gue ketangkep Guru lagi makan di kantin saat KBM berlangsung, seenggaknya gue punya temen ngobrol ketika dijemur di lapangan Upacara.
Di kantin Smanda ada banyak sekali makanan, dari nasi campur, bakso, tumis baut dan mur, sampe empal gentong. Bisnis makanan dan minuman di sini dikuasi oleh beberapa kartel makanan. Diantaranya adalah :
1. Bu Timin.
Bu Timin adalah istrinya Pak Timin, sementara Pak Timin adalah istrinya Bu Timin. Pak Timin ini salah satu pawang sekolah yang terkenal tangguh dalam membasmi
2. Ato
Seperti yang udah dibilang di paragraf sebelumnya, Ato adalah seorang penjual minuman paling menjanjikan di Kantin Smanda. Gak seperti produk-produk minuman dipinggir jalan yang isi airnya hanya 1/3, sedangkan 2/3nya adalah es batu, produk Ato ini selain karena harganya yang murah, juga lebih banyaknya jumlah air dibandingkan es batu dalam satu gelas membuat para penikmat minuman dingin tertarik pada produk yang dijualnya. Hal itu membuat Ato menjadi bandar minuman terbesar di kantin dengan pangsa pasar utamanya adalah murid-murid yang kehausan setelah maen bola. Motonya adalah, "Gelas atau plastik, boy ?"
3. Atun feat. Maknya’
Mereka adalah pasangan yang paling romantis di kantin Smanda dibandingkan pasangan-pasangan ABG yang pernah makan di kantin Smanda.Tiap berangkat dan pulang Atun (suami) menggenjot becak yang dinaiki Maknya’ (istri) beserta Empal gentongnya untuk berjualan di Kantin Smanda. Kurang romantis apa coba ?
Walaupun agak mahal, tapi kualitas rasa nasi lengko dan empal gentong hasil olah dua sejoli kawakan ini gak kalah eksklusif dengan makanan cepat saji di Mall-mall. Motonya, “Ada harga ada rasa"
4. Pedagang lain.
Masih banyak pedagang lain yang berjualan di kantin Smanda, seperti Ibu-ibu penjual nasi campur di sebelah kanan lapak Ato yang secara gak langsung jadi produk pesaing Bu Timin, dan Aa si penjual Tjampolay, susu, dan produk minuman dingin lainnya yang juga secara gak langsung jadi pesaing Ato. Selain itu, ada juga tukang bakso, mie ayam, dan somay rasa ikan
Dari semua makanan dan minuman yang ada di kantin, kombinasi favorit gue adalah Nasi Lengko (Atun ft. Maknya) dan sirup melon (Ato). Pedagang disini juga cenderung ramah-ramah dan gak anarkis sewaktu berjualan. Gak kebayang juga kalo mereka perang, ada yang ngelempar syop, ada yang nyiram pake es jeruk, ada yang lempar gentong keramik, dan ada yang lempar-lemparan ikan sapu-sapu.
PS : Tulisan ini jangan dianggap terlalu serius (just for fun) karena banyak sekali pe-lebay-an kata serta dramatisasi keadaan yang cenderung mengkahayal. Tulisan ini sengaja gue tulis untuk mengenang memori #smandacivil yang udah melangkah jauh dari almamaternya dan juga untuk mengilhami #smandacivil yang masih aktif di sekolah . Gue juga berharap dengan adanya tulisan-tulisan semacem ini, gak akan ada #smandacivil yang (bisa) lupa dengan almamaternya. Entah karena amnesia akibat ditubruk gerobak Tukang Bubur yang kebelet naik haji, atau shock karena disuruh maju guru Bahasa Jepang. :)
0 comment:
Post a Comment